Semester

17 8 0
                                    

6 bulan,

Kami mengikuti les 2 minggu sebelum ujian semester. Gak ada yang berarti sebulan belakangan ini. Antara aku dan Taufah pun tidak ada kemajuan. Aku masih terus mengamati dia. Tapi dia tidak pernah bertindak untuk merebut hatiku. Aku masih terus menunggu pernyataan itu, tapi kapan..?

Kami kembali dibagi kelasnya menjadi dua bagian. Kelas 3 kali ini harus masuk siang jam 1. Kelas 1 jam 7 pagi dan kelas 2 jam 10.

Hari pertama,

Aku giat belajar dirumah, apalagi aku punya waktu yang banyak untuk belajar. Aku datang lebih cepat agar tidak terlambat dan bisa bergabung bersama-sama yang lainnya belajar disekolah.

Aku ingin duduk menunggu ditaman saja, ternyata disana ada Rony. Kami melihat-lihat kelas-kelas yang masih sibuk mengerjakan ujian. Lalu tidak lama Taufah dan Taufik juga datang. Tapi Taufik pergi kearah kantin. Dan Taufah berjalan mendekati aku dan Rony duduk.

"woy...cepat kali datang"

Sambil menepuk pundak Rony, Aku hanya tersenyum singkat dengannya. Lalu Rony dan Taufah mulai bercerita membahas urusan mereka. Aku pura-pura nyambung dan ikut tertawa saat ada yang lucu. Lagi asyik cerita Dian terlihat keluar dari ruang ujiannya. Dia seperti melihat kearahku dengan kebingungan. Lalu dia datang menghampiri.

Dalam hati aku harus gimana ?, karna disini ada Taufah juga. Tapi aku gak mungkin lari ninggalin area ini. Alhasil aku diam kayak gak terjadi apa-apa.

Dian semakin mendekat dan akhirnya dia duduk disampingku. "Masyaallah"aku harus gimana ?.Apalagi Dian berusaha ngomong denganku.

"Duh yang gantian masuk siang"

"eh..iya"
Aku bersikap datar dengan basa basinya Dian.

"ruangannya yang mana..?"

Aku menunjuk kearah ruanganku paling ujung sebelah kiri. Lalu aku diam lagi sambil terus memastikan Taufah gak berubah gaya. Apalagi sampai marah dan pergi. Dan saat lagi tegang-tegangnya.

"panas nihhh..mau es gak..?"
Dian berusaha akrab denganku, Taufah dan Rony. Rony yang denger langsung nyambung.

"dia aja yang ditawarin, kami gak nih"

"iya ayo bang, tinggal bilang sama abang es nya aja"

"ditraktir nih..?"
Taufah tersenyum mengangkat alisnya.

"ya bang sekali-kali"

Lalu kami memesan es potong diseberang pagar sekolah. Kebetulan tempat kami duduk saat ini dekat dengan pagar.

Selang beberapa menit, suasana mulai mencair. Taufah malah asyik mengobrol dengan Dian. Rony pun ikutan. Aku hanya bisa nyambung-nyambung dikit antara obrolan cowok ini.

Setelah hampir jam masuk, Dian pun pamit pulang. Aku berterima kasih lagi dengn dia. Mungkin dia gak semenakutkan itu. Mungkin hanya aku aja yang berfikir negatif dan heboh duluan. Secara anaknya manis, supel dan cepat mengakrabkan diri. Tapi sayang, hati ini hanya milik Taufah.

Lalu bel pun berbunyi, Dian pun pamit pulang. Untunglah...!!!. Karna lebih lama Dian disekitarku dan Taufah itu bisa bikin masalah besar.

Kami masuk keruangan ujian dan menghadapi seminggu kedepannya dengan penuh harapan. Karna setelah ini langkah kami lebih berat lagi.

Me & Twin boys Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang