Empat Belas

466 23 0
                                    

Jane mengepak barang-barang yang akan ia bawa ke Itali. Hingga matanya tertuju pada sepasang pulpen unik yang tergeletak begitu saja di atas meja. Jane menghela napasnya dengan berat, diambilnya sepasang pulpen itu hendak membuangnya ke tong sampah. Namun baru saja ia hendak membuang, langkahnya menjadi kaku.

“Tidak, benda ini terlalu indah untuk kubuang…” Gumamnya.

          Ia terlihat menimbang. Apakah ia harus membawanya atau malah meninggalkannya. Setelah cukup lama berperang dengan hatinya, akhirnya ia memutuskan untuk meletakkan sepasang pulpen itu di atas meja belajar yang sudah tidak ada apapun itu. Beberapa hari ini, Jane berusaha mengatur hatinya yang begitu hancur. Akhirnya Jane sadar, ia telah jatuh cinta pada Aqil. Tapi gadis itu kecewa karena cintanya hanyalah cinta bertepuk sebelah tangan. Ia begitu yakin bahwa Aqil tidak menyukainya, melainkan Kinan. Selama beberapa hari ini pula, ia berusaha untuk menghindari Aqil. Ia belum siap, hatinya masih terlalu rapuh. Ia takut hatinya akan semakin terluka dan memperburuk semuanya.

Tok…tok…

Seseorang mengetuk pintu. Jane terkejut, ia baru ingat bahwa ibunya pergi ke mini market untuk membeli roti. Ia mendengus dan berlari kecil menuju pintu depan. Saat ia membuka pintu, terkejutnya ia saat melihat Aqil yang berdiri disana.

“Kau?”

“Lama tak bertemu Jeje…”

Aqil tersenyum lembut. Jantung Jane berdebar dengan cepat, rasa sakit dan menyenangkan terasa secara bersamaan membuat gadis itu bingung dengan hatinya sendiri.

“Oh.. ya…” Jawab Jane kikuk.

“Apa, aku boleh masuk?” Tanya Aqil.

“Ibu sedang tidak ada di rumah… bagaimana kalau diteras saja?”

“Oh? Baiklah…” Aqil berbalik badan dan duduk di teras.

“Kau mau minum apa?” Tanya Jane hendak berbalik, namun dengan cepat tangan kanannya sudah digenggam oleh Aqil.

“Tidak, aku hanya ingin bertemu denganmu….”

Jane diam dan akhirnya duduk disamping Aqil. Suasana canggung kental terasa, membuat Jane tidak nyaman.

“Apa kabar?” Ucap Aqil membuka pembicaraan.

“Baik… kau?” Tanya Jane.

“Baik juga… jadi, besok kau akan pergi?”

“Em…” Jane menganggukkan kepalanya.

“Tidak bisakah, kamu tidak pergi?” Tanya Aqil, dengan nada memohon didalamnya. Jane menoleh, menatap mata Aqil.

“Tidak… aku tidak bisa…”

“Sekalipun aku yang meminta?” Tanya Aqil lagi. Jane diam, menggigit bibirnya ragu. Namun seperti mendapat kekuatan dari mana, ia menggeleng dengan cepat.

“Tidak, sekalipun kau yang meminta..” Ucapnya tegas.

Aqil tersenyum lirih. Sudah bisa menebak jawaban yang akan diberikan Jane. Ia menghela napasnya berat, masih menatap Jane.

“Harusnya aku tahu kamu pasti akan menolaknya…” Ucap Aqil pelan menatap lurus kedepan.

“Maaf?”

“Ah.. aku pasti akan merindukanmu Jeje…” Aqil mengalihkan pembicaraan.

Ia menolehkan kepalanya sambil tersenyum tipis. Jane menatapnya dengan pandangan datar.

“Apa kamu akan merindukanku juga?” Tanya Aqil, setengah berharap.

“Tentu…” Jawab Jane tulus. Aqil terkesiap, merasa mendapatkan harapan lebih.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang