Sebenarnya, jika boleh jujur aku sudah menemukan laki-laki yang ingin ku kenalkan pada bapak.
Sepertinya bapak mengerti ada sesuatu yang ingin diungkapkan anak gadisnya.
Maka sore ini, menjelang Sabtu malam bapak mengajakku duduk di kursi depan rumah.
"Gimana kuliahmu teh?" Pertanyaan pertama bapak.
Sebenarnya kami jarang sekali melakukan hal-hal semacam ini. Aku lebih sering berbicara dengan mamah.
"Alhamdulillah pak, lancar."
"Tidak terasa ya, ini tahun terakhirmu! Gimana sudah ada yang mulai mengajak serius?"
Itulah bapak, meski jarang melakukan quality time tapi bapak selalu tahu apa yang sedang diresahkan oleh anak gadisnya. Semacam telepati.
Aku menunduk, memilin-milin ujung kerudung yang ku kenakan.
"Emm.."
Duhai kamu, kenapa se-nervous ini menceritakan tentang mu pada bapak?
"Itu, ada seorang teman, dia lelaki baik, cuma laki-laki biasa, yang solat 5 waktunya selalu di awal waktu, sangat menyayangi keluarganya, dan bersedia menjaga, melindungi, juga bertanggung jawab atas putri bapak."
Aku melihat kearah bapa, entah kenapa matanya seperti berkaca-kaca.
"Tidak terasa ya, putri kecil bapak sekarang sudah dewasa. Seserius apa yang kamu tahu tentang dia teh?"
"Emm, dia... Dia meminta izin untuk bertemu bapak juga mamah, membawa keluarganya. Tapi.."
"Tapi?" Sambung bapak, ketika aku malah menghentikan kalimat.
"Teteh belum bisa jawab pak," kataku kembali menunduk.
"Seyakin apa kamu sama dia?"
"Teteh enggak tahu, keyakinan teteh benar atau salah, hanya saja, teteh selalu merasakan keseriusan nya pada teteh pak. Sudah dua kali dia meminta izin membawa keluarganya untuk berkenalan dengan bapak."
Sambil membetulkan arah duduknya, bapak bersuara kembali, " Alhamdulillah, bapak lega, akhirnya ada laki-laki yang bersedia menjaga putri bapak. Ajak dia kemari bapak ingin bertemu dengannya. Kenalkan dia pada bapak."
Seketika itu air mataku menetes, bapak memelukku dengan erat. Dan kurasakan pundakku juga basah, bapak menangis.