sebelas

2.6K 249 29
                                    

.

December D

.

Jungkook membuka matanya perlahan, mengerjap beberapa kali mencoba menyesuaikan padangannya dengan cahaya yang samar-samar sudah mulai memasuki ruangan tempatnya tertidur. Ia masih mengantuk sebenarnya, tetapi melihat wajah Jimin yang tertidur pulas di hadapannya membuat kantuknya hilang seketika.

Ia hampir menjerit jika saja otaknya tidak cepat teringat pada kejadian semalam. Ia menginap di kamar Jimin, berciuman hingga bibir mereka bengkak, hingga mereka jatuh tertidur tanpa mereka sadari. Jungkook menggerakkan jemarinya perlahan, lengannya sedikit kebas karena semalaman ia membiarkan Jimin tertidur beralaskan lengannya.

Ah, mungkin ini yang Jimin rasakan setiap pagi setiap tidur sembari memeluknya. Tetapi alih-alih sebal, Jungkook justru merasa senang. Di hadapannya ada Jimin yang tertidur pulas. Matanya yang cantik terpejam. Pipinya semakin terlihat bulat dan bibirnya yang terlihat memerah sedikit terbuka membuat Jungkook tidak tahan ingin mengecupnya lagi.

Jungkook melirik jam weker di atas nakas, pukul 5 lewat 25 menit. Semalam ia sudah mengutarakan rencananya untuk berlari pagi bersama Jimin. Mungkin juga Taemin jika nanti ia bisa dibangunkan. Dan Jungkook ingin bertanding bulu tangkis lagi bersama Paman Park. Tetapi melihat wajah Jimin yang terlihat begitu polos membuat Jungkook sedikit memberikan toleransi pada otaknya perfeksionisnya, sebentar lagi. Dan pukul 6 kurang 15 menit ia akan membangunkan Jimin dan Taemin.

Dengan hati-hati Jungkook membawa salah satu tangannya yang bebas ke arah wajah Jimin, mengusap pipinya lembut, dalam hatinya merasa luar biasa bahagia. Tertidur bersama Jimin dalam pelukannya dan terbangun masih dalam keadaan yang sama. Mungkin inilah yang menjadi alasan mengapa semua orang ingin menikah. Kebahagiaan sederhana di pagi hari, melihat orang yang dicintai ada di hadapannya. Jungkook merasa seperti ia dapat hidup selamanya jika Jimin tetap berada di sisinya.

Dengan perlahan Jungkook mengecup dahi Jimin, menyeret bibirnya menuju puncak hidung milik Jimin yang bangir dan mendaratkan satu kecupan lagi. Dengan gamang ia mendekatkan wajahnya, mengecup bibir Jimin sehalus yang ia bisa. Ringan dan hati-hati. Ketika ia menarik dirinya, Jungkook mendapati Jimin membuka matanya sedikit.

"Pagi, Jungkookie," sapa Jimin dengan suara serak, "tidurmu nyenyak?" Matanya masih separuh terpejam ketika melontarkan tanya.

Jungkook tersenyum kecil dan mencium pipi Jimin cepat, "Tidak pernah senyenyak ini. Apa aku membangunkanmu?" Tanyanya khawatir.

"Tidak," Jimin balas mengecup pipi Jungkook sayang, "aku sudah terbangun sejak pukul lima."

Jungkook memandangnya tidak percaya.

"Aku sengaja menunggu jatah morning kissku," jawab Jimin main-main, "habis aku ingin tahu apa kau akan menciumku di pagi hari saat aku masih bau."

Jungkook tertawa kecil, menjepit hidung Jimin dengan ibu jari dan telunjuknya lalu menariknya pelan, "Kau memang bau."

"Memangnya kau tidak?" Balas Jimin.

"Tidak. Aku Jeon Jungkook yang selalu wangi sepanjang masa, bahkan aku sudah menyiapkan teknologi di masa depan untuk mengekstrak keringatku menjadi bibit parfum nomor satu di dunia." Ujarnya, bercanda tentu saja.

Jimin mencibir, "Omong kosong."

"Kau tidak percaya?" Tanya Jungkook, ia memasang raut terluka pura-pura terbaiknya.

Sayangnya Jimin menyadari kepura-puraan itu, "Tidak akan pernah."

"Kau harus percaya, Park Jimin."

Mendangar nada bicara Jungkook membuat Jimin hampir saja berjengit, "Kalau tidak memang kenapa?" Namun ia segera membalas penuh canda.

"Karena jika tidak kau akan menyesal," Jungkook menggigit pipi Jimin pelan, "kau akan menyesal karena kelak setiap hari kau akan terbangun di hadapan pria yang menurutmu bau ini."

"Begitukah?" Jimin tidak bisa menahan buncahan perasaan bahagia di dadanya, "kalau begitu aku ralat ucapanku, aku akan mempercayaimu seumur hidupku."

Lalu keduanya tersenyum dan kembali menyatukan kedua belah bibir masing-masing. Terbuai dalam cinta yang sulit dijabarkan aksara, larut dalam romansa yang dibangun berdua.

Sebelumnya, Jungkook sempat berpikir bahwa ia tidak akan pernah bisa bahagia setelah Taehyung meninggalkannya. Dengan bodohnya Jungkook pernah berpikir bahwa tidak ada yang mencintainya setelah Taehyung membuangnya.

Dengan semua kedunguan yang ada di muka bumi ini, Jungkook pernah berpikir bahwa ia tidak akan bisa hidup tanpa Kim Taehyung, pria brengsek yang sudah menyakitinya. Tetapi Jungkook akhirnya sadar bahwa ternyata ia salah.

Karena yang perlu Jungkook lakukan hanyalah membuka matanya dan melihat bahwa kesedihannya tidak akan berlangsung selamanya. Bahwa masih ada banyak orang yang mencintainya. Bahwa tanpa Taehyung pun, Jungkook bisa bahagia.

Karena akan selalu ada tawa setelah air mata.

Akan selalu ada matahari setelah hujan menyapa.

Akan selalu ada bahagia setelah duka.

Akan selalu ada Park Jimin untuknya―

―dan tidak ada kata setelah setelahnya.

.

END

.

Conclusion selesai hurray!

Terima kasih kepada para pembaca yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca kisah alay ini. Bahkan berbaik hatinya memberikan vomment yang membuat author semakin bersemangat.

Sampai ketemu di cerita selanjutnya~ bubye!

With Love,

December D.

Conclusion (JiKook/KookMin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang