ten - i'm tolerant

34.6K 2.7K 83
                                    



WAKTU bergulir dengan cepat, setiap hari Radha selalu ditemani Sylvia untuk belajar mengenai dasar bisnis dan mengolah keuangan. Radha bukanlah gadis yang sangat cerdas sehingga ia mengalami kesulitan ketika belajar, tetapi Sylvia selalu dengan sabar mengajarinya hingga ia mengerti. Sylvia juga selalu memberitahu Radha dan meminta persetujuan gadis itu segala sesuatu tentang pernikahan antara Max dan Radha.

Setiap pagi Radha dijemput pukul delapan pagi dan pulang ke rumah pukul enam sore. Selama itu pula ia tidak pernah bertemu Max, ketika Radha menanyai tentang Max kepada Sylvia, wanita itu menjawab bahwa Max selalu berangkat ke kantor pukul delapan pagi dan baru pulang pukul Sembilan malam.

Sylvia juga memberitahu Radha sebagian besar tempramen Max yang tentu saja sudah bisa Radha perkirakan; irit bicara, to the point, dingin, dan selalu berpikir rasional. Sylvia termasuk bawahan yang kompeten, meskipun Radha berusaha mengorek-ngorek tentang keburukan Max, Sylvia bisa mengunci mulutnya rapat-rapat dan tidak menggosipi Max. Sepertinya Max mendidik bawahannya dengan sangat baik.

Tetapi khusus hari ini, Radha terkejut melihat kehadiran Max di rumahnya. Pria itu mengenakan turtleneck berwarna putih dan celana panjang berwarna hitam tengah bersantai di rumahnya, ia mengangkat kedua kakinya diatas sofa panjang dengan laptop di pahanya. Sylvia tersenyum sopan begitu Radha menatapnya dengan tatapan bingung.

"Hari ini anda akan belajar bersama Pak Max sekaligus membicarakan pertemuan anda dengan keluarga besarnya."

Radha melengos di dalam hatinya, kenapa Sylvia tidak bilang daritadi? Atau malah bilang dari kemarin, sih? Radha memalingkan wajahnya tetapi Sylvia sudah menghilang dari sisinya sehingga ia hanya berdiri dengan canggung di tengah ruangan.

"Sampai kapan anda mau berdiri disana?"

Dengan canggung Radha berjalan mendekat ke arah sofa yang tengah Max duduki, Radha duduk di sisi yang berlawanan dari Max dan menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu dan tidak berminat untuk membuka pembicaraan dengan Max, dan pria itu tampaknya juga tidak berminat untuk memulai pembicaraan.

"Apa anda mau selama 10 jam kita berdiam diri seperti ini?"

Oh, baiklah, Radha salah untuk pemikirannya yang terakhir.

Radha mengangkat wajahnya, ternyata Max telah menyingkirkan laptopnya dan kini pria itu menatap Radha dengan tatapan datar dan tajamnya. "Enggak..." Radha mengerjapkan matanya beberapa kali, "...kok," tambahnya ragu.

Max mengalihkan pandangannya kearah lain, ia menyilangkan kakinya dan mengatupkan kedua tangannya diatas lutut kanannya. "Bagaimana dengan pelajaran bersama Sylvia? Sudah sampai mana?"

"Emm... Masih di bab satu..." jawab Radha sangsi.

Tanpa Radha duga, Max menghela nafas panjang dan mengangguk, "Ya sudah."

Ya sudah? Radha menyeringitkan dahinya, diam-diam ia memerhatikan ekspresi wajah Max yang tetap tidak bisa ia tebak. Rasanya perkataan pria itu terdengar seperti keluhan, tapi Radha juga tidak tahu pasti.

Berbicara dengan Max membutuhkan ketelitian yang tinggi, ia juga selalu merasa waspada ketika berada di sekitar pria itu. Radha tidak pernah tahu kapan Max akan meledak, baginya sikap pria itu seperti orang bipolar saja, bisa marah, bisa tenang, bisa menyebalkan, dan semua itu terjadi secara tiba-tiba. Jadi hal yang paling penting adalah, melakukan persiapan menghadapi perubahan sikap Max.

"Besok kita akan bertemu keluarga besar saya." Radha menyimak dengan serius. "Tidak perlu terlalu khawatir, jangan tegang dan rileks saja. Anda tidak perlu berusaha terlalu keras untuk menyenangkan hati mereka, cukup bersikap formal, sopan, dan bicara apa adanya."

Let's Not Fall In Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang