5. Club

10.1K 1.1K 80
                                    

RAFI POV

Proyek baru sudah gue setujui, tinggal tanda tangan orang korea, Dion, kak Firi dan terakhir gue.

Gue suruh Dion ke Bali buat tanda tangan doang, karena gue gabisa kemana-mana sebelum proyek film gue mulai syuting, untung Dion mau-mau aja!

"Gue seneng Raf bisnis sama lo, tinggal duduk doang, duit ngalir." Kata Dion, gue mendecak.

Gue udah biasa diandalkan banyak orang, gue pun paham kemampuan gue segimana. Jadi kalo gue bisa menyenangkan banyak orang, kenapa engga?

"Transfer duit coy!" Kata gue dan Dion mengangguk pasti.

"Proses kerjanya berapa lama di sana?" Tanya Dion.

"Mr. Brad udah siapin semua perizinan, selesai gue tanda tangan, langsung mulai kerja, paling lama satu tahun." Jawab gue.

"Tumben orang korea namanya Brad." Ternyata hanya itu yang dipedulikan sama Dion si manusia gila.

"Namanya so-un so-un gitu kaya bihun. Gue bilang susah manggilnya, dia minta dipanggil Brad."

"Ohhh, pantes. Terus PR (public relation) lo, si Belinda, udah lo hubungin?" Tanya Dion.

"Aman."

"Oh iya, bulan depan, kita semua mau ke Bali. Kata Bianca ada yang mau dia obrolin prihal Syltha."

"Atur aja, gue mah bisa-bisa aja kok." Kata gue.

"Makan ayok ih! Bisnis mulu yang diobrolin!" Papa dateng dari ruang makan, ngajak kami makan malem.

Gue sama Dion ngikut ke ruang makan, udah ada anggota keluarga gue di sana. Papa yang pensiun dan menyerahkan semua urusan Arûna (nama PH) ke gue, sekarang banyak diem di rumah, main sama curut Gara.

"Dek, cariin rumah dong, buat kakak!" Kata Firi. Nah gini kalo ada Papa-Mama. Kita berdua sopan, kagak gue-elo. Takut didamprat sama bapake.

"Emang mau pindah dari sini? Jangan ah di sini aja!" Kata Mama, nyamber kaya bensin.

"Ya, Ma. Kakak sama Ocha kan pengin mandiri gitu, pengen punya rumah sendiri. Kakak ada apartment di tempatnya Rafi, cuma kan gak enak kalo tinggal di apartment." Jawab Firi.

"Di komplek kita ini kayanya ada yang dijual deh." Kata Papa.

"Eh serius?"

"Coba aja tanya satpam, kemaren Papa ngobrol sama Pak Syarif sih gitu." Jawab Papa.

"Okay!"

Kami lanjut makan malam dengan obrolan ringan. Terdengar sesekali Mama nanya kapan gue bawa cewe baru.

Duh gampang kalo mau bawa mah, yang suka rela jadi pacar gue banyak. Tapi gue lagi gak minat, sekarang minat gue sebatas cobain mereka di kasur. Selebihnya gue lagi males.

Makan malam selesai dan kami semua sudah pindah ke ruang keluarga, nonton film apa gitu gue lupa judulnya.

Gue bosen, tapi yaudah lah. Sehari dua hari sama keluarga gak bikin gue gila. Jadi gue cuma bisa duduk selonjoran doang deh sekarang, nikmatin waktu bareng-bareng sama keluarga.

"Raf, kapan mau nikah?" Tanya Dion.

Semua mata sekarang tertuju ke gue. Anjir, berasa putri indonesia deh gue ah.

"Belom nemu yang, ugh!" Kata gue.

"Ugh tuh gimana?" Tanya Dion.

"Halah, lo tau jawabannya!" Sahut gue dan yang lainnya ketawa.

Buset dah, gue gak ngerti kenapa mereka semua seneng banget ledekin gue soal nikah. Emang penting ya nikah itu? Kayanya gak begitu penting deh, gaperlu sampe dijadiin tujuan hidup juga, kan?

BAD ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang