---
Baru saja aku hendak memejamkan mata, merilekskan mataku yang lelah menangis sepanjang perjalanan pulang kerumah, tiba-tiba seseorang membuka pintu kamarku.
"Kenapa, Dy?"
Bukannya menjawab, Dylan hanya menghela nafas berat, saat hendak mengatakan sesuatu, mulutnya tertutup lagi. Dylan lalu berjalan lemas kearahku, duduk dipinggiran tempat tidur sementara aku masih berbaring telungkup sedang mencoba melupakan kejadian di bandara tadi
"Jangan kebawah, ntar lo mual"
Aku menaikan satu alisku pertanda bingung, Dylan hanya terkekeh pelan "Dibawah ada papa baru loh.."
Seakan baru saja diguyur air, mataku langsung segar kembali, sontak aku langsung menuruni tangga dengan tak sabar. Saat aku sampai diruang keluarga, terlihat olehku seorang pria sedang memberikan mama cincin, mama sepertinya bahagia sekali, terpancar jelas diwajahnya
"Ma?"
Yang dipanggil langsung berdiri, pria yang tadinya duduk juga menyusul mama untuk berdiri "Lucy ya?" Tanyanya sembari tersenyum saat melihatku
"Ini papa barunya, ma? Kok gak bilang dulu sih.." aku menyunggingkan senyum kecut. Tiba-tiba handphone-ku berdering pertanda ada pesan masuk
Sender: Unknown number
Gue juga baru tau, jangan fikir gue bakal terima gitu aja ya! Cepet jauhin nyokap lo yang mata duitan itu dari bokap gue!
Setelah membaca beberapa kali, aku menatap lelaki disebrangku ini dari atas sampai bawah, mata, bibir, serta bentuk wajahnya pun mengingatkanku pada seseorang, sesaat aku merasa familiar dengan wajah ini.
"Oom.. papanya Bella?" Tanyaku takut bila tebakanku benar
Namun sayang, dia mengangguk semangat. Astaga, pantas saja wajah mereka sangat mirip. Aku serasa terpukul. Terlalu banyak pukulan yang aku terima hari
Nomornya memang tidak ku kenal, tapi aku yakin betul sms itu dari siapa "Mama tau gak anaknya lelaki yang mama pacari ini bilang mama mata duitan?" tanyaku dengan nada menghardik sembari menggeretakkan gigi
Mama sepertinya terkejut, namun beberapa saat kemudian ia kembali tersenyum, "Mama emang belum kenal dia, tapi mama yakin, kok, kalau dia anak yang baik" balas mama
"Mama mau punya anak tiri yang kurang ajar kaya gitu?"
Mama melolot kearahku, melirik lelaki disampingnya sekilas lalu berjalan menghampiriku dengan tangan yang seakan hendak menamparku
"Aku yang udah bela mama aja hampir ditampar, cewek ganjen yang bilangin mama mata duitan malah mama bela?" tanyaku dengan suara kuat hingga menggema hingga keseluruh ruangan
Plak
Mama seperti hilang kendali, ia tak kuasa lagi menahan kejengkelannya. Beliau melayangkan tamparannya tepat dipipiku hingga membekas, "Kamu.. dari mana belajar membentak orangtua seperti itu, hah?" serunya dengan mata yang sudah sedari tadi berkaca-kaca. Beliau mengambil nafas, lalu membuangnya keras, lelaki disampingnya yang sudah ku kenal sebagai papanya Bella mulai memeluk mama erat, mencoba menenangkannya
Aku menunduk, berusaha menangis tak bersuara namun aku tak bisa, aku terisak hingga terduduk dihadapan mama. Tak pernah sebelumnya mama membentakku seperti ini apalagi sampai menamparku. Dan ini semua karena lelaki itu!
Sepasang tangan memegang bahuku, lalu menarik tanganku agar berdiri dan disandarkannya kepalaku pada dadanya. Dylan membopongku untuk naik keatas lagi, saat sudah berada dikamar, aku menangis sejadi-jadinya. Aku kesal dengan mama, kesal dengan Bella, kesal dengan lelaki itu, dan dengan semua! Terlebih Stephen, kenapa cowok brengsek itu masih belum memberiku kabar?
Ku lirik handphone-ku yang berada dinakas, masih tidak bercahaya, apalagi bergetar, aku lalu menghempaskan badanku diatas kasur. Aku menangis lebih keras, masalah datang berturut-turut seakan mencekikku hingga aku hampir tak bernafas
Aku berhambur memeluk Dylan yang sudah kembali duduk dikasurku, membiarkanku terisak dibahunya
"Udah dong, udah meler gitu. Jorok ih" walaupun aku tau kalau ingusku sudah meleleh sekarang, bahkan sampai ke kemeja Dylan, tetap saja dia tak mau melepaskan pelukannya walau dia mengatakannya sambil menggerutu
Entah sudah berapa lama aku menangis, yang pasti saat aku yakin aku sudah tenang, aku melepaskan pelukannya
"Luc?" Panggilnya
"Iya?"
"Everyting gonna be ok, I promise" katanya dengan senyum diakhirnya
Deg
Jantungku sepertinya mengenali kata-kata itu, sama seperti yang dikatakan Stephen. Handphoneku berdering kencang, karena Dylan lebih dekat ia mengambilkannya untukku
Senyumnya mengembang saat melihat siapa yang menelfon. "Yours calling.." gumamnya padaku, memberikan benda yang sedang tak ingin kulihat sekarang
Aku menatap benda persegi panjang itu lama, lalu menyentuh layar sekilas
"Kenapa dimatiin?"
"Biar dia tau gimana diabaikan" kataku lalu melempar benda itu sembarang
"Kalo dia ada hal penting yang mau diomongin? 'Kan kita gak ta-" omongan Dylan terhenti karena handphone-ku berdering lagi
"Angkat dulu coba" ujarnya kemudian yang membuat ku meraih handphone itu kembali
"LUCY!" Seseorang disana langsung meneriaki namaku saat sudah tersambung. Aku menatap Dylan lama, seakan mengerti, ia tersenyum sekilas, beranjak dan mulai meninggalkan kamarku
"Kenapa?"
"Maafin aku, ya"
"Emang kamu ngelakuin apa?"
"Kamu salah paham karna Bella yang ke Singapura sama aku,"
Dia memberi jeda, mungkin menunggu aku memberi tanggapan, karena aku tak kunjung menjawab, ia mengambil nafas panjang
"Aku juga terkejut, pas dia tiba-tiba datang terus mau duduk disamping aku, aku tanya ngapain dia disini. Ternyata papanya rekan bisnis ayahku, papanya nitip dia sama ayah buat nemenin aku..
Lusa papanya kesini juga, karena bisnis mereka sama, kata ayah, Bella juga mau bantu, makanya dia disini"
"Kamu tau gak itu cuma alesan? Dia cuma mau deket sama kamu, Pen!" Bentakku yang membuat dia menghela nafas lagi
"Aku tau, tapi mau gimana lagi. Papanya itu atasan ayah aku, kamu ngerti dong, sayang" nada bicaranya mulai melemas
"Gak masuk akal banget! Kamu juga, gak usah sok lemes, deh. Kamu kenapa baru ngubungin aku sekarang?"
"Handphone aku ilang pas desak-desakan di Changi Airport tadi, untung Bella nemu"
"Modusnya Bella itu mah, paling dia sengaja sembunyiin supaya kamu gak bisa hubungin aku"
"Udah, deh, kita baikkan ya sekarang?" tanyanya pelan
Aku mengangguk pasrah walau dia tak bisa melihat sekarang, "Iya.." jawabku akhirnya, walaupun banyak yang masih inginku tanyakan, aku lebih memilih diam karena aku sudah cukup lega mendengar suaranya malam ini
"Kamu udah makan malam?"
"Belum," aku menimang-nimang, haruskah aku cerita sekarang tentang papa Bella yang akan menjadi papa tiriku?
"Ya udah, kamu makan dulu, ya"
Belum, nanti aku akan menceritakan semua secara langsung, "Oke, bye" sambungan kuputuskan, aku tidak lapar, aku lelah..
Aku membaringkan tubuhku, menutup mataku, dan berharap mendapat mimpi yang lebih baik dari kejadian hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Long Distance Love
Teen Fiction"Distance never separates two hearts that really care, for our memories span the miles and in seconds we are there. But whenever I start feeling sad, because I miss you, I remind myself how lucky I am to have someone so special to miss :) " © 2014 b...