delapan

1.7K 237 20
                                    

.

December D

.

"Mau kemana, Sayang?"

Jungkook mendekat ke arah Ibu dan Ayahnya yang sedang duduk di hadapan sebuah televisi flat besar.

"Ke rumah Jimin, Ma." Jawabnya mendudukan diri di samping Ibunya yang langsung merapikan syal yang dipakainya.

"Hati-hati di jalan dan jangan pulang malam-malam." bisik Ibunya sembari merapikan rambut di kening Jungkook. Membuat Jungkook seketika merasa diperlakukan seperti kanak-kanak.

"Aku bukan anak kecil, Ma," Jungkook mengacak poninya sebal, "tidak akan ada yang menculikku kalau aku pulang terlalu malam."

Ayahnya hanya menggeleng, "Mamamu peduli padamu, Kook-ah."

"Aku juga peduli pada Mama," decit Jungkook, "aku kan hanya ke rumah Jimin. Tidak jauh, Pa."

"Kau tahu?" Ayahnya melirik Jungkook, "kemarin anak teman Papa mati di depan rumahnya jatuh dari sepeda karena ia sembrono. Kepalanya hancur seperti buah semangka yang jatuh dari atas trolly."

Jungkook mendelik ngeri, "Baik Pa, aku akan berhati-hati." Tangannya mengibas di depan dada, ia benci cerita ngeri karangan Ayahnya.

"Bawa motor saja, Sayang."

"Tidak, Ma. Aku lebih suka naik sepeda."

Jimin sudah 2 hari di Busan dan mereka bergantian saling mengunjungi. Kemarin Jimin datang ke rumahnya dan kali ini yang akan ke rumah Jimin. Jungkook senang ia akan melakukan hal yang sama bersama Jimin selama 2 minggu libur semesternya.

"Ingatkan Jimin besok ia harus menyiapkan bahan yang bagus untuk bicara dengan Papa."

Jungkook memutar pandangannya, "Papa jangan mengajak Jimin berdebat politik, demi Tuhan."

Ayahnya tertawa pelan, "Anak itu punya pengetahuan yang bagus Papa akui."

Ibunya mencibir kecil, "Aku lebih suka ia yang membantuku memasak daripada ia yang meladenimu berdebat tidak jelas."

"Aku suka sifatnya. Tidak jauh berbeda dengan Ayahnya. Benar-benar calon menantu idaman." Ayahnya terlihat tidak peduli bahwa Jungkook merasa seperti melihat sepasang suami istri yang sedang memperebutkan menantu di hadapaj putranya.l.

Jungkook memutar pandangannya mendengar ucapan ayahnya, "Papa dengan Papanya Jimin 'kan sudah lama bersahabat, kenapa tidak Papa ajak saja Papanya Jimin berdebat."

"Ia sudah sering melakukannya, Sayang." Ibunya menjawab sambil mengangkat bahu.

"Menyeramkan," bisik Jungkook, "aku pergi dulu. Aku tidak akan pulang malam-malam aku janji."

Ia bangkit dari duduknya, nampak tidak sabar untuk segera pergi ke rumah Jimin. Kuntum senyumnya merekah.

"Ingatkan Jimin pada janjinya, Kook-ah." Seru Ayahnya.

"Janji apa, Pa?"

"Nanti kau akan tahu." Kata Ibunya sembari menepuk pipi Jungkook pelan.

Conclusion (JiKook/KookMin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang