Aku selalu berusaha untuk
mengajakmu melihat keindahan
cinta dengan akhir yang
indah pula-Al-
Sudah 3 jam Varo masih setia dengan buku dan tugas-tugas kuliahnya. Ia sengaja nglembur karena berencana untuk absen selama 3 hari kedepan demi menemani Vina seutuhnya. Varo tidak mau pisah dari gadis itu sebelum ia pergi, karena minggu depan Vina sudah harus ikut dosennya bekerja dan pasti hanya akan memiliki sedikit waktu untuk sekedar jalan-jalan. Varo hanya menginginkan kebersamaan mereka sebelum jarak kembali berlaku tak adil.
Cowok itu menoleh dan tersenyum ketika Vina masuk ke dalam kamar sambil membawakan coklat panas dan sepotong kue yang barusan dibeli kak Rangga ketika pulang dari luar kota.
"Kenapa kamu ngerepotin diri kamu sendiri sih Al."
"Aku justru lebih repot kalau nggak bisa sempetin waktu buat kamu. 3 hari kedepan adalah hari khusus kita berdua, kuliah aku nggak boleh jadi PHO."
Vina tersenyum kemudian meletakkan nampan yang ia bawa diatas meja. Diliriknya buku yang dipelajari Varo membuat gadis itu mengerutkan alis pertanda otaknya sedang berfikir.
Varo menarik Vina untuk duduk diatas pangkuannya. Diikatnya rambut Vina dengan rapi kemudian dipeluklah dari belakang gadis itu dengan erat. Varo mengamati dari samping ketika Vina mulai mengambil alih bolpoin yang ia bawa dan menuliskan beberapa jawaban ke dalam essai yang tadi Varo kerjakan.
Jangan salah, walaupun gadis itu mengambil jurusan design di kampusnya, kemampuan otaknya tidak bisa diremehkan. Baik Varo maupun Vina, keduanya sama-sama berotak jenius. Terutama Vina, gadis itu dapat dengan mudah dan cepat dalam menerima materi dan menghafal. Entah kenapa, mereka berdua seakan telah diseting khusus untuk mendekati kategori manusia sempurna. Ingat, masih mendekati, karena memang pada dasarnya tidak ada manusia sempurna di dunia ini.
"Kamu istirahat aja nggak papa, biar aku yang kerjain sisanya." ucap Vina menoleh ke arah Varo yang saat ini sedang menatapnya dari samping.
Cowok itu mengamati wajah Vina dengan tatapan serius. Mata huzel milik Vina seakan menjadi candu untuk Varo. Jika ia sudah tenggelam dalam tatapannya, semua masalah terasa hilang dan semakin ringan.
Entah kenapa, entah darimana dorongan itu berasal, Varo semakin mendekatkan wajahnya ke arah gadis itu dengan posisi mata yang masih saling menatap. Tangannya semakin mengeratkan pelukannya di pinggang Vina dan menarik gadis itu untuk semakin mendekat. Kening dan hidung mancung mereka sudah menyatu. Deru nafas dari masing-masing sudah terdengar dan terasa jelas. Vina yang ikut tenggelam dalam tatapan Varo pun memejamkan matanya seakan memberi Varo sebuah peluang.
Cowok itu tersenyum miring dan ikut menutup mata, mendekatkan kembali wajahnya dengan satu tangan menggenggam erat tangan Vina. Tinggal beberapa centi bibir itu bertemu, tiba-tiba pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok kak Rangga yang saat ini membulatkan kedua matanya dengan lebar.
Varo dan Vina yang menyadari mereka hampir saja kelepasan pun langsung menjauhkan diri. Ia hendak bangkit dari pangkuan Varo namun ditahan oleh cowok itu agar tetap berada disana.
Keduanya menoleh menatap kak Rangga dengan ekspresi datar. Meski terlihat datar, jantung keduanya benar-benar berdegup melebihi batas normal. Vina benar-benar malu kali ini, namun anehnya rona merah itu sama sekali tidak terlihat. Ataukah manekin punya kemampuan untuk menghilangkan tanda-tanda malu?
"Ee.. anu, gue tadi mau bilang apa sih, itu, apa ya? nggak jadi deh, maaf ya ganggu Var, gue kan juga nggak tau kalau disini ada Vina juga ternyata. Eee.. ya udah gue turun ya, bye. Gue tutup lagi nih." ucap kak Rangga gugup dan segera menutup pintu dengan sedikit dibanting.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDANEL (2)
Teen FictionAkankah jarak membuat kita lebih dekat? membuat kita bahagia pada akhirnya? atau bahkan jaraklah yang menjadi orang ketiga hingga membuat kita saling tersakiti? Aku mencintaimu, mencintai setiap hal yang berkaitan denganmu, tak terkecuali jarak. Bis...