Cerita ini ditulis ketika tengah pusing dengan instrumen penelitian. Maaf kalo ceritanya enggak nyambung. Fyi, ada flashback yang enggak ditandai.
Happy reading~
***
"kemarilah!" Ujar Raihan sambil menepuk tempat tidur yang kosong disebelahnya.
Nadhira berdiam diri sesaat sebelum berjalan perlahan ke tempat yang ditunjukan Raihan.
"Kenapa? Apa yang menggangu pikiran kamu Nadh?"
"Aku.. aku cuma belum terbiasa menemukan seorang laki-laki berada di kamarku" ucap Nadhira menundukkan pandangan.
Raihan tersenyum, berdiri kemudian berjalan menghampiri Nadhira.
"Baguslah, justru aku tidak suka jika kamu terbiasa dengan keberadaan laki-laki di kamarmu," Raihan berucap lalu tersenyum.
"Tapi, sekarang kamu harus terbiasa dengan keberadaanku ya!" tambah Raihan sambil mengusap kepala Nadhira yang tertutup kerudung.
Nadhira mengangguk, lantas keduanya tersenyum.
"Nah sekarang kita tidur ya!" ajak Raihan.
"Tapi," ujar Nadhira.
"Tapi apa?"
"Eumm, itu eummm.."
"Apa Nadh?"
"Itu eumm, aku.. eumm kita.."
"Kita?"
"Eumm..Hak kamu?"
Raihan tertawa renyah, menganggapi ucapan Nadhira.
"Ish malah ketawa!" Nadhira kesal.
"Iya maaf, kamu tenang saja aku akan minta hak ku jika kamu memang sudah siap, siap yang memang benar-benar siap."
"Tapi enggak apa-apa kan?" Nadhira bertanya ragu.
"Enggak, nah karena sekarang aku tahu kamu capek, aku juga capek, jadi kita sama-sama capek. Sekarang kita tidur ya," belum selesai Raihan dengan kalimatnya, Nadhira langsung mengarahkan pandangan pada Raihan.
"Eits, tidur yang benar-benar tidur dong, bukan yang eumm itu," kemudian Raihan dan Nadhira tertawa bersamaan.
***
-Nadhira POVSungguh menyenangkan jika kamu akhirnya bersama dengan seseorang yang diam-diam kamu sebut namanya dalam doa.
Namun indah rasanya jika kamu akhirnya bersama seseorang yang diam-diam menyebut namamu dalam doa.
Dan rasanya sangat indah dan menyenangkan, dan... ah aku tak bisa menggambarkannya dalam kata-kata, jika kamu akhirnya dibersamakan dengan seseorang yang diam-diam kamu sebut namanya dalam doa, juga dia diam-diam melangitkan namamu.
Kak Raihan, seorang laki-laki yang diam-diam kusebut namanya dalam doa. Ya, aku bahkan tak pernah menyangka atau membayangkan akan berakhir bersamanya. Aku cuma melangitkan namanya, tak pernah berani berandai. Sebab berharap pada selainNya hanya akan menimbulkan kecewakan?
Dan tadi, selepas akad, dia berbisik padaku bahwa dia sangat bahagia sebab akhirnya bisa bersama dengan seseorang yang selalu ia sebut namanya dalam doa.
Betapa Allah adalah sebaik-baiknya perencana.
Kak Raihan adalah kakak tingkatku di kampus. Ia lulus satu tahun yang lalu. Aku kira ia tak mengenalku, karena sungguh kami memang pernah berada di kelas yang sama, tapi kami sama sekali belum pernah terlibat dalam obrolan.
Setelah ia lulus bahkan aku dan dia belum pernah bertemu.
Aku sendiri kaget ketika selepas sidang, Belinda sahabatku memberiku setangkai mawar yang terdapat sebuah surat terselip didalamnya.
"Bel ini dari siapa?" Tanyaku setelah membaca isi suratnya.
"Ya tebak dong, masa langsung aku kasih tau namanya, enggak seru dong!"
Dan isi surat itu,
"Selamat calon guru, maaf cuma bisa memberi setangkai mawar. Tapi kalo kamu mau jadi guru pertama untuk anak-anak saya nanti, saya akan kasih kamu sesuatu. Jadi, Will you be my partner?
Kamu mau menemani menghabiskan sisa hidup saya?Jika iya, saya tunggu kamu di rumah bersama ayahmu."
"Udah lah, lebih baik sekarang kamu segera pulang, buat mastiin masa depan juga kan."
"Bel beneran ini enggak lucu, siapa ih?"
"Aduh Nadh, mening kamu pulang deh biar enggak penasaran, yuk aku anter!"
-Nadhira POV end
***"Hey malah melamun! Hayuk tidur, kamu cape kan, udah pegel-pegel rasanya badanku!" Raihan menyadarkan ku dari lamunan.
Aku segera menarik selimut sebatas leher.
"Nadh, boleh tidur sambil peluk kamu?"
Duh kenapa pula harus minta izin kan aku malu!
Aku hanya sedikit mengangguk kemudian menarik selimut hingga menutupi kepala.
***
Teruntuk kalian yang tengah menunggu seseorang, yang tengah melangitkan nama seseorang. Semoga segera dibersamakan. Namun jika akhirnya kamu tidak dibersamakan dengan seseorang yang kamu sebut namanya dalam doa, kamu harus ikhlas, yakinkan bahwa bukan dia yang ditakdirkan untukmu, bukan dia yang terbaik untukmu. Mungkin saja kamu dibersamakan dengan seseorang yang diam-diam menyebut namamu dalam doanya.
Jangan pernah menggantungkan harapan pada makhlukNya. Gantungkan harapan pada Ia yang maha membolak-balikkan hati manusia, pada Ia yang maha merencanakan.