rencana

12 2 0
                                    


"kamu beneran gak kenapa-kenapa..?"
Aku bertanya lagi pada Taufik karna merasa khawatir.

"iya..!!! Yaudah aku pamit ya.."

Hanya seperti itu saja percakapan antara kami. Aku yakin Taufah gak akan tenang liat kondisi saudaranya yang kayak gini. Aku harus cepet-cepet jumpa Ibunya Taufah.

Segera setelah Taufik pulang, aku mempersiapkan diri untuk nanti malam. Yang artinya pekerjaan rumah membantu Ibu harus segera disiapkan. Aku tau beberapa hari kebelakang jiwaku seperti tidak ada ditubuhku. Aku tidak tau makan, dan aku bahkan tidak berinteraksi dengan keluargaku. Rasa kehilangan ini harusnya tidak membuatku lupa dengan hidupku. Karna biar kami sudah didunia yang berbeda, aku masih bisa mencintai Taufah bahkan kini semakin mencintai dia.

Malamnya,

Aku bergegas hampir setelah magrib berlalu. Kali ini aku dijemput Rafly, yang kebetulan belum pernah datang ke Tahlilan. Karna memang perbedaan Agama dan juga dia sibuk diacara Gereja. Kedekatan aku dengan Rafly biasa aja, dia paham tentang aku dan Taufah. Bahkan dia salah satu mak comblang kami berdua.

Sampai disana tamu yang datang semakin sedikit, mungkin karna sudah hari yang ke 9. Semua sudah menjalankan kesibukan masing-masing. Tapi semua teman dekat kini hadir. Aku bergabung dengan yang lain. Pembicaraan biasa semua menanyakan keadaanku. Dan setelah itu semua bahas masa depan masing-masing. Karna sebagian kampus sudah ada yang membuka pendaftaran.

Taufik keluar dari rumah dan menemui kami yang duduk didepan. Aku hendak menyapa tapi melihat semua ada disini, aku gak mau ada salah paham soal kedekatan kami. Aku pun menyisihkan diri dan mencari Ibuknya Taifah. Karna rencana harus segera dimulai.

Akhirnya aku menemukan Ibunya Taufah, setelah berkeliling dirumah. Untungnya di aku, tidak ada siapa-siapa didekat Ibunya Taufah. Aku menghampiri dan mulai membuka pembicaraan yang ringan-ringan.

"Buk...katanya Taufik dia mau ke Jogja ya...?"

"iya katanya gitu, tapi belum pasti. Orang gak pernah merantau jauh dari orang tua."

"Buk...jangan diijinin... nanti kalo Taufik pergi siapa anak Ibuk yang nemenin Ibuk"

"kamu kan ada...hehe... gak lah becanda, Ibuk gak akan pernah ngijinin tenang aja"

Mendengar pendapat Ibunya Taufah aku sangat lega. Karna artinya posisiku sangat kuat, ada Ibunya yang nentang keputusan dia buat ke Jogja.

Aku pun pamit bergabung dengan yang lain, kami sama-sama membacakan yasin untuk Taufah.

Pas pulangnya kami bertukar no Hp, karna jaman ini belum banyak yang punya Hp pribadi. Paling satu rumah punya satu, ya punya bokap. Makanya dari awal cerita gak ada bahas soal telpon-telponan.

Aku bersiap pulang dengan Rafly namun tiba-tiba ternyata motor Rafly mogok . Yang sudah jalan duluan gak tau aku sama Rafly masih tertahan dirumah Taufah. Kalo mau perbaiki katanya sihhh lumayan jauh ndorongnya. Tapi aku sebagai cewek gak mungkin ikut nunggu. Karna jam aja sudah lewat jam 10 malam, saking asyik ngobrol sama anak-anak yang lain.

Taufik yang tau, punya ide buat bantu dorong pakai kaki dari samping dengan motornya. Rafly sendiri dan aku naik dengan Taufik. Kayaknya Tuhan emang udah ngatur semua, biar aku bisa dekat dengan Taufik. Taufik terus mendorong pakai kakinya dari samping, sampai ketemu bengkel pinggir jalan.

Taufik pamit karna mau ngantar aku duluan karna gak mungkin nunggu karna sudah malam. Rafly juga gak keberatan pulang gak bareng sama aku.

Sepanjang jalan aku seneng bukan main, dukungan Ibuknya sudah, sekarang time buat deket lagi datang tanpa aku rencanain. Taufah pasti yang bantu doa, karna ini saudara kembarnya.

Sampai dirumah,

"makasih ya udah nganter"

"akulah yang makasih, kamu gak pernah absen buat datang doain Taufah"

"ya...dia orang yang aku sayang. Kalo kita sayang pasti bakal lakuin apa pun buat orangnya"

"ya... cinta kalian tuhh...kayak sinetron. Tapi ini nyata, aku seneng ada yang sayang sama saudaraku kayak kamu"

"btw.. kalo kamu sayang sama saudaramu, kamu harusnya ikutin mimpi dia. Dia pengen kuliah bareng aku di UNIBA. Kamu juga harusnya sama, jangan pergi jauh ke Jogja sana. Siapa yang jagain makam Taufah..? Siapa yang nemenin Ibuk disini..?"

"kalo disini aku justru ingat terus"

Aku tidak pernah berfikir sampai kesana. Alasan ini sungguh tidak ada hakku untuk menentangnya.

"Fik...demi Taufah, demi Ibuk, Ayah kamu, dan demi aku...!!!! Kuliahlah disini jangan ke Jogja...!!!"
Aku meraih tangan Taufik dan memelas padanya.

Taufik menatapku dalam, matanya berbinar. Apa karna ucapanku, atau nama-nama yang kusebut membuatnya terharu. Tapi tatapan itu berbeda, seperti menatap untuk memastikan sesuatu. Tapi aku gak tau, karna baru kali ini dia mengungkapkan rasa sesak dihatinya.

"aku bakal mikir lagi nanti"
Taufik menghidupkan motornya.

Lalu berlalu dengan cepat, seperti lari dari pertanyaanku. Aku harap ini gak bikin nambah beban dihatinya. Karna jika kamu jauh Fik, aku gak punya daya buat ngejar. Aku kuatnya disini, aku bisa perjuangin semua maunya Taufah disini. Makanya aku gak akan biarin kamu pergi.

Me & Twin boys Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang