pemakaman

16 4 2
                                    

Tepat hari ini kekasihku telah pergi. Apa yang aku rencanakan berdua sudah tersapu air mata. Cinta yang aku rasakan kini hilang pemiliknya. Seseorang yang jadi pusat perhatianku, yang jadi alasanku tersenyum dan tertawa kini pergi dari dunia. Cinta yang dijabar kini hanya kenangan yang terbengkalai.

Taufahku sudah dimandikan, dia diangkat dan dibawa masuk kedalam. Beberapa orang membentangkan kain kafan. Taufah dibaringkan diatasnya.

Dengan air mata ini, aku menyaksikan tubuhnya yang kekar ini kaku tak bernyawa. Kakinya yang berlari kesana kemari kini diikat dan dibungkus kain kafan. Tangan yang pernah menggenggamku kini kaku terlipat diatas dadanya. Wajahnya yang penuhi hari-hariku saat kesal, marah, usil, dan bahagia kini pucat tak berseri. Matanya yang mencuri-curi tuk menatapku kini terpejam selamanya. Suaranya yang pernah memanggil dan menyatakan cinta padaku kini terbungkam tuk selamanya.

Badan Taufahku tlah terbungkus kain kafan, hanya wajahnya yang dibuka untuk sementara. Tangisan Ibu Taufah makin menjadi-jadi, aku yang melihat tak kuat tuk mengakui aku juga sangat terpuruk. Bagaimana aku mengurangi air mata Ibunya Taufah, jika air mataku saja tak mampu kutahan. Taufik nampak sangat terpuruk sampai terus memanggil-manggil Taufah. Mereka orang yang berbeda meski saudara kembar, tapi mereka selalu bersama tak terpisahkan.

Dan aku..!!!. Aku hanya orang baru dalam hidupnya Taufah. Orang yang baru setahun ini mengikrarkan cinta. Dan orang yang baru sehari bersatu dengan Taufah.

Para pelayat silih berganti berdatangan. Semua teman sekolah datang berbela sungkawa. Mereka yang tau tentang kami, tak mampu menahan air mata. Ya... kami yang saling menyayangi. Kami yang selalu dijodoh-jodohkan. Kami yang selalu mereka dukung tuk bersatu. Kini terpisah setelah melangkah sejauh ini.

Yasin silih berganti dilantunkan. Saudara Taufah yang ditunggu-tunggu telah datang. Para pengurus mesjid dan keluarga yang dituakan, berunding menentukan pemakaman. Aku yang mendengar, menatap terus kearah Taufah. Inikah saat terakhir aku melihatnya, tunggulah lagi.... aku masih sangat merindukan Taufah. Tapi aku tau makin lama Taufahku disini makin berat untuk semua. Aku tau saat ini dia melihatku, entah dimana dia berada.

Katanya pemakaman setelah dzuhur, artinya setengah jam lagi. Aku membelai kepalanya, dimana disana luka yang merenggut hidup Taufah. Air mataku hampir jatuh, aku tau ini tak boleh menyentuh kain kafannya. Aku harus mengusap dan berhenti menangis, agar Taufah tenang dan tak tersiksa disana.

Aku mengecup kening Taufah untuk yang terakhir. Aku tak sanggup lagi berada disana menyaksikan. Dimana Taufah akan ditutup semua tubuh, dan wajahnya. Raungan keluarga dan tangisan sanak keluarga menghiasi ruangan rumah. Aku harus menutup telingaku dan berseru dalam diriku aku harus kuat demi Taufah. Jika bukan aku yang menenangkan semua siapa lagi.

Taufah diangkat kedalam keranda, lalu diangkat menuju mesjid untuk dishalatkan.

Ernita menggandengku berjalan kemesjid. Kami shalat bersama, karna inilah yang lebih diperlukan Taufah, bukan air mata. Masjid penuh oleh makmum yang akan mendoakan Taufah. Aku sangat bangga karna jalan Taufahku akan lancar disana. Taufahku tak akan menderita, tak akan tersiksa.

Taufah digiring kedalam ambulance. Mobil ambulancenya bergerak menuju kepemakaman. Aku naik motor dengan Johan menuju kesana. Ernita dengan Eko. Dan banyak lagi yang mengiringi kepergian Taufah dibelakang. Banyak yang menyayangi Taufah artinya, banyak...!!!

Sampailah di Temiang, pemakaman umum terdekat. Makam Taufah berada di pinggir jalan besar. Semua orang dapat dekat jika menyekar nanti. Makam itu sebagian sudah terisi, dan ditengah-tengah itu nanti Taufahku akan bersemayam.

Tanahnya sudah digali, bunga-bunga sudah banyak dibawa. Taufah pun dimasukkan kedalam liang lahat yang sempit itu. Dimana Taufik, Ayahnya, dan saudara yang lain menanti dibawah. Dengan arahan ustadz yang ikut datang, semua dilakukan sesuai perintah agama. Taufahku sudah dibaringkan diatas tanah. Berdinding tanah, dan beratapkan tanah.

Setelah Taufik mengadzankan Taufah. Liang lahat itu ditutup papan, dimana aku terakhir melihat Taufah disana. Papan yang jadi dinding pemisah kekal kami berdua. Tanah yang akan menjadi jarak abadi kami berdua.

Liang itu sudah mulai diisi tanah. Sedikit demi sedikit hingga penuh dan tak bisa lagi kulihat Taufahku yang terbaring disana. Liang itu sudah membumbung penuh oleh tanah. Disana doa-doa mulai dilantunkan. Taburan bunga membungkus tanah kuburan Taufah. Air mulai dicurahkan berharap akan meresap hingga menyentuh Taufah. Nisan bertuliskan nama, tanggal lahir dan tanggal meninggal tertanam dipusara Taufah. Taufahku benar-benar sudah meninggalkanku selamanya...
Selamanya...

Hingga tangan ini bergetar menyentuh pusara Taufah. Kakiku seperti tak menginjak bumi lagi. Angin makin kencang menggoyangkanku. Kini aku sendiri. Dimana hatiku tertinggal dan hatiku yang hilang separuhnya bersama Taufah. Taufah yang kucinta.

Me & Twin boys Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang