Bagian 6

103 31 2
                                    

Dalam kasus nya, kepergian ku ke tempat ini bukan hanya sebagai tuntutan pekerjaan. Meninggalkan Seoul dengan membawa remaja seusia Sagang tentu sangat amat tidak merepotkan. Kau seorang idol, menginjak kepala tiga bahkan akan kepala empat yang tak lagi 'laku' seperti dahulu. Aktifitas mu yang hanya berorientasi pada Sagang dan ibu mu, agensi yang telah membesarkan mu, mengurusi bisnis clothing line untuk remaja, menjadi trainer bagi trainee agensi mu karena kau telah mentanda tangani kontrak.

Dengan usia yang dibilang sangat sangat matang dengan keadaan diri mu yang masih sering di bilang awet muda, dan tidak sedikit ada yang bilang bahwa diri mu sangat lah tampan bukan lah segala nya. Justru ketika terlihat sangat sempurna, kau ttidak mengetahui sebesar apa beban yang ku tanggung sendirian.

Aku seorang pria dan matang.

Terlepas dari kontrak dengan agensi mu. Mudah bagi seorang pria matang seperti ku mencari seorang pendamping apalagi kau memiliki seorang anak yang kini telah tumbuh sebagai seorang remaja. Namun baik aku juga Sagang tidak menginginkan ada nya seorang wanita dalam hidup kami. Aku cukup bersyukur dengan keberadaan Sagang yang kujadikan sebagai alasan terbesarku dalam menghadapi nya.

Menuangkan seluruh atensi ku pada Sagang dan ibu, aku dapat berdiri hingga saat ini.

Aku berjalan setelah aku dan Sagang berpisah di perempatan jalan. Aku membenahi pakaian ku lalu mampir ke sebuah café untuk membeli segelas Americano. Rasa pahit itu menyeruak hebat untukku yang masih belum terbiasa dengan rasa pahit kopi yang sudah sering kulakukan di pagi hari selama 15 tahun belakangan.

Aku menapakan kembali kaki ku hingga pada akhir nya aku sampai pada sebuah gedung yang sangat-sangat tidak mencolok. Tempat kerja baru ku untuk menyiapkan debut baru bagi agensi ku. Sebuah studio dan aku merasa siap berkerja untuk saat ini.

"kau pasti bisa seobie, semangat!" ucap ku pada diri sendiri kemudian aku masuk kedalam gedung itu. Meski ini hari pertama ku untuk memegang studio yang sangat asing untuk ku Untuk kali ini tidak ada waktu untuk ku untuk beradaptasi.

Teman baru ku, aku tidak ingin menyebutkan nama nya namun ia sudah menunjukkan ketertarikan nya pada ku dan aku sangat risih merasakan hal itu. Ia cukup tampan dengan wajah asia nya yang sangat kental. Sebagai pekerja yang notabene nya satu agesi aku hanya mengiyakan tanpa menunujukkan rasa tertarik ku pada nya.

Aku menghindari nya hingga aku ada pada waktu makan siang. Aku membuka bekal ku dan mulai hanyut dengan obrolan mengenai konsep yang agensi inngin kan dalam debut kali ini. Hingga pada saat itu, aku keluar setelah usai dan pergi untuk mencuci tangan ku. Ku sempat kan untuk mampir ke studio tari untuk melihat-lihat. Sebelum aku menyentuh knop pintu aku melihat diri nya meski dari belakang, aku sangat hafal dengan perawakan nya.

Dengan segera aku bergegas dan masuk kedalam studio kecil dan menekan saklar lampu dan aku mengintip nya aku yakin, dan memang ternyata memang diri nya, Park Woojin. Sedang berjalan dengan Daehwi. Berdua.

Tubuh ku merosot. Tenggorokan ku tercekat. Begitu menyakitkan. Menolak airmata mengalir disisi lain hal itu tidak bisa dibendung. Aku menggigit lengan ku dengan tubuh yang bergetar. Aku memejamkan mata ku, menolak rasa sakit dari tenggorokan dan pening kepala ku juga dari perasaan ku. Aku mencoba untuk menguasai diri ku aku menarik napas dan menghembuskan nya hingga aku merasa ada pada titik paling stabil. Aku terkulai, kemudian menatap lengan ku yang kini memiliki bekas lebam menghitam bergaris yang mengeluarkan darah.

Ini akan sulit.

Aku kembali kedalam studio mengambil studio kosong untukku kemudian aku menghadap depan layar komputer dan mulai menekan tuts keyboard itu rancu.

Mengapa kau selalu ada di depan mata ku, bahkan setelah aku meninggalkan Seoul.

Setelah nya, aku tidak pernah menemui diri nya dan aku bersyukur untuk hal itu.

***

Aku membuka mata ku, kemudian aku berada di dalam ruangan yang asing untukku namun hawa kamar ini tidak asing untuk diri ku di 15 tahun yang lalu. Aku mengerjapkan mata ku pelan dan ini adalah kejadian yang sama seperti 15 tahun yang lalu. Aku menarik piyama navy yang terpasang untuk ku. lalu aku menghirup nya. Aroma yang sama sepert 15 tahun yang lalu. Seperti terulang namun dengan keadaan yang berbeda.

Tetap pada posisi ku, aku mengusap kecil bantal yang menjadi tumpuhan ku. Bagaimana pun seperti nya kau tidak bisa menghilangkan eksistensinya. Seperti terjebak dalam lingkaran takdir yang menyakitkan, baik aku dan diri nya akan selalu berputar. Dalam letak paling terjauh pun, aku akan tetap menginginkan seorang Woojin. Bersamaan dengan lingkaran takdir itu, Tuhan mempercantik keberadaan ku dengan ada nya sebuah hati yang selalu menginginkan nya.

Mengalami sakit hati yang sama dirasakan oleh berjuta-juta hamba Tuhan bukan lah suatu hal yang istimewa untuk seorang hamba Tuhan yang terus akan percaya dengan segala kasih Nya. Sebuah rasa sakit tidak akan datang jika baik kau atau hati mu mengundang rasa sakit itu dalam perjalanan mu. berterima kasihlah setidaknya dengan rasa sakit ini, turut mempercantik cerita mu pada Tuhan.

Aku terus mengusap bantal itu dengan pikiran yang menerawang jauh. Tidak ingin menyalahkan Tuhan maupun takdir, aku hanya bisa memanggil nama Tuhan dan berharap kasih Nya selalu menyelimuti ku.

Sebuah bunyi putaran knop pintu menginterupsi keberadaan ku kemudian masuk sosok yang sudah lama tidak pernah ku jumpa. Ia meletakkan sebuah nampan lengkap dengan segelas susu cokelat hangat.

"kau sudah bangun Hyungseob-a?" aku tidak menjawab pertanyaan nya. Aku hanya terdiam begitu mendengar nya.

"tidur lah kembali, aku ada di dapur. Kau bisa memanggilku jika kau butuh apa-apa"

Aku terkejut, seketika ia berada di depan ku dengan wajah manis nya. Ia sama seperti dahulu dan seperti nya ia sangat cocok dengan rambut blonde nya. Aku terkejut tentu saja kemudian ia memelukku begitu erat.

"sudah lama kita tidak bertemu Hyungseobie"

Daehwi memelukku dengan sesekali mengusap-usap punggung ku pelan. Sedetik kemudian tangan ku terulur untuk memeluk nya.

"kau semakin kurus"

"apakah kau makan dengan baik?"

Aku tidak menjawab nya kemudian aku menangis. Daehwi melihat ku menangis dalam diam. Ia sama sekali tidak membahas nya.

"menangislah, dengan ini beban mu akan terangkat. Hati mu akan membaik. Keluarkan lah"

Antara kesakitan dalam kenyataan nya aku berharap bahwa kamar yang ku gunakan adalah milik Woojin dan aku sangat merindukan nya, juga semalam diri ku telah di sentuh oleh senior ku dan aku merasa sangat bodoh karena tidak bisa menjaga diri ku. Terlalu menyakitkan, aku membutuhkan nya namun aku tahu aku akan hancur jika melihat nya. Entah hancur seperti apa hati ku untuk saat ini. Daehwi terus tersenyum dan menangis menatap ku. Sesekali jari-jari kurus nya mengusap pipi kurus ku dari air mata ku.

"katakan sesuatu Hyungseobie. Aku ingin mendengar suara mu"

Tenggorokan ku begitu menyakitkan untuk mengatakan sesuatu saat ini.

"Hyungseobie?"

Sekali lagi tenggorokan ku tercekat.

Daehwi kini menangkup pipi ku dan membuat tatapan ku intens ada pada nya.

"dimana Woojin?"

Daehwi membalakan mata nya dan pandangan nya bergerak gelisah dan terpaku pada satu titik selain diri ku. seakan memberi jawaban, aku mengikuti pandangan nya.

Ia, Woojin. berdiri diambang pintu dengan penuh air mata.

Masih berlanjut
Terima kasih telah membaca hingga titik ini.

Fyi, seperti nya akan sulit membuat chpt selanjut nya mengingat waktu mereka begitu sulit.

Last Dance ; jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang