Busan, August 2014Junhoe kini berada di stasiun, mengantar Yunhyeong yang bersikeras pulang ke Seoul sendirian. Sedangkan dirinya sendiri tidak bisa pulang ke Seoul karena ada beberapa urusan.
Matanya menatap Yunhyeong yang berjalan di depannya dengan khawatir. Kemudian ia melangkah menyusul Yunhyeong dengan backpack biru laut di bahunya.
"Yunhyeong, ini milikmu."Junhoe memberikan backpack milik lelaki manis itu.
"Oh, hehe. Maaf, aku lupa. Terimakasih." Yunhyeong menyampirkan tasnya di bahu.
Matanya menangkap gerak-gerik Junhoe yang gelisah. Tangan kirinya terulur menggenggam tangan Junhoe yang terasa dingin, kemudian mengelusnya dengan tangan kanannya.
"June-ya, tenanglah." Ia tersenyum lembut, "aku akan baik-baik saja. Lagipula aku sudah pernah pulang sendiri sebelumnya. Dan aku baik-baik saja."
Junhoe menatap Yunhyeong lama, kemudian menghela nafas yang diiringi rileksnya kedua bahunya yang sedaritadi tegang.
"Kau yakin? Bila terjadi sesuatu, hubungi aku, eum?"
Yunhyeong mengangguk singkat.
Lelaki berparas tegas itu meyibak anak rambut di kening Yunhyeong, membuatnya dapat memasuki manik Yunhyeong yang kelam.
Yunhyeong merasa waktu di sekitarnya tiba-tiba saja berhenti. Jantungnya berdegup keras seakan berlomba melompat keluar dari tulang rusuknya.
Pipinya terasa panas.
Junhoe tersenyum melihat perubahan warna di pipi Yunhyeong yang putih mulus. Tangannya beringsut mengelus bundaran merah muda di wajah lelaki manis itu.
"Jaga diri, kabari aku setibanya di Seoul."
***
Busan, September 2014
"Yunhyeong-a."
Junhoe mengetuk pintu kamar Yunhyeong yang ditempatinya bersama Donghyuk. Lelaki itu dapat mendengar gumaman Yunhyeong dari dalam kamar.
Tentu saja itu Yunhyeong, Donghyuk sedang pergi, Junhoe tau itu.
"Yunhyeong-a, aku masuk, ya?"
Tidak butuh waktu lama sampai daun pintu berwarna putih itu terbuka, menampilkan Yunhyeong yang terlihat mengantuk dengan kaos berwarna merah yang terlalu besar untuk tubuh mungilnya.
"Ada apa?" suaranya terdengar serak, membuat Junhoe merasa tidak enak karena mengganggu waktu istirahat lelaki manis di hadapannya ini.
"Apa yang lebih baik menurutmu, gelang atau kalung, dengan birthstone?"
Yunhyeong tertohok, matanya yang setengah terpejam membelalak kaget. Apa Junhoe sedang jatuh cinta?
Bila itu batu kelahiran, maka itu bukan untuknya, eh? Ulangtahunnya sudah lama sekali terlewat. Dan masih sekitar lima sampai enam bulan lagi menuju hari lahirnya itu.
Lelaki manis itu memainkan jemarinya gugup. Perasaan takut yang menyergap hatinya secara tiba-tiba membuatnya kelu. Berusaha sekeras mungkin menetralkan degupan di dadanya, kemudian menghela nafasnya pelan.
"U-um.. Gelang? Ya, kurasa gelang lebih baik."
Junhoe tersenyum tipis, kedua tangannya mengacak helai rambut Yunhyeong pelan. "Terimakasih, Yunhyeong-a. Aku tau kau bisa kuandalkan. Kau bisa kembali tidur."
"Um, Jun?" panggilnya ketika Junhoe berbalik meninggalkan kamarnya, membuat si tampan berbalik dan kembali ke hadapan Yunhyeong.
Yunhyeong merutuki kebodohan dan kecerobohannya. Sebenarnya ia ingin bertanya tentang gelang itu, namun ia sendiri bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Favorite Worst Nightmare
ФанфикYou are still my favorite yet most painful story to tell. . . A Junhoe x Yunhyeong story.