nge-date

14 2 0
                                    

Begitu kikuknya aku duduk dibelakang Taufik. Motor yang dia bawa melaju perlahan tapi pasti. Kali ini kami gak malu-maluin buat jalan karna gak seberantakan kayak kemarin. Karna yang dikerjain dimakam Taufah tidak banyak.

Dari belakang motor aku terus memperhatikan Taufik dari kaca spion. Aku ingat saat pertama dan yang terakhir kalinya aku dibonceng Taufah pulang. Andai yang didepanku Taufah, tapi kenyataannya yang didepanku saat ini adalah saudara kembarnya.

Wajah mereka 95% mirip, sampai aku merasa Taufahku selalu ada. Dan rindu ini dapat berkurang saat melihat Taufik. Hanya saja pribadi mereka sangat berbeda. Taufah memang jarang basa basi denganku, tapi saat waktu yang tepat dia mampu banyak bicara yang dapat mendekatkan kami. Tapi Taufik ini sangat pendiam dan aku gak tau mau bahas apa dan memulai bicara apa dengannya.

Sampailah kami disebuah warung makan yang menjual sarapan pagi. Aku turun duluan karna Taufik harus memarkirkan motornya dulu. Kami pun masuk dan duduk dibagian depan warung.

Ibuk penjual pun datang menawarkan menu. Taufik mempersilahkan aku duluan untuk memilih. Kebetulan aku sudah lama gak makan enak dan menikmati rasanya kenyang. Aku memilih mie goreng dan air putih. Karna aku gak suka minuman manis, dan air putih sehat apalagi ini masih pagi. Taufik memesan nasi goreng dan teh hangat.

Saat menunggu, mulailah muncul kebingungan dan kecanggungan antara kami lagi. Aku gak tau mau bicara apa dan Taufik pun hanya diam memainkan jarinya diatas meja. Tapi kalo bukan aku duluan yang mulai aku gak akan bisa dekat dengan Taufik. Kalo aku gak deket gimana aku bisa bikin dia bahagia. Kalo dia gak bahagia Taufah gak akan tenang disana.

"hmm..kamu ntar kuliah dimana Fik..?"

"kayaknya di Jogja dehh.."

"lohh..kok disana bukannya dulu Taufah bilang kalian mau kuliah di UNIBA"

"tadinya iya, tapi aku mau sambil kerja disana ada tempat sablon saudara"

"trus..tahun ini juga..?"

"tapi liat dulu..habis gak tega ninggalin Ibuk"

Aku pun terdiam sejenak, karna kalo memang Taufik pergi aku gak akan bisa bertemu lagi apalagi mastiin Taufik bahagia. Rencanaku gagal donk...!!! Aku gak mungkin ngotot, aku siapanya coba, dan aku juga gak deket dengan dia jadi gimana bisa ceplas ceplos ngelarang dia pergi.

Lalu menu yang kami pesan datang, kali ini selera makanku kembali hilang. Niat buat makan kenyang undur lagi. Tapi Taufik nampak mulai melahap sarapannya dengan tenang. Sementara aku memperhatikan dengan gusar.

Stop...!!!! Gusar dalam hatiku, aku harus susun rencana dari sekarang. Karna jika emang dia mau kuliah tahun ini di Jogja artinya tinggal 3 bulan waktuku. Lalu siapa yang mau aku ajak menyusun rencana..?? Ernita..??? Dia bakal no 1 jadi orang yang menentang. Karna baginya aku gak boleh mikirin siapa pun kecuali Taufah...!!!

Trus...apa Eko, atau Johan..??? Rafly...???. Karna pastinya semua cowok itu punya kesibukan. Dan mereka gak akan bisa paham apa yang aku lakuin. Jadi...siapa...?????

"Ibunya Taufah...!!!!!"

Aku langsung mendapat ide, karna melihat kemarin Ibunya Taufah begitu care denganku. Dan Taufah dan Taufik itu adalah anaknya, maka beliaulah yang paling mengerti maksud dan tujuanku.

Mie yang tadi bikin gak selera, kini habis aku makan. Karna berkat ide ini, apa yang jadi harapan Taufah akan pasti terwujud. Sama artinya sekali mendayung dua tiga pulau terlewati. Aku bisa dekat dengan semua keluarga Taufah. Dan aku juva gak hanya bisa bikin Taufik bahagia, tapi juga semua keluarganya.

Setelah selesai makan, Taufik langsung beranjak dan membayar tagihan. Aku sedikit malu karna aku yang ngajak tapi dia yang traktir. Tapi gak apalah, dia kan cowok jadi itu wajib dilakuin.

Kami pun berjalan keparkiran motor, saat hendak naik kemotor aku melihat wajah Taufik yang memerah dan hidungnya keluar darah mimisan. Dengan segera aku memberitahu. Aku langsung kewarung tadi dan meminta tisu untuk membersihkan darah mimisan Taufik. Aku menyapu hidungnya dan saat itu Taufik memegang tanganku. Dan...!!!!! Aku sangat kikuk bukan main. Matanya menatapku tajam serasa menembus jantungku. Tangannya menggenggamku kuat seperti aku diremukkan hancur seketika. Apa yang terjadi, kenapa aku jadi salah tingkah begini.

Taufik meraih tisu yang kubawa dan mengusapnya sendiri. Aku tau aku terlalu lancang, tapi itu hal pertama yang terlintas saat melihat Taufik mimisan kembali didepan mataku. Karna aku sangat ingat dulu saat upacara bendera, dimana aku, Taufah dan Taufik terpilih untuk menjadi petugas pengibar bendera. Saat itu perhatianku masih ke Taufah, hingga saat Taufik mimisan sekali pun aku tidak bergeming.

"kamu gak apa-apa, kita ke Dokter aja yukz..??"

"gak perlu, ini udah biasa. Karna udah beberapa hari ini kena panas terus"

"beneran..?? Yakin..???"

"iya..!!"

Aku pun gak bisa berbuat apa-apa karna Taufik merasa ini sudah biasa terjadi. Dan aku pun gak mungkin sok tiba-tiba perduli. Yang jelas mulai sekarang aku gak boleh biarin Taufik panas-panasan atau terlalu capek lagi.

Setelah darah dihidung Taufik benar-benar sudah berhenti. Kami pun pergi, dan Taufik mengantarku pulang. Aku hanya bisa terus memperhatikan hidungnya Taufik, sepanjang perjalanan dari kaca spion.

Me & Twin boys Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang