7

4.1K 478 13
                                    

Di tengah keasyikannya memperhatikan sosok mungil yang kini terlelap tidur setelah lelah bermain kejar-kejaran dengannya di rumah sederhana kontrakannya, Kevan dikagetkan dengan datangnya si pemilik rumah dengan tepukkan pelan di bahunya.

Berusaha secepat mungkin menormalkan detak jantungnya yang berdetak di luar batas normal karena terkejut, Kevan pada akhirnya berdiri, bersalaman serta mempersilahkan bapak pemilik rumah untuk duduk. Mata tajam Kevan ikut mengawasi setiap pergerakkan Dirman yang untuk sesaat memperhatikan sosok mungil yang tadi juga menjadi objek perhatiannya.

"Anak siapa, mas?"

Kevan tersenyum menanggapi sorot curiga dari mata Dirman. "Anak dari orang yang kemarin saya bilang kalau saya sedang mencarinya."

"Oh... syukurlah. Bapak kira anak siapa. Tapi ngomong-ngomong, anak perempuan ini mirip sekali sama mas Kevan loh."

"Eh... " Kevan tercenung, untuk sesaat ada rasa senang yang membuncah di hatinya.

"Jangan-jangan anak ini anaknya mas Kevan, ya?" Dirman berucap lagi tanpa mengalihkan tatapannya dari seraut wajah lucu anak perempuan yang terlelap tidur tersebut.

Semakin bingung saja Kevan mencari jawaban seperti apa yang harus diberikan tanpa memberikan kesan buruk orang yang dikasihinya. "Anu pak... "

"Ah... nggak usah malu gitulah, mas. Pasti ini yang mas Kevan cari itu mantan istrinya mas, dan anak ini pasti anaknya, lah muka kalian sangat mirip kelihatannya."

"Ya begitulah, pak." hanya kalimat itu yang sanggup Kevan keluarkan agar bapak pemilik rumah berhenti mengorek informasi darinya. Juga untuk nama baik orang yang ia sayangi.

"Senang ya mas, bisa ketemu lagi sama anaknya?" tanya Dirman memecah suasana canggung.

Entah apa alasannya kepala Kevan mengangguk dengan sendirinya. "Iya, pak." jawabnya singkat.

"Ini mantan istrinya tau kalau mas Kevan bawa anaknya ke sini?"

"Tau, sudah minta izin tadi." pada akhirnya Kevan memutuskan untuk mengikuti arus saja. Biar lebih aman.

"Cantik ya, mas, anaknya. Mana sehat lagi badannya."

Decakkan kagum Dirman menerbitkan senyum bangga tanpa alasan di bibir Kevan.

"Anak di sekitar sini mah tidak ada yang kayak gini, mas. Maklum kan daerah sini masih dalam tahap pembangunan jadi segala fasilitas kesehatannya kurang memadai. Tidak seperti di daerah dekat lingkungan sekolah di sana itu, meski bangunan pusat kesehatannya tergolong kecil, tapi pelayanan kesehatannya bisa dibilang bagus."

Kepala Kevan mengangguk samar guna menanggapi celotehan bapak pemilik rumah yang ternyata cerewet sekali sampai Naya menggeliat kecil karena merasa terusik tidurnya.

"Eh... maaf ya mas kalau omongan saya jadi melantur kemana-mana." Dirman langsung memandang tidak enak ke arah pria muda di depannya.

"Tidak apa-apa, pak, santai saja. Saya mengerti apa yang bapak rasakan."

Dalam hati Kevan bersyukur Naya tidak terbangun dari tidurnya. Bisa gawat kalau sampai Naya bangun dan memanggil 'om' kepada dirinya. Kecurigaan Dirman yang sudah hilang bisa kembali lagi karena panggilan itu.

Bukan hanya cemas jika bapak pemilik rumah berpikit buruk padanya kalau-kalau pria paruh baya pemilik rumah itu menaruh curiga padanya sehingga membuat Kevan mati langkah, yang paling utama kecemasannya tersebut berasal dari kekhawatiran jikalau sampai ada yang berpikiran buruk tentang Vania, sosok wanita yang dari dulu hingga sekarang ternyata telah berhasil mencuri hati, yang sayangnya baru Kevan sadari saat wanita itu telah pergi dari hidupnya.

Semerah Warna Cinta [TTS #3 | SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang