Dua

784 30 0
                                    

Jane menikmati makan siangnya di kantin sendirian. Sejak pertama kali ia sekolah di SMA nya ini, ia memang tidak pernah punya teman. Bukan karena ia dikucilkan tapi malah sebaliknya. Ia lebih suka menyendiri. Ia tidak ingin mengulang kembali kejadian di masa lalunya.

“Wah..wah.. coba lihat.. siapa yang sedang makan”

          Seorang gadis cantik bak boneka berdiri. Dibelakangnya 3 orang gadis yang juga sama-sama cantik tersenyum mengejek kearah Jane.

“Ya ampun Kei, lihat wajahnya yang kusam itu..”

“Bagaimana mungkin sekolah kita mau menerima gadis yang begitu jelek?”

“Oh, lihat wajahnya berubah merah…”

Keisha dan teman-temannya tertawa heboh. Sedangkan Jane berusaha tidak memperdulikan keempat gadis yang tampaknya akan melakukan sesuatu padanya.

“Oh Kei! Aku punya ide!!”

“Apa? Apa?”

“Bagaimana kalau kita mempercantik dia!!”

Keisha menaikkan alisnya, tak lama kemudian senyuman jahat terpasang di wajahnya.

“Aku tau maksudmu…”

          Jane memandang keempat gadis itu dengan datar. Namun jantungnya berdebar, takut dengan apa yang akan terjadi padanya.

“Pegang dia…”

          Dua teman Keisha memegang lengan Jane dengan erat. Jane memberontak, namun tenaganya kalah melawan kedua gadis tersebut. Keisha tersenyum lalu mengambil makan siang milik Jane. Menumpahkan seluruh isinya tepat diatas kepala Jane. Keisha dan ketiga temannya tertawa menghina. Tampak puas melakukan aksinya, tidak memperdulikan Jane yang sudah benar-benar marah.

“Wah, betul katamu Rae! Dia sangat cantik!” Puji Keisha pada temannya yang mengusulkan ide tadi.

“Rambutnya jadi berkilau..”

“Dan lihat wajahnya! Kita tidak perlu blush on, karena sudah merah…”

“Tampaknya dia marah..”

“Uuuuh.. takuuuut…”

“Sudahlah teman-teman.. ayo kita pergi! Jangan ganggu orang yang sedang makan!” Keisha tersenyum manis. Namun tatapannya begitu dingin pada Jane.

“Bye Jane!”

Ketiga teman Keisha melambai kearah Jane. Gadis itu mendengus kesal, lalu berdiri.

“Ini..”

Seorang gadis yang sering membangunkan Jane memberinya sapu tangan. Jane mendongak lalu menggeleng.

“Pakailah.. dia juga tidak pernah memakainya kok..” Seru gadis berkacamata yang berdiri bersebelahan dengan gadis itu. Jane terlihat ragu. Ia mengambilnya lalu tersenyum kaku.

“Terima kasih…”

“Well senang bisa membantu..”

Jane bergegas pergi tak ingin terlalu lama berinteraksi. Kedua gadis itu bingung melihat tingkah Jane.

“Benar kan apa yang kubilang gadis itu terlalu kaku!” Ucap si gadis berkaca mata. Sedangkan gadis yang memberi sapu tangan itu hanya tersenyum simpul.

****

          Jane menghempaskan tubuhnya di kursi miliknya. Aqil yang duduk bersebelahan dengan Jane terkejut saat melihat wajah gadis itu kotor dan ada sedikit minyak dirambut Jane. Aqil mengulurkan tangannya hendak menyentuh. Namun, tangannya segera ditepis kasar oleh Jane.

“Jangan coba-coba menyentuhku..”

“Aku kan hanya peduli padamu?”

“Atas dasar apa kau harus peduli padaku?”

“Karena kita teman…”

          Aqil tersenyum lebar, sedangkan Jane mendengus kesal. Ia memilih menghadap kedepan tak perduli dengan ocehan Aqil.

“Hei Nona..”

“…….”

“Nonaaaaa”

          Aqil terus memanggil Jane, padahal guru matematika mereka sudah menatap kearah Aqil.

“Aqil, apakah anda punya sesuatu yang ingin anda bagi bersama teman disebelah anda?” Tanya Pak Muin. Aqil duduk tegak sambil menggeleng.

“Bagus, lebih baik anda tidak berbicara di jam pelajaran saya…”

Aqil mengangguk, sedangkan Jane kembali mendengus.

“Hei nona…”

“Diamlah, kau ingin kita dikeluarkan dari kelas?” Ucap Jane dengan suara tertahan, menatap tajam kearah Aqil.

“Woooh.. kamu benar-benar nona killer..”

“Aqil, Jane! Keluar kalian dari kelas saya!!

Jane mendengus kesal, berjalan pergi. Sementara Aqil tersenyum jahil lalu mengejar Jane.

“Nona killer, tunggu aku!!”

          Jane terus berjalan tak memperdulikan panggilan Aqil sepanjang koridor. Sampai akhirnya Aqil meraih tangannya. Jane menghempaskan tangan Aqil kesal.

“Apa maumu?!” Tanya Jane dingin.

“Menjadi temanmu…”

Jane memutar kedua bola matanya dengan gusar.

“Apakah yang ada di otakmu hanya teman?!”

“Tentu saja tidak! Tapi bukankah kita ini makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri?” Ucap Aqil sarkatik.

“Aku bisa hidup sendiri… aku tidak butuh siapapun..”

Jane berlalu pergi meninggalkan Aqil.

“Itu karena kamu yang menutup hatimu, nona…”

Aqil tersenyum kecil lalu memutuskan pergi dari situ.

****

Jane melewati lapangan basket. Terlihat riuh ramai disana. Namun Jane memilih tidak perduli.

“Nona killer!!!”

          Jane menoleh secara reflek. Terlihat Aqil yang berdiri di tengah lapangan basket tengah tersenyum kecil pada Jane. Gadis itu mendengus dan memilih pergi.

“Hei! Lihat kemari!!!”

          Aqil berteriak lagi membuat Jane kembali menoleh. Aqil mendribble bola dan melakukan shooting dari jauh. Terdengar teriakan riuh dari para gadis-gadis yang menjadi fans Aqil. Jane mendengus tak perduli, memutuskan pergi dari situ.

“Lihat saja nanti Jane… kamu pasti akan menjadi temanku…” Gumam Aqil pasti, melihat kepergian Jane dari lapangan basket.

“Dasar cowok aneh!!”

=====

A.N

HAIIIIIIII~~~

Errrr, aku gak minta banyak-banyak cuman voments yah?

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang