lima

1.8K 223 6
                                    

.

December D

.

Jungkook terbangun dengan keringat membasahi sekujur tubuhnya. Napasnya terengah dan matanya mencari sosok Jimin dengan liar. Ia mengumpat kecil ketika pening menyerang kepalanya akibat terbangun tiba-tiba. Terburu tanpa merapikan alas tidurnya ia menghambur keluar kamar Jimin.

Matanya menjelajahi kamar Seokjin yang terlihat tidak tersentuh seperti awalnya, ruang tamu yang kosong, dan beberapa kaleng soda serta kopi yang tinggal separuh―sudah dingin di atas meja di hadapan televisi.

Jungkook merasa begitu kalut. Kemudian ia mendengar suara di dapur dan segera menghampiri suara itu secepat yang ia bisa.

Ada Jimin di sana. Sibuk dengan pisau dan bawang bombaynya. Tanpa memperlambat langkah kakinya ia memeluk Jimin erat-erat. Jimin yang terkejut dipeluk tanpa aba-aba hanya mengerjapkan matanya bingung. Beruntung ia sempat melepaskan pisau di genggamannya sebelum Jungkook mencapai tubuhnya.

"Hei, Kook. Ada apa?" Jimin mengusap punggung Jungkook kemudian tangannya memberikan pijatan melingkar yang biasanya selalu mampu menenangkan Jungkook.

"Aku mimpi buruk."

"Sudah, tenangkan dirimu. Itu hanya mimpi, oke?"

Jungkook melepaskan pelukan Jimin pandangannya terarah pada leher Jimin yang penuh dengan noda-noda keunguan hasil perbuatannya yang terlihat menyakitkan. Tanpa sadar Jungkook meringis pelan. Setan apa yang merasukinya semalam sampai bekas dari perbuatannya terlihat semenyaktikan itu? Semalam Jungkook terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri sampai ia tidak menyadari ruam keuangan di leher Jimin dan sekarang semuanya terlihat terlampau jelas.

Jungkook mengalihkan pandangannya dan ia ingin merutuk melihat bibir Jimin yang pucat dengan sebuah luka kecil di bagian tengah―hasil perbuatannya lagi. Jungkook ingin merutuk karena malu maka ia mengalihkan pandangannya pada mata Jimin yang membuat ia semakin merasa bersalah. Kantung matanya yang tebal karena terlalu banyak menangis dan bagian bawah matanya yang menghitam.

Jungkook merasa telah menjadi sahabat dan kekasih benar-benar buruk.

Jungkook menangkupkan telapak tangannya yang besar pada pipi Jimin, merasakan suhu tubuhnya yang sepertinya lebih tinggi dari semalam, "Kau tidak tidur semalam?"

"Eng, aku tidur kok."

"Jim," Jungkook menggeram rendah, "kau tahu aku tidak suka kebohongan."

"Ya, aku memang tidak tidur," Jimin mengalihkan pandanagnnya ke samping, "aku menonton kaset film sampai lupa waktu."

"Kaleng soda itu? Kopi? Kau yang minum?"

"Itu juga aku."

Jungkook ingin marah sebenarnya, tetapi melihat Jimin yang terlihat tidak baik membuatnya urung, "Biar aku yang masak."

Jimin menggeleng, "Tidak. Biar aku yang masak."

"Jim, kau belum tidur," Jungkook mendesah keras, "nanti kubangunkan."

Jimin mengerucutkan bibirnya, "Sekali saja biarkan aku memasak untukmu dari kemarin kau terus yang memasak."

Akhirnya Jungkook mengalah. Ia membiarkan Jimin sibuk dengan kegiatannya memisahkan kuntum-kuntum brokoli sementara Jungkook membuka lemari es dan memilah susu dalam kemasan.

Conclusion (JiKook/KookMin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang