dua

2.2K 254 6
                                    

.

December D

.

Jungkook sampai di apartemen Jimin setelah hampir 3 jam di perjalanan, sesungguhnya Yoongi ingin mengantar Jungkook sampai ke Seoul tetapi ia harus mengurus perizinan tinggal di luar negerinya besok.

Di perjalanan beberapa kali ponsel Jungkook berdering, Seokjin mengatakan agar ia berhati-hati dan berniat menjemputnya tetapi Jungkook menolak karena tidak ingin Jimin tinggal sendirian di kamarnya.

Jungkook mengetuk pintu beberapa kali, tepat ketika Seokjin membuka pintu ia memeluk Jungkook hangat.

"Jimin akan mencekikku kalau sampai ia tahu aku memberitahumu, Jungkook-ah." Ucapnya sembari membuka perlahan pintu kamar Jimin.

"Tidak, Hyung. Aku akan memastikan ia tidak akan mencekikmu." Kata Jungkook perlahan.

Matanya sedikit membulat melihat Jimin terbaring di kasurnya, berselimut tebal dengan kain kompres di keningnya.

"Aku sudah membawanya ke dokter, sebenarnya dokter menganjurkan ia dirawat di rumah sakit," Seokjin menjelaskan saat Jungkook duduk di tepi ranjang Jimin, "tapi kau tahu seberapa banyak Jimin membenci rumah sakit."

Jungkook mengangguk, meraih pipi Jimin dengan punggung tangannya, merasakan seberapa panas suhu tubuhnya, "Astaga. Panas sekali."

"Tiga puluh delapan koma delapan derajat terakhir kali aku mengeceknya," Seokjin memandang Jungkook tidak enak, "maafkan aku memintamu jauh-jauh datang kemari. Aku tidak tahu teman Jimin selain kau dan Taehyung, tapi Taehyung berkata ia sedang tidak ada di Seoul."

"Tidak apa, Hyung." Jawab Jungkook pelan.

"Kau lapar?" Tanya Seokjin sembari mengelus tengkuk Jungkook ringan.

Jungkook menggeleng, pandangannya masih terfokus pada Jimin.

"Aku akan membuatkanmu teh hangat."

Sebelum Seokjin beranjak, Jungkook berseru cepat, "Tidak perlu, Hyung. Aku bisa membuatnya sendiri," Jungkook berbalik melihat wajah Jin yang kelelahan dan warna kehitaman di bawah matanya, "kau istirahatlah, Hyung. Mata pandamu benar-benar mengerikan." Kelakarnya kemudian.

Seokjin terkekeh pelan, "Maafkan aku, Jungkook-ah," Kemudian Jin menguap lebar, "dan kau benar. Sepertinya aku butuh istirahat."

"Selamat tidur, Hyung. Biar aku yang menjaga si bodoh ini."

Seokjin mengangguk, mengacak rambut Jungkook sebelum ia meninggalkan kamar Jimin. Mengucapkan selamat malam yang begitu pelan sebelum ia benar-benar menutup pintu kamar Jimin.

Jungkook mengamati wajah Jimin yang tertidur. Beberapa kali melihat wajah itu mengerut seolah tidurnya terganggu namun ia tidak membuka matanya sedikitpun. Bibirnya pucat dengan wajah basah oleh keringat dingin.

"Bodoh," Jungkook menggeram, "kau mengirimiku pesan seolah kau baik-baik saja dan sekarang apa ini?" Jungkook meraih tangan Jimin di hadapannya, menggenggamnya cukup erat.

Jungkook teringat pada suatu malam, 4 bulan yang lalu saat Jimin pulang ke Busan. Ia yang dengan bodohnya meminta Jimin menghapus Taehyung dari ingatannya. Ia yang meminta Jimin menjadi kekasihnya agar ia mampu melupakan cintanya pada Taehyung. Ia yang membuat hubungan keduanya menjadi rumit. Jungkook tahu Jimin selalu menyayanginya, dan ia merasa begitu buruk menjadikan Jimin sebagai pelariannya. Ia merasa begitu bodoh karena berpikir ia dapat melupakan Taehyung jika ia memiliki kekasih. Ia dengan semua pikiran pendeknya baru saja membuat luka baru untuk Jimin yang sampai saat ini masih belum bisa dicintainya sekeras apapun Jimin mencoba membuat Jungkook jatuh cinta kepadanya.

Conclusion (JiKook/KookMin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang