Bahu rapuh itu bergetar halus akibat isak tangis yang masih tersisa. Entah apa yang ada di dalam pikiran pria yang sedari tadi duduk di depannya, tak ada sedikit pun pergerakkan yang menandakan jika si pria akan menghampiri kemudian menenangkan si pemilik bahu rapuh tersebut. Bahkan tampak seringai tipis di sudut bibirnya yang terkesan mengejek sosok rapuh yang di hadapannya.
Tak ada rasa kasihan, iba, prihatin atau segala jenis perasaan yang bisa menyiratkan jika pria itu mengasihani sosok yang masih menyisakan tangis kecil di depannya.
Yang saat ini melingkupi hatinya hanyalah rasa puas akan pencapaiannya yang entah untuk ke berapa kali karena kembali bisa menambah deretan daftar wanita yang telah berhasil ia hancurkan. Walau kali ini sedikit menguras waktu juga tipu muslihat tingkat tinggi karena diakibatkan wanita di depannya ini bukanlah wanita sembarangan. Ada satu nama besar yang membayangi nama wanita itu di belakangnya.
"Sudahlah, jangan kau buang air matamu itu. Sia-sia saja kau menangis karena tangisanmu tidak akan bisa merubah apa yang sudah terjadi." tandas pria itu sembari menaikkan satu kakinya ke atas kakinya yang lain. Suhu ruangan yang dingin tak membuatnya beranjak untuk menggapai kemeja yang tergeletak di bawah kakinya, hanya celana panjang yang sedari tadi menutupi sebagian tubuhnya.
"Ken... "
"Kalau kau bertanya kenapa aku melakukan ini padamu," pria itu memotong perkataan wanita di depannya, "Jawabannya mudah. Kau sama saja dengan perempuan lainnya yang munafik dan penipu, yang akan tunduk di bawah kakiku hanya dengan sekali jentikkan jemari tangan. Yang katanya mengagungkan kata cinta padahal hanya ingin menuntaskan nafsu birahinya saja. Oh iya jangan lupakan, bahkan kalian para perempuan hanya mementingkan materi di atas segalanya sampai-sampai rela menjual tubuh kalian kepada lelaki hidung belang lainnya."
Si pemilik bahu rapuh itu kembali terisak, menatap nanar pria yang selama belasan tahun ia kagumi juga ia cintai. Entah mengapa jalan hidup yang harus ia lalui jadi begini? Padahal seumur hidupnya ia sudah berusaha menjadi pribadi yang tidak merepotkan siapapun, bahkan sebisanya mungkin membantu orang-orang di sekitarnya yang membutuhkan bantuan. Tapi lihatlah kini, takdir Tuhan kembali mempermainkan hidupnya, menggilas hati yang dulunya sempat terkoyak karena masa lalu yang suram.Nasi telah menjadi bubur, apa yang sudah terjadi tidak mungkin bisa diputar kembali. Rasa malu akibat tubuhnya yang tanpa mengenakan sehelai benangpun tak sosok rapuh itu hiraukan lagi.
Kepala dengan rambut hitam lurus yang panjangnya mencapai pinggul itu kembali terangkat, mencoba menguatkan diri serta mengumpulkan sedikit keberanian di dalam hati meski air mata masih terus jatuh menurun di pipi. Mata bulat berwarna hitam sekelam malam itu memang masih mengeluarkan air mata, namun tak ada lagi isak tangis. Yang ada hanya keteguhan serta yang terlihat jelas di matanya itu.
"Jadi, selama ini abang berpura-pura mencintaiku?" tanyanya menguatkan diri.
"Iya."
"Hanya demi mendapatkan tubuhku?"
"Tentu saja."
Jawaban yang nadanya terdengan tegas tanpa beban itu kembali mengiris luka di hati si pemilik bahu rapuh tersebut. Namun ia menahan diri, menarik napas sedalam mungkin untuk mencegahnya kembali mengeluarkan isak tangis.
"Kau ini memang cengeng ya? Mengandalkan air mata untuk membuai kaum laki-laki, menipu mereka dengan tipu muslihat kalian. Sungguh, kalian para wanita, semuanya SAMPAH!!!"
"Kenangan kita selama belasan tahun, abang anggap apa?" tanya si pemilik bahu rapuh tanpa mengindahkan perkataan penuh ejekkan dari pria di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semerah Warna Cinta [TTS #3 | SELESAI]
RomanceTakluk's The series #3 -Dihapus sebagian - Sudah tersedia di google play (yang mau ngoleksi cerita babang Kevan dan akak Naya dalam bentuk ebook, sudah bisa dibeli di google play) "Kau hanyalah kepingan masa lalu bagiku. Jika dulu kau dengan mudahn...