(21) Bersama

50.1K 3.4K 336
                                    

Aku selalu mendidik hatiku,
agar tidak melihat kearah lain
apapun yang terjadi.

-Al-

Menghirup udara yang sama di tempat yang sama dengan orang yang sama. Sesuatu yang selama ini diharapkan Vina akhirnya menjadi kenyataan. Dua pasang kaki yang berdiri berdampingan di bandara itu seketika menyita perhatian seluruh pengunjung yang datang. Siapa lagi kalau bukan Varo dan Vina? dua manusia yang seakan sudah diciptakan untuk bersanding dan membuat kagum setiap mata yang memandang.

Gadis berambut pirang dengan balutan dress bewarna hitam tanpa lengan berjalan berdampingan dengan seorang cowok bak dewa yunani yang berbalut jaket bewarna coklat dan celana jeans. Mata mereka yang tajam dan bagaikan candu sama-sama tertutup kacamata bewarna coklat tua yang bertengger dengan cantik di kedua hidung mancung milik pasangan itu.

"Selamat datang di Paris, Al."

Varo tersenyum sambil mengacak pelan rambut Vina yang sengaja dikepang ke arah samping. Ia memeluk erat pinggang gadis itu membuat beberapa gadis disana yang melihat seketika menjerit histeris.

Vina menoleh ketika Varo tiba-tiba berhenti melangkah dan melepas jaket yang ia genakan hingga tersisa kemeja bewarna biru navy dengan motif putih bertebaran. Gadis itu mengenyit dan hanya terdiam ketika Varo menyampirkan jaket ke arah pundaknya.

"Daritadi banyak orang yang lihatin kamu El, daripada aku bikin keributan di bandara mending jaket aku kamu pake aja."

"Kita makan dulu ya."

Mereka berdua berjalan berdampingan ke arah salah satu cafe yang ada disana. Varo merangkul gadis itu sambil tersenyum, ini yang ia inginkan, kebersamaan. Mungkin hari ini adalah awal dimana semuanya akan diperbaiki dan ditingkatkan. Menghapus jarak, meluapkan rindu kapanpun itu, dan meminimalisir penyakit hati seperti curiga.

Varo bahagia, setelah mamanya sembuh kemarin, papanya berubah dan membatalkan meetingnya hanya untuk membantu mengurus segala kebutuhan pindahan Varo. Satu hal yang sampai saat ini masih terbekas di pikiran cowok itu adalah ketika melihat kedua orang tuanya begitu menerima Vina dengan penuh kasih sayang. Bagaimanapun, restu kedua orang tua adalah kunci utama bagi suatu hubungan. Apalagi hal ini serius, sangat serius.

"El."

Vina menatap Varo dan memperhatikan gerak gerik cowok itu yang bangkit dan berdiri di belakangnya.

"Aku gerai ya, aku cuma takut nggak bisa jagain kamu, disini rame."

Vina mengangguk dan kembali membalas chat dari Ara ketika Varo perlahan melepas ikatan kepangannya dan merapikan rambut Vina yang tergerai. Cowok itu risih ketika segerombolan pemuda di meja belakang sedang menatap lapar ke arah leher jenjang Vina yang terekspos.

"Ara katanya nyampek sekitar 15 menitan lagi."

Varo mengangguk dan kembali duduk di kursinya ketika seorang pelayan wanita menghampiri meja mereka sambil membawakan dua cup putih cappucino hangat.

Pelayan tersebut menatap Varo sambil tersenyum. Berusaha mencuri perhatian yang justru membuat cowok itu memutar bola matanya malas.

"Orang indonesia kan? saya rasa, anda ngerti kalau saya ngomong pake bahasa ini. Tolong hargai orang yang ada di hadapan saya ya. Lain kali, nggak usah ngelihatin sesuatu yang udah dimilikin orang lain, apalagi jika itu ada pemiliknya."

Pelayan tersebut tersenyum kikuk dan menatap malu ke arah Vina. Karena notabene yang sedang ditatap adalah gadis es, pelayan itu semakin kikuk ketika mendapat tatapan datar dari gadis cantik bertopi yang ada di depannya saat ini.

ALDANEL (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang