Aku diam. Kamu diam. Seolah kita menikmati keterdiaman ini. Hingga tanpa sadar kita hanyut dalam keterdiaman. Tiga puluh menit sudah kita seperti ini. Hanya menatap lurus kedepan. Aku tak berniat memecah hening yang tercipta. Sebab aku terlalu malu untuk memulai. Hingga suaramu memecah hening yang kita cipta sedari tadi.
"Kamu apa kabar? " pertanyaan basa basi yang kerap kali digunakan oleh setiap orang ketika telah lama berpisah.
Aku menghela napas kemudian melepaskannya sebelum menjawab pertanyaanmu, "aku baik. Kamu sendiri apa kabar? " aku bertanya padamu, membalas pertanyaanmu sebelumnya.
"Sekarang lebih baik, setelah bertemu kamu" seketika aku menoleh padamu, mencari maksud dari perkataanmu melalu ekspresimu. Namun tetap saja aku tak menemukannya.
Kita kembali merekat hening yang terpecah. Tak lama kamu menghela napas, "maaf " kata mu tiba-tiba. Aku tak mengatakan apapun. Terhanyut dalam pikir yang terlalu fakir. Mencari sebab dari perkataan maafmu.
"Untuk 4 tahun lalu, " katamu selanjutnya. Menyeretku pada fragmen-fragmen masa lalu. Masa dimana aku lebih ingin tak melewatinya. Masa dimana aku masih terbutakan akan cinta terhadap makhluk, padahal ada Allah Yang Maha Cinta membersamaiku.
"Maaf karena aku membuatmu menunggu" ucapmu selanjutnya.
"Kamu tak perlu minta maaf, karena memang tak ada Yang perlu dimaafkan. "
Kamu tersenyum mendengar jawabanku. Aku tak mengerti kenapa kamu tersenyum.
"Jika tak perlu meminta maaf, lalu kenapa pesanku tak pernah kamu balas?"
Lama aku terdiam, mencari jawaban yang tepat untuk pertanyaanmu.
"Apa wajib aku membalas pesanmu?" kataku retoris.
Kulihat kamu tertawa. Tawa yang tak pernah kulihat lagi setelah empat tahun. Dan saat ini aku melihatnya.
"Ternyata kamu enggak berubah yah" katamu selanjutnya.
"Kamu pikir aku power ranger yang suka berubah" kilahku.
Hening sejenak hingga kamu berkata dengan nada serius, "kemarin aku melamar seseorang." Refleks aku menoleh kearahmu. Ahh andai kamu tahu, nyatanya sesak masih saja kurasakan ketika mendengar kabar bahagia tentangmu.
"Tetapi, Ayahnya mengatakan bahwa aku harus bertanya jawaban atas lamaranku pada putrinya" lanjutmu.
"Lalu apa kamu sudah bertanya pada perempuan yang kamu lamar?" aku bertanya penasaran.
"Belum. Dia ada di kota ini, itulah sebabnya aku datang kesini.""Hmm, semoga dia menerima lamaranmu. Semoga kalian selalu berbahagia. Maaf aku harus pergi" kataku.
Aku tak sanggup lagi berada di dekatmu. Aku tak ingin kejadian empat tahun lalu terulang. Dimana aku dengan tidak tahu malunya memintamu untuk tetap berada di sisiku. Dan menangis seperti orang yang sangat terluka ketika melihatmu lebih memilih pergi.
Aku berdiri hendak melangkahkan kaki, untuk pergi dari tempat ini. Hingga perkataanmu membuatku berdiam ditempat.
"Tunggu," katamu dengan tetiba.
"will you be my queen? Kamu maukah menjadi partner ku untuk berbahagia?" Katamu selanjutnya.
Aku hanya diam. Tak tau apa jawaban yang harus ku berikan atas pertanyaanmu.
"Shaqueena, maukah kamu menikah denganku? "
-Rahlanisma