Bagian 2

214 45 5
                                    

Saat pagi, aku menuruni tangga dengan cekatan ketika aku merasa terlambat. Meski aku harus menyesuaikan jam ku dahulu, satu hal yang membuat mu untuk selalu ingat adalah jangan pernah lupa mengerjakan pekerjaan sekolah. Papa terlihat sangat segar meski mata nya menghitam oleh kantung mata. Menggunakan kemeja biru muda dan celana denim. Papa cekatan menyiapkan susu dan jus jeruk untuk ku.

"Selamat Pagi sayang. Siap sekolah untuk hari ini?"

Papa selalu begitu, tidak pernah membicarakan nya pada ku. Sementara aku meminum susu ku, aku mengangguk lalu menatap Papa yang masih sibuk dengan penggorengan.

"hari ini aku akan libur, jadi pulang lah lebih awal"

Pada keadaan yang sama, aku hanya mengangguk mengerti lalu mengunyah telur dan bacon.

"Papa, aku ingin nugget"

"untuk itu sayang, pulanglah lebih awal lalu kita akan berbelanja bersama"

Aku tahu kemana arah pembicaraan ini. Aku tidak ingin menunda nya dan dengan segera aku menganggukan kepala ku antusias. Setelah aku menghabiskan sarapan ku, aku melihat Papa keluar lengkap dengan tas selempang hitam dan dan sebuah cardigan telah melengkapi pakaian Papa hari ini. Papa meletakkan tas nya lalu meraih piring dan gelas ku namun ku tahan.

"Papa sudah rapi. Biar aku saja oke? Aku memakai lengan pendek untuk hari ini"

"kau akan kelelahan nanti" ucap Papa khawatir namun aku menggelengkan kepala. Papa duduk di meja makan sementara ia mengawasi ku untuk cuci piring. Dengan sengaja aku melambat-lambat kan acara mencuci piring ku.

Aku melirik Papa yang kini tengah menatap ponsel nya lalu tersenyum sesekali.

"Papa"

Papa mendongakkan kepala nya dan tatapan mata kami bertemu. Mata nya yang bulat dengan pupil hitam itu sangat kontras dengan rambut nya yang kehitaman. Jika di lihat sekilas, kami sangat berbeda. Mata ku tidak lebar, bentuk bibir yang sangat berbeda dan postur jika mimic muka kami sangat berbeda.

"Ya, sayang?"

Seperti aku pada saat aku tersadar jika orang tua ku adalah orang tua tunggal. Senyum teduh dan tatapan nya ketika memanggil ku tidak pernah berubah. Satu hal yang paling aku yakini adalah, kami adalah berbeda.

" kau menginginkan sesuatu?"

Aku melanjutkan untuk membilas piring ku, lalu mengeringkan nya. Mengelap alu meletakkan nya di tepat di samping bak cuci.

"Papa baik-baik saja?"

Papa hanya diam. Ketika itu juga Papa berjalan menuju kearah ku lalu memelukku erat.

"Papa baik-baik saja sayang. Jangan memikirkan Papa"

"Aku anak Papa, jadi aku memikirkan Papa"

"Putra Papa paling hebat!" ujar Papa penuh semangat. Aku hanya bisa menganggukkan kepala ku dan Papa adalah Papa tidak pernah berbagi kesedihan nya kepada ku.

***

Ketika siang hari menjadi sangat panas, makan siang yang cukup asing di lidah ku dan juga ketika kau akan berkomunikasi mengharuskan mu berpikir sepuluh kali lebih keras dari biasa nya, aku hanya bisa menghembuskan napas sesekali sambil mengunyah makanan ku. Aku sangat ingin kimchi nenek dengan nasi putih.

Tepat di ujung ruangan, aku melihat sosok laki-laki asia dengan mata nya yang sipit. Monoeyelid. Aku bersorak didalam hati lalu mengangkat piring makan ku lalu menghampiri nya. Dengan mengkedip-kedipkan mata ku, aku menatap nya penuh. Aku nampak seperti seorang idiot saat ini.

Last Dance ; jinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang