p) Epilogue

871 37 2
                                    

---

3 bulan sudah setelah pernikahan mama dan papa baruku. Kami sudah pindah ke rumah yang lebih besar dan lebih banyak kamar tentunya. Awalnya aku menolaknya karena terlalu banyak kenanganku dan papa yang sampai saat ini tentu menjadi hal yang tak mudah kulupakan. Namun, karena papa baruku bersikeras, terpaksa aku menurut. Lagi pula, aku tak mau satu kamar dengan Bella, my room, my private.

"Cy, liat deh cincin aku sama Rose!" Dylan datang dan langsung duduk di sebelahku, memperlihatkan sepasang cincin emas dengan nama Dylan dan Kak Rose terukir indah di atasnya.

"Cantik banget! Kapan belinya? Kak Rose udah tau?" Tanganku mulai menggapainya, tapi dengan cepat, Dylan membawanya ke saku kemejanya lagi.

"Iya dong, 'kan pilihan gue sama Rose!" Dia memeletkan lidahnya, lalu pergi begitu saja meninggalkanku. Masih ingat cewek yang nangis di pelukan Dylan 3 bulan yang lalu? Yap, dia adalah calon kakak iparku! I cant believe 'till now, ada ternyata cewek yang anggun, cantik, sopan, pokoknya idaman banget yang suka sama orang seudik Dylan.

Satu bulan yang lalu Dylan melamar kak Rose, mereka sudah tunangan, tapi masih membutuhkan cincin baru karena kecerobohan Dylan.

Dua bulan yang lalu, Dylan sibuk mencari cincin saat waktu lamarannya sudah sangat mepet, alasannya, sih, lupa. Padahal, tidak sedikit orang yang menawarkan untuk mewakilinya membeli cincin. Dia keukeuh untuk mencari sendiri, cincin tunangankan sekali seumur hidup belinya, jadi aku mau yang terbaik, katanya dulu.

Dan sekarang, dia malah menyesali tolakannya. Karena tidak membawa kak Rose saat membeli, cincinnya malah kekecilan. Terpaksa malam itu kak Rose memakai cincin pernikahan mama. Duh, ngerepotin.

There are three words, that i've been dying t-

"Halo?"

"Im going to pick you up on 10pm, prepare baby!"

Tut..tut..

Aku melirik jam takut-takut, oh, lucky me, its 09:30!

*

"Bensinnya, Cy.."

"Hm?"

"Bensinnya abis, gimana dong?"

"Hah? Kok bisa? Ya ampun kamu ceroboh banget is!" Aku melipat tangan di depan dada. Sudah dua kali dia buat aku kesal malam ini, pertama, mau pergi tapi dikasih taunya pas waktu udah mepet banget. Kedua, ini, untung saja udah sampai di depan pantainya. Oh iya, ternyata Stephen mengajakku ke pantai. Ramai sekali disini, aih, tentu saja, ini malam tahun baru.

"Kamu tunggu di sini, aku beli bensin ya?"

"Gak, aku keluar." Aku membuka pintu mobil, berharap dia mencegah, hello! Di sini ramai! Gak takut aku hilang?

"Yaudah, hati-hati ya!" Stephen mengecup keningku sekilas sebelum keluar.

"10 menit, Stephen!" Teriakku saat dia sudah menjauh, kulihat jempolnya terangkat.

Bule, gak pernah peka.

*

Aku berdiri seorang diri. Menunggu. Beberapa kali sudah aku tatap layar handphoneku hanya untuk melihat jam. Lima belas menit aku disini, berdiam duduk ditepi pantai ini, disekitarku ada banyak pasangan yang sedang bermesraan, sedangkan aku? Menunggu Stephen datang. Sendirian.

Sudah hampir jam 12, saat Stephen sudah sampai di rumahku tadi, kami tidak langsung kesini, papa malah mengajak Stephen berbicara, papa gak tau apa gimana macetnya Jakarta akhir pekan gini?

"Kamu terlambat!" Bentakku langsung saat sesosok lelaki bermata biru mendekatiku.

"Maaf, Cy. Ternyata tadi rame banget."

"Jongkok!" Perintahku tak menghiraukan pernyataannya tadi. Dia berjongkok patuh "Scot-jump?" Tanyanya dengan nada meremehkan.

Aku menyunggingkan senyum licik, lalu menaiki tubuh Stephen. Ia menoleh kearahku sekilas, mulutnya terbuka hendak mengatakan sesuatu, "Hukuman. Cepet lakuin."

Dengan cepat dia berdiri dengan aku dipunggungnya, tanganku melingkar dilehernya.

"Mau makan?" tanyanya memecah keheningan, aku mengangguk sebagai jawaban. Stephen lalu menurunkanku perlahan, "Bentar ya, Sayang" katanya kemudian.

Punggung Stephen kemudian menghilang, meninggalkanku sendirian, lagi.

Aku berjalan perlahan dipesisir, tenang, itu yang kurasakan saat melihat laut, apalagi ini malam tahun baru, pantai dihias dengan cantiknya.

Tepukan pelan di bahuku membuyarkan lamunanku, kulirik tangan Stephen yang kosong, tak membawa apa-apa "Kok? Mak-"

Byar! Kembang api warna-warni menghias langit, pada waktu yang sama, sesuatu yang lembut mengecup lembut bibirku, membuat mataku terbelalak lebar "Happy new year, Lucy" bisiknya ditelingaku.

Aku yang masih belum bisa mengontrol jantungku masih terdiam. Stephen mengeluarkan sesuatu dari kantongnya, kalung dengan mutiara hitam dan berlian menjadi penghias, membuat kalung itu terlihat saaangat manis.

Ia menyampingkan rambutku, memasangkan di leherku. Ya ampun aku suka sekali!

"Like it?"

"Im in love with it!"

"Im in love with you," Stephen mengecup keningku lama, dengan tangan melingkar di pinggangku. "Lirik ke belakang dong,"

Aku menoleh ke belakang, beberapa balon terbang dengan sebuah kertas panjang sebagai ekornya. 'Marry me, Lucy!' Tertulis di sana.

Aku melongo, mataku memanas, orang-orang di sekitarku mulai menyerukan "Terima! Terima!"

Aku mendongak, melihat mata Stephen yang tengah berbinar menatapku. Ia membenamkan kepalaku di dada bidangnya, membiarkanku menangis haru.

"So what is the answer?!" Seru salah seorang di belakang Stephen. Kendra!

"With my pleasure!"

Tepat diakhir kalimatku, kembang api ditembak kelangit. Kami berkenalan tak sengaja, bertemu tak sengaja. Tapi aku tak mengenal 'kebetulan', aku yakin semuanya sudah ditentukan olehNya. Umur cintaku memang belum matang, tapi aku yakin cinta kami sudah sangat matang.

"I love you so much, Lucy Adrianna"

"I lov-"

"Mas, udah dong mesraannya, bayar dulu balonnya!"

Yah, ganggu.

an. DAN INI SELESAI DENGAN ANCURNYA ASTAGA HAHAHA:')))) TERIMA KASIH UNTUK VOTES DAN KOMENTAR DAN KRITIK DAN SARAN DAN SEMUAAAANYA! TERIMA KASIH SUDAH NEMENIN ZULFA SELESAIN CERITA YANG HARUSNYA GAK LAYAK TAMPIL INI HAHAHAHA

i love you mwah mwah kalian luar biasa!!

Lots of love,

Zulfa Sakinah.
13:37pm 25 Nov 2014

Long Distance LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang