11. Tears

508 81 177
                                    


Seoul, December 2014

Junhoe berbaring di atas ranjangnya, matanya menatap langit-langit kamarnya yang tidak bersalah. Sekelebat pikiran tentang Yunhyeong tiba-tiba saja menyergap. Ia tidak bisa menepisnya, tidak bisa menepis Yunhyeong dan mengusirnya yang telah lancang berputar dalam memorinya.

Sebagian hatinya menyesali keputusannya menerima cinta Jinhwan saat itu, tapi sebagian lagi bertahan dengan ego untuk membuat Yunhyeong cemburu.

Ia tersenyum sendu, "aku rindu, Yunhyeong."

***

Yunhyeong duduk termenung di belakang rumahnya. Kakinya menggantung, tidak berniat mengayunkan ayunan yang menjadi media duduknya saat ini. Matanya memandang langit dengan tatapan kosong, mengabaikan hamparan bintang yang bertaburan malam ini.

Hah.

Sudah berapa kali pemuda manis itu menghela nafasnya? Tujuh? Delapan? Ia tidak menghitungnya.

Otaknya kembali memutar penjelasan Taeyong sore tadi. Semuanya terasa buram.

Junhoe hanya ingin membuatmu cemburu, mungkin?

Junhoe tiba-tiba menjadi anak baik dan sedikit terbuka dengan pikirannya.

Junhoe berhenti merokok dan minum alkohol semenjak mengenalmu.

Junhoe mencampakkan jalang yang selalu mengejarnya untuk mengemis sebuah ciuman.

Banyak hal yang baru ia tahu tentang Junhoe dari Taeyong.

Kenapa?

Kenapa Junhoe harus marah pada Chanwoo karena hal sepele?

Taeyong bilang Chanwoo yakin ia akan menerima Junhoe karena lelaki Goo itu lebih tampan dan lebih tenar bila dibandingkan dengannya.

Ia jelas akan memilih Junhoe, namun bukan itu alasannya. Tapi karena hatinya telah benar-benar memilihnya, memilih Goo Junhoe tanpa syarat. Ia mencintai Junhoe dengan tulus, bukan karena wajah dan ketenaran, apalagi harta.

Ia tidak butuh semua itu, ia hanya butuh Goo Junhoe untuk melengkapi puing-puing puzzlenya yang hilang.

Kenapa Junhoe harus bilang bahwa jika dirinya tidak berakhir dengan lelaki Goo itu, maka tidak ada satupun yang bisa memilikinya? Satu kalimat yang membelenggu hatinya, mengungkungnya dalam jerat tak kasat mata yang kelak akan membuatnya tersiksa.

Dan,

Kenapa harus berpacaran dengan Kim Jinhwan?

Demi Tuhan ia membenci dirinya saat ini. Ia tidak bisa merasa lebih baik dari mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional yang memiliki wajah manis dan berkpribadian ramah itu. Ia merasa Junhoe pantas bersanding dengannya, bila lelaki itu benar-benar menginginkannya.

Oh, ayolah. Mana bisa Yunhyeong merelakan laki-laki yang ia cintai berpacaran dengan orang yang tidak dicintainya sama sekali?

"Apa Junhoe bahagia dengan pilihannya?" tanyanya pada angin malam yang berhembus menerpa tubuh kurusnya, mengeratkan selimut yang tersampir di bahunya.

Tiba-tiba Yunhyeong merasa ayunannya bergerak karena pengaruh beban, seseorang telah mendudukkan dirinya di tempat kosong disisinya, tapi ia tidak ingin menoleh. Tidak untuk saat ini.

Sebuah elusan hangat terasa menjalar di punggungnya yang sempit, setetes air asin lolos dari mata kirinya. Tapi lagi-lagi ia tidak terisak. Yunhyeong rasa ia sudah tidak sanggup menangis lagi, ia merasa gila.

"Yunhyeong," panggilnya halus, "mind to tell me what happened?"

Itu Donghyuk. Nyonya Song yang khawatir menghubungi sahabat putranya saat melihatnya hanya duduk termenung di taman belakang semenjak temannya yang bermata bulat pamit pulang. Jangan lupakan Seoul telah memasuki musim dingin. Ia bahkan tidak bergeming dengan ajakan makan malam sang kakak, Song Mino.

Favorite Worst NightmareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang