Aku terbangun pada akhir nya. merasa kan pening yang amat pada kepala ku. Kemudian teriakan melengking memenuhi pendengaran ku. Aku menghiraukan sosok yang tidak kukenal yang menatap ku sambil menekan tombol merah tepat di atas ku. Aku segera menyandarkan punggung ku dan meraih gelas yang lengkap dengan penutup nya. Lalu menegak nya langsung. Sedikit mengintip, aku melihat laki-laki asing dengan rambut blonde lengkap dengan wajah asia nya menatap ku bingung.
"kau baik-baik saja?" aku hanya mengangguk sebagai jawaban ku. Kemudian nampak Papa datang dengan dokter dan suster memeriksa ku.
Setelah menjelaskan apa yang boleh dan tidak aku lakukan aku hanya mengiyakan nya saja.
"Sagang kau baik-baik saja sayang?"
Tanpa melihat nya, aku kembali menidurkan tubuh ku dan kembali tertidur dan mengabaikan nya. kemudian melalui refleksi jendela, kulihat Papa dengan orang asing tu keluar dari ruang rawat inap ku. Suara desisan air con, gesekan ranting dan suara angin bersatu.
Kemudian airmata ku mengalir begitu saja. Kejadian itu kembali berputar. Pada saat nya, aku benci dengan diri ku sendiri. Ketika senyuman teduh itu menyapa pengelihatan ku bersamaan dengan suara halus itu aku merasa sangat bodoh atas diri ku sendiri. Aku sedang berusaha melahap hati ku sendiri saat ini.
"kapan kau akan bangun?" Suara itu tak asing di telinga ku. Suara sosok yang selalu menampakkan tatapan malas nya kepada ku.
"Junwook?"
"sudah tiga hari kau disini apa tidak bosan?"
"aku.." ucapan ku terpotong oleh nya
"butuh bantuan? Setidak nya apapun masalah mu yang membuat mu tiga hari berada disini bisa sedikit hilang, meski aku tidak yakin pada mu"
Aku menatap nya yang sedang membawa bat yang ku pakai saat itu. Aku menatap bat milik nya hingga aku meringis kecil menatap nya kemudian. Tidak ada noda darah disana.
"aku akan membawa mu secepat nya" ujar nya kemudian berlalu menyeret bat lalu membuka pintu. Junwook menghilang kemudian.
***
"bangun pemalas"
Mendengar suara nya aku perlahan membuka mata ku kemudian nampak Junwook yang kini datang dengan kursi roda. Ia mengambil kantung infuse ku dan menuntunku duduk di kursi roda. Entah diri ku yang lemas membuat diriku begitu mudah di seret sana diseret kesini hingga pada akhirnya aku duduk dengan cantik di kursi roda. Ia meraih jaket baseball favorit ku dan memakaikan nya pada ku. Memakaikan ku kauskaki kemudian memasang topi ku dan memasang selimut tepat pada tubuh ku yang masih terbalut pakaian rumah sakit.
"kita berangkat" ketika aku keluar dari kamar rawat inap ku, aku baru menyadari bahwa sekarang adalah tengah malam. Lorong rumah sakit sangat sepi dengan penerangan yang cukup.
Kemudian Junwook menghentikan dorongan nya pada kursi roda ku dan seperti nya tengah berpamitan dengan suster dan dokter yang merawat ku. Perjalanan di lanjutkan hingga pada akhir nya aku keluar dari rumah sakit. Menyusuri trotoar dengan suasana malam yang masih sangat ramai. Kami berbelok hingga sampai di depan gereja yang sering ku datangi. Baru saja Junwook membawa ku dengan rute yang berbeda.
Junwook membuka pintu nya dan mendorong kursi roda lalu menyusuri karpet cokelat. Memasuki ruangan. Tidak sadar kemudian aku menangis.
"aku tidak tahu masalah mu dan dengan kejadian ini juga aku yakin ini bukan kesalahan mu sepenuh nya"
Aku menangis sesenggukan.
"aku juga tidak menyuruh mu untuk melakukan pengakuan dosa. Ini bukan salah mu."
"katakan semua nya, ini seperti curhat" ucap Junwook sambil mengedikan bahu nya kemudian terkekeh.
"aku tidak menyangka kau yang seperti ini bisa menangis juga. Nikmati waktu mu"
***
"aku mempunyai orang tunggal. Seorang laki-laki yang aku sendiri tidak yakin bahwa laki-laki yang kusebut sebagai Papa adalah orang tua ku dalam artian yang sebenar nya"
"karena kami berbeda"
"mengenai Papa, aku tidak peduli. Ketika aku berdoa. Aku seperti meminta Tuhan untuk melindungi seluruh orang terdekat ku baik yang masih hidup atau pun yang telah tiada. Papa adalah Papa. karena itu aku akan menjadi Pria dewasa yang selalu melindungi Papa ku yang rapuh, bukan nya sebagai Pria kecil yang melindungi Papa"
"rasa penyesalan ku karena tidak bisa melindungi Papa sudah sering hadir. Hal itu di perparah semenjak Nenek pernah bercerita, Papa pernah disakiti oleh orang tidak di kenal saat pulang kerja"
"mulai saat itu aku akan berusaha menjadi kuat dan selalu ceria di hadapan Papa"
"aku mengetahui, bila tidak akan semudah itu bagi ku yang seorang remaja melindungi orang yang ku sayangi"
"namun aku akan terus berusaha"
"semakin lama, aku sadar. Semakin aku besar dan semakin dewasa aku mengetahui Papa tidak lah baik-baik saja"
"tanpa sepengetahuan ku, Papa sering menangis sendirian"
"memeluk diri nya sendiri di tengah malam dengan suara tangisan yang di tahan"
"berteriak tanpa suara"
"aku hancur melihat nya"
"pada saat itu aku mulai mencari tahu dengan hal hal yang berkaitan dengan Papa"
"Papa berkerja di dunia entertain jadi tidak sulit untuk mencari foto maupun informasi nya"
"Pada hari itu saat aku meminjam laptop Papa disaat aku lupa kata sandi email ku, aku melihat tumpukan Polaroid didalam laci meja kerja Papa yang terbuka"
"aku telah lancang memfoto kemudian aku kembali pada Papa seolah tidak ada apa-apa"
"beberapa hari kemudian, aku berjalan-jalan menghabiskan sore ku bersama Junwook, aku berpisah kemudian aku datang pada stand ibu-ibu muda yang dapat bermain tarot atau sejenis nya untuk mengatasi rasa ingin tahu ku"
"aku hanya iseng saat itu"
"aku menyerahkan foto Papa dengan sosok yang ada pada Polaroid"
"ibu itu berkata the hierophant backward, two of swords backward dan satu lagi aku lupa"
"ketika ia menjelaskan nya, aku terkejut. Papa sakit karena masa lalu"
Masih berlanjut
Terima kasih telah membaca cerita ini
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Dance ; jinseob
Short StoryDalam pertemuan yang meyakitkan, Woojin dan Hyungseob hanyut dalam sebuah tarian yang mengingatkan mereka pada masa lalu. Didalam tarian terakhir, ia menggenggam hati nya yang telah terlumuri oleh rasa sakit itu rapat-rapat. Dengan sisa-sisa dari r...