U

289 46 0
                                    

Setelah kemoterapi, Calum pulang dengan dibantu kursi roda yang dibawakan oleh kak Mali.

Sebenernya Calum masih bisa berjalan dengan baik tapi mungkin gara-gara apa gue juga gatau, ya jadi gitu deh.

Calum turun dari kursi rodanya, dan memeluk gue sambil menepuk punggung gue pelan dan tersenyum. Dan Calum pergi menuju kamarnya untuk mengganti pakaiannya.

Sementara itu, gue dan kak Mali duduk di ruang tamu. Kak Mali menawarkan makanan dan minuman. Dan akhirnya kak Mali mulai bertanya tentang gue, tentang hubungan gue dengan Calum.

"Jadi kalian gak satu sekolah?" tanya kak Mali. Dan gue menggeleng. Kak Mali mengangguk.

"Kamu jaga Calum baik-baik ya. Kamu tau keadaannya kayak gimana, dan siapkan mental. Bikin hari-hari yang bikin dia bersyukur kalo dia bisa hidup dan bersyukur pernah punya kamu. Oke?"

Gue mengangguk dan berkata 'oke'. Kak Mali tersenyum senang, dan tak lama kemudian pun Calu keluar dari kamarnya.

"Ayo, katanya mau ke cafe?" tanya Calum. Gue dan kak Mali langsung ngeliat Calum. Kini penampilannya sedikit berubah.

 Kini penampilannya sedikit berubah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue tersenyum dan mengangguk "kuy." gue langsung lari menghampiri Calum dan menggandeng lengannya. "kak, kita pergi dulu ya?" ijin gue, dan dibalas dengan anggukan dan senyuman dari kak Mali.

Gue pergi menuju kafe. Calum dan gue dari tadi asik ketawa. Bicarain apa aja yang lucu. Calum asik makan es krim coklatnya dari tadi, sampe celemotan. Tapi gue sengaja ga ngasih tau dia.

Gue moto Calum yang pipinya banyak lelehan es krim. Lucu banget tau ih. Dan sayangnya gue ketauan motoin dia gara-gara kamera gue bunyi waktu mau motoin dia. Terus Calum mulai ngambek gitu sama gue.

"Ih hapus ga sel? Hapus ih jelek tau." rengek Calum sambil berusaha merebut ponsel dari gue.

"Gapapa kali cal, gabakal aku share tenang. Lagian kamu celemotan gitu makannya, kan lucu. Sini deh di lapin."

Gak kerasa gue di kafe itu udah tiga jam lebih. Makanan yang kita pesan udah abis dari tadi, tapi kita masih asik ngobrol.

"Ini udah jam setengah tujuh. Ga kerasa ya?" kata Calum sambil tertawa kecil.

"Yaudah kita pulang aja yuk."

Calum langsung menuju meja kasir untuk membayar semua makanan yang kita pesan. Lalu Calum dan gue masuk ke dalam mobil.

"Yakin?" tanya gue, saat ngeliat Calum rada sedikit merasakan pusing di kepalanya saat ingin menyalakan mesin mobil.

"Iya, gue gapapa kok." jawabnya, lalu Calum langung mengemudi mobilnya.

"Cal, boleh gak sebelum pulang, kamu main ke rumah aku dulu?"

"Emangnya kenapa?"

"Minta temenin aja."

"Orang tua kamu emang setuju kalo malem-malem gini aku main ke rumah kamu?"

"Tenang, gaada yang ngeliat kita berdua. Yakin kok."

Calum pun tersenyum dan menuruti permintaaan gue. Gue meminta Calum memakirkan mobilnya di rumahnya, dan kita jalan ke rumah gue. Rumah gue sama dia kan ga jauh-jauh amat, jadi bisa lah jalan.

"Sini naik ke atas pager." ajak gue.

"Ayo cepetan jangan brisik."

"Ini kan kamar kamu?" tanya Calum.

"Ih bukan ke kamar, hayo pikirannya mulai ngawur nih?" goda gue.

"Gak kok gak." balas Calum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ini ada tangga, ayo naik." ajakku.

Gue sama Calum pun segera naik ke atas. Gue ngajak dia ke atap genteng rumah gue. Atap rumah gue itu datar, jadi masih bisa berjalan dengan biasa di atas sana dan tak perlu khawatir kalo akan jatuh.

"Waw." kata Calum sambil menghela nafasnya kasar.

"Capek ya? Maaf ya?"

"Gak kok gak. Btw ini langitnya bagus banget. Enak ya punya rumah kayak rumah lo."

Gue tersenyum dan menarik tangannya ke depan. Gue menyerahkan batu runcing ke Calum.

"Tulis nama lo disini. Di samping nama gue." dan Calum langsung mengambil batu tersebut dan menulis namanya disamping nama gue yang udah ditulis.

Akhirnya terjadi keheningan diantara kita. Namun Calum merangkul gue, mencoba memberi kehangatan karena angin malam sangat sejuk.

"Hei, mikirin apa?" tanya Calum.

"Gak. Cuma gue lagi keinget sahabat gue aja." gue menghela nafas pelan, "Hashley."

"Cerita aja."

"Dia temen aku dari tk sampai kelas satu smp, cuma waktu kelas satu smp, dia meninggal gara-gara kena penyakit yang sama kayak kamu. Dia udah menderita penyakit itu selama tiga tahun, dan aku baru tau dia kena penyakit itu waktu tiga bulan sebelum dia meninggal." Gue menjeda perkataan gue sambil menghela nafas kecil dan menatap Calum, "aku juga takut kehilangan lagi. Kehilangan orang yang aku sayang."

Calum menatap gue serius, gue tau mungkin hatinya sedang sakit atau apa sebagainya, tapi entah kenapa gue kayak gatahan buat ungkapin yang ada di dalam hati gue ke Calum.

Calum langsung merangkul gue, dan gue bersandar di dada kirinya Calum sambil mengeluarkan air mata.

"Kalo aku nanti bener-bener pergi, anggep aja kalau semua hari-hari yang pernah kita jalanin itu sebagai pemanis aja."

Gue tau air mata Calum saat ini sedang menetes hingga ke rambut gue. Gue ngerasa bersalah udah ngomong kayak tadi ke Calum. Gue membenarkan posisi badan menghadap Calum.

"Cal, maaf. Aku gak bermaksud buat–"

"Gak, gapapa kok. Harusnya aku yang minta maaf. Udah gausah dibahas lagi ya?"

Gue dan Calum duduk di bawah bintang-bintang. Dan akhirnya gue terbangun di kasur. Kasur kamar gue. Gue melihat kertas yang gue genggam.

Kamu ketiduran kemarin, jadi aku bawa kamu ke kamar. Tenang, kamu masih aman.

"Aman? Dasar Calum ada-ada aja." ucap gue sambil tertawa kecil. Gue gabisa bayangim Calum ngebawa gue ke kamar ngelewatin tangga kecil. Pasti berat.

•••
(a/n)
kata-katanya makin lama ga seasix dulu. ya gegara mau ditunjukin adegan romatisnya
eaeaeaeaeaea
dabel apdet gengs buat kelen kelen
aq baik qan hehe

Precious||HoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang