Senin merupakan hari pertama diawal minggu, dimana segala aktivitas baik pekerjaan maupun pendidikan dimulai kembali. Tak heran jika banyak orang yang tidak menyukai hari senin karena untuk sampai ke hari minggu membutuhkan waktu yang cukup lama. Mereka harus menunggu selama tujuh hari lagi untuk bisa merasakan hari libur. Namun, Flow tidak termasuk diantara mereka karena bagi Flow hari senin dan hari libur itu sama saja.
"Flow, ikut UKM yok," ajak Naya. Satu-satunya teman Flow di kampus. Disaat semua orang di kampus menjauhinya karena Flow dikenal dengan pribadi yang buruk sekaligus anak koruptor, hanya Naya lah yang mau menemaninya.
"Gimana ya, Nay? Bukannya Flow nggak mau, cuma kamu tau sendiri 'kan, Flow kerja juga, dan liburnya cuma hari jumat," jelas Flow. Walaupun sebenarnya bukan hanya itu saja yang menjadi alasan Flow untuk tidak mengikuti organisasi di kampus ini. Ia cukup tau diri akan rumor jelek tentang dirinya yang sudah tersebar dibeberapa kalangan mahasiswa dan mahasiswi. Ia tidak mau di bully lagi. Cukup di Sekolah Menengah Atas saja ia harus merasakan bullying. Sekarang, Flow hanya ingin hidup dengan tenang, tanpa mendengar hal-hal buruk tentang dirinya.
"Iya sih," ujar Naya mencoba memahami. "Cuma sayang aja, kita udah semester tiga, tapi belum ikut organisasi apapun di kampus ini. Berasa banget mahasiswa kupu-kupunya," sambung Naya terkekeh.
"Sebenernya, Flow juga pengen. Flow pengen Cuma takut nggak konsisten," lirihnya yang masih terdengar oleh Naya. Seandainya, gadis itu tau alasan terbesar Flow tidak menyetujui ajakannya, apa Naya masih akan terus membujuk?
"Kan bisa ijin, Flow. Kita ikut club musik aja, gimana? Kan kegiatannya setiap hari jumat doang." Flow berpikir sejenak. Saran dari Naya tidak terlalu buruk, apalagi sudah lama juga gadis itu ingin bergabung di club musik.
Flow bukanlah orang baru di dalam dunia musik. Sewaktu keluarganya masih dalam masa jaya, gadis itu pernah mengikuti kursus musik. Bahkan, dulu Flow juga sempat memiliki piano pribadi di rumahnya. Namun, empat tahun lalu piano tersebut sudah disita bersama dengan seluruh aset mereka.
Selama satu tahun lebih berkuliah di kampus ini, Flow hanya memiliki satu teman, yaitu Naya. Dia juga tidak pernah bersosialisasi dengan mahasiswa-mahasiswi lain, kecuali pada saat ospek satu tahun lalu. Setiap jam istirahat, ia tidak pernah makan di kantin. Flow hanya akan pergi ke taman belakang kampus yang lumayan sepi, lalu memakan bekalnya di sana sendirian.
Jika jam istirahatnya sama dengan Naya, maka gadis itulah yang akan menemaninya duduk di taman belakang kampus. Flow sadar, Naya sudah sering berbuat baik padanya. Bahkan, Naya juga tak jarang berbagi makanan dengannya. Lalu, saat ini gadis itu mengajaknya untuk ikut organisasi kampus. Hanya ikut organisasi, bukan meminta pamrih atas setiap kebaikan yang sudah Flow terima. Namun, untuk menyetujuinya saja Flow harus berpikir berulang kali.
Flow menggeleng keras. Naya pasti akan sangat kecewa jika Flow tak menyetujui ajakannya, dan Flow tidak mau hal itu terjadi.
"Okelah, Flow mau." Naya tersenyum sumringan, membuat Flow pun ikut tersenyum. Setidaknya, untuk kali ini ia harus mengenyampingkan ketakutannya. Toh, belum tentu juga hal tersebut akan terjadi. Jika terjadi sekalipun, Flow akan mencoba menghadapinya.
"Nah, gitu dong. Nanti, biar gue yang daftarin. Lo, terima beres aja." Flow mengangguk. Keduanya pun bergegas meninggalkan taman belakang kampus menuju ruang kelas masing-masing. Meskipun berada di program studi yang sama, Flow dan Naya tidak satu kelas.
-
Waktu terus berjalan, siang sudah berganti petang. Mahasiswa-mahasiswi mulai berhamburan keluar kelas menjemput waktu pulangnya. Parkiran yang tadinya ramai, kini berangsur sepi. Hanya tinggal beberapa kendaraan saja di sana.
Flow menatap sejenak langit di atas sana, lalu mempercepat langkahnya menuju halte bus yang berada di depan gerbang kampusnya. Tepat saat Flow menapakkan kaki di halte, hujan turun mengguyur tempat tersebut. Gadis itu bernapas legah, setidaknya ia tidak ikut terguyur air hujan.
Tiga puluh menit menunggu, bus tak kunjung datang. Beberapa orang yang tadi ikut menunggu di halte tersebut pun sudah pergi bersama jemputannya. Kini, hanya ada Flow di sana.
Jika dalam tiga puluh menit ke depan bus tidak datang juga, maka ia pasti akan telat ketika sampai di resto. Namun, jika Flow nekat menerabas hujan, ia pasti akan basah kuyup. Walaupun jarak dari kampus ke Hamilton Resto tidak terlalu jauh, tetap saja ia akan basah. Hujan di luar sana sangat deras dan ia tak membawa payung. Jika memesan grab, uangnya pasti tidak akan cukup untuk satu minggu ke depan karena di saat hujan seperti ini, tarif grab pasti meningkat.
"Duh, gimana ya?" gumamnya sembari berpikir.
Tin
Flow sedikit terkejut kala mendengar klakson mobil yang muncul secara tiba-tiba. Padahal ia belum memesan Grab, tetapi kenapa ada mobil berhenti di depannya? Gadis itu semakin terkejut kala melihat siapa yang keluar dari mobil tersebut.
"Feli?" lirinya.
"Ayo Flow," ajak gadis itu sembari menarik pelan tangan Flow agar tetap berada di dekatnya yang tengah menggunakan payung. Feli menuntunnya hingga masuk ke dalam mobil.
"Makasih ya, Fel, Kak Nic," ucap Flow yang kini sudah berada di dalam mobil Nic. Meskipun ini bukan pertemuan mereka yang pertama kali semenjak dua hari lalu, tetapi tetap saja Flow masih merasa canggung. Bagaimana tidak? Feli adalah orang yang dulu sering ia bully. Namun, sekarang gadis itu malah menolongnya.
"Iya, sama-sama Flow," balas Feli, sedangkan Nic tak bersuara. Mungkin, ia sedang fokus menyetir. "Kamu dianter ke rumah atau ke resto?" sambung Feli seolah mengerti.
"Resto aja Fel, soalnya mau lanjut kerja," jawab Flow.
Walaupun tidak ikut menggubris pembicaraan kedua gadis itu, Nic masih bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka perbincangkan. Sebenarnya, Nic tidak mau lagi berurusan dengan Flow. Dia bahkan berharap, dua hari yang lalu adalah pertemuan terakhir mereka. Namun, sepertinya Tuhan tidak mau mengabulkan harapannya.
Jika bukan karena Feli, mungkin Nic tidak akan sudi mengijinkan Flow untuk masuk ke dalam mobilnya. Padahal, semenjak pertemuan mereka dua hari yang lalu, Nic sudah menasehati Feli agar jangan terlalu dekat dengan gadis jahat itu. Bahkan, Nic juga mengingatkan Feli kembali bagaimana dulu ia di perlakukan tidak baik oleh Flow, tetapi bukannya panas, Feli hanya tersenyum dan berkata jika ia sudah memaafkan Flow.
Feli juga sempat-sempatnya menasehati Nic agar jangan terus membenci Flow karena menurutnya Flow sudah berubah dan pantas mendapatkan maaf dari mereka.
Dari situ, Nic tak mau lagi memperingati Feli. Menghasut orang baik adalah sebuah kesia-siaan. Namun, ia tak lepas tangan begitu saja. Nic akan terus mengawasi Feli, ia tidak akan membiarkan siapapun menyakiti gadis itu. Termasuk Flow.
TBC
Sabtu, 22 Juni 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Angin & Daun
RomanceFlow sadar, kesengsaraan yang ia alami sekarang adalah tuaian dari apa yang pernah keluarganya tabur di masa lalu. Ayah di penjara, ibu di rumah sakit jiwa, hutang dimana-mana, bahkan harus merasakan bagaimana orang yang dicintai ikut membencinya. L...