Siang ini Kevan kembali duduk sendirian di pojokkan kafe yang pernah ia datangi bersama para sahabatnya, jika mereka masih sudi Kevan menganggapnya begitu. Sudah lewat seminggu semenjak ia keluar dari rumah sakit akibat tusukkan pisau yang disebabkan oleh salah satu teman tidurnya terdahulu.
Mengingat itu, Kevan seakan ingin meremukkan leher wanita itu dalam genggaman erat jemari tangannya kemudian membuat leher wanita itu hancur hingga tak berbentuk, lalu kemudian membuang mayatnya ke tengah lautan biar dimakan hiu sekalian. Tapi, semua pemikiran jahat tersebut hanya ada di angan Kevan saja. Pria itu masih sanggup berpikir jernih dan menelaah jika semua yang terjadi memanglah berawal darinya.
Jika saja Kevan bisa memutar ulang waktu tentulah ia akan menjadi pribadi yang lebih baik lagi, tidak akan menjadi seperti dirinya yang sekarang, yang seluruh organ tubuhnya dipenuhi dosa. Dan jika diingatkan lagi akan semua dosanya, maka yang diinginkan Kevan hanyalah membenturkan kepalanya ke dinding dan berharap ia bisa hilang ingatan, kemudian membuat kenangan baru di memorinya. Tapi sayangnya Kevan tidak bisa melakukan semua niat mulianya itu, karena jika sampai ia hilang ingatan maka kenangan yang masih tersimpan rapi di memori ingatannya tentang si dia juga akan hilang dari ingatannya. Dan itu bukanlah hal yang Kevan harapkan.
Menghembuskan napas kasar berulang kali untuk menghilangkan sesak di dadanya, Kevan kembali melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Merasa kesal juga gemas sendiri karena orang yang ditunggu tak kunjung datang.
"Dasar! Pasti lagi nempel terus dia itu sama kesayangannya." gerutu Kevan sambil berdecak kesal.
"Siapa yang kau maksud menempel terus dengan kesayangannya?"
Tersentak dari lamunan sesaatnya saat memandangi jalanan di seberang kafe, Kevan mengalihkan pandangan ke arah datangnya suara dalam nan tegas tersebut. Dan decakkan kasar kembali keluar dari bibirnya saat melihat orang yang ditunggu langsung duduk dengan santai tanpa meminta izin ataupun dipersilakan."Yang sopan dikit napa, Ren? Main duduk aja tanpa izin, sudah gitu datangnya telat lagi."
"Mastiin Sadi makan dan minum vitaminnya dulu tadi. Kau kan pasti tau kalau kehamilannya sedikit rentan pasca peristiwa yang lalu itu." jawab Rendra tanpa beban meski wajah Kevan sudah ditekuk berlipat-lipat.
"Aku tau, calon bapak mah gitu, pasti lebih mentingin keluarga ketimbang orang luar seperti aku ini."
Rendra memandang jijik wajah Kevan yang menampilkan ekspresi merajuk. "Tidak usah berlebihan, Kev! Sudah tua, nggak pantas jadinya kalau mengingat umurmu yang sudah tidak lagi muda."
Kevan mencibir sesaat, hanya sesaat karena sedetik setelahnya gurat wajah Kevan terlihat sangat serius, tidak ada lagi kesan main-main di sana. "Baiklah, kalau begitu kita langsung saja dengan tujuan aku memintamu datang ke sini."
"Itu lebih baik." kata Rendra menyetujui.
"Aku ingin minta bantuan darimu seperti bantuan yang pernah kau berikan kepada Danu sewaktu menyelidiki Eleora dan para selingkuhannya." wajah Kevan tampak kecut saat mengingat lagi akan dosanya di masa lalu.
"Bantuan seperti apa yang kau inginkan?" tanya Rendra tanpa ingin sekalipun menimpali akan perkataan Kevan mengenai masa lalu yang pernah terjadi antara Kevan dan mantan istri sahabatnya yang lain. Karena Rendra beranggapan, jika setiap manusia berhak diberi kesempatan untuk memperbaiki diri asalkan niat orang itu tulus dan tidak mengada-ada. Dan Rendra tidak ingin menghakimi sebab ia juga termaksud diantara orang-orang yang diberi kesempatan.
"Tolong carikan aku data mengenai seseorang dari masa lalu. Mulai dari sejak dia menghilang beberapa tahun yang lalu hingga sekarang ini."
"Siapakah 'seseorang' yang kau maksud ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Semerah Warna Cinta [TTS #3 | SELESAI]
RomanceTakluk's The series #3 -Dihapus sebagian - Sudah tersedia di google play (yang mau ngoleksi cerita babang Kevan dan akak Naya dalam bentuk ebook, sudah bisa dibeli di google play) "Kau hanyalah kepingan masa lalu bagiku. Jika dulu kau dengan mudahn...