Bermain~Reinardan

32 3 0
                                    


~Lelaki sejati adalah lelaki yang bisa menjaga wanitanya. Bukan merusak wanitanya.~

Tanpa permisi Ardan meneguk minuman yang berada di depan Bobi sampai tandas menyisakan genangan air di permukaan gelas. Bobi yang melihat Ardan menghabiskan minumannya hanya menatap naas minumannya.

"Legaaaa." Ucap Ardan setelah menghabiskan minuman yang bukan miliknya. Persetan mau punya siapa yang punya yang penting dia legaaa. Egois dikit nggak papalah.

"Minuman gue itu." ucap Bobi lirih.

"Cup cup cup dedek bobi jangan nangis ya. Nanti abang kasih susu mama muda deh." Ucap Angga memeluk Bobi. Lebih tepatnya menarik kepala Bobi ke dalam ketiaknya.

Ardan yang melihat itu hanya tertawa entahlah menjahili Bobi seperti menemukan kebahagiaan tersendiri untuk Ardan dan juga Angga.

"Ayam kucing tikus kecoa lo!! Lepasin pala gue." maki Bobi pada Angga dan melepaskan pelukan sayangnya pada Bobi.

"Gue peluk palah dimaki-maki. Sakit hayati bang"

"Pelukan lo bikin gue mau mati tau nggak. Wuasemmmmmm banget ketek lo." Ucap Bobi yang membuat mereka bertiga tertawa. Nggak lucu aja bisa jadi lucu. Nggak waras mereka bertiga.

Tawa mereka hilang ketika seseorang bersama sekutunya datang menghampiri meja Ardan. Ardan tampak membuang muka tak ingin menatap seseorang yang ia benci. Ralat bukan benci cuma nggak suka aja. Sedangkan Angga dan Bobi menatap segerombolan itu dengan tatapan datar. Tak ada senyum di wajah mereka bertiga. Bahkan mereka tak mau menampilkan wajah ramahnya.

"Woyyyy, pada diem kenapa?" Tanya seseorang yang menduduki meja kantin dengan senyum meremehkan yang tengah menatap Ardan. Siapa lagi kalo bukan Zean Adam Brastawan.

"Lo kalo cuma mau ngajak ribut mending pergi aja deh." Ucap Bobi setenang mungkin mengusir Zean dari meja kantin yang dia duduki.

"Gue nggak punya urusan sama lo babi. Gue cuma mau ketemu sama saudara gue." Bantah Zean menatap Bobi tajam dan sesaat kemudian Zean menatap Ardan. Bobi sudah mengepalkan tangannya. Emaknya sudah memberi nama dirinya dengan do'a sedangkan Zean memanggilnya seenak jidatnya.

"Wait wait bro mending lo pergi aja. Ini juga udah mau bel masuk." Saran Angga merangkul Zean yang langsung dihempas cantik oleh Zean.

"Lo kenapa nggak ngomong, bisu lo?" Tanya Zean pada Ardan dan mengabaikan Angga. Tetapi Ardan diam tak menjawab. Dia hanya menatap datar Zean.

Zean tak kalah tajam menatap Ardan. Dia benci dengan tatapan itu. Tatapan yang sama dengan ayah Zean. Entah kenapa mata itu sangat dia benci. Hampir saja Zean ingin melayangkan pukulan tepat di wajah Ardan jika saja ia tak menahan emosinya.

Ardan berdiri menyeimbangkan matanya pada mata Zean. Ia mendekatkan bibirnya pada telinga Zean dan berbisik

"Bacotan" bisik Ardan menantang. Setelah itu dia tersenyum meremehkan Zean.

Tanpa permisi Ardan dan teman-temannya meninggalkan Zean yang mengepalkan tangannya. Zean marah? Ya marah besar. Hanya sebuah bisikan saja bisa membuat Zean marah. Itulah sifat Zean. Tempramental.

Hanya tinggal beberapa langkah saja Ardan sudah keluar dari gazebo kantin. Tapi suara Zean menghentikan langkahnya tanpa menoleh ke belakang. Ia tidak ingin terpancing emosi lagi dan lagi yang membuatnya harus meninjau Zean.

"BANCI LO SEMUA!!!" teriak Zean yang mengundang puluhan pasang mata untuk menatapnya.

Tapi berbeda dengan yang Zean harapkan. Ardan terus melangkah meninggalkan gazebo kantin tanpa memperdulikan Zean yang mengumpatnya kasar. Dia tidak peduli dengan apa yang di katakan Zean. Dan saat kalimat terakhir yang Zean ucapkan membuat Ardan berbalik dan menatapnya tajam.

Ardan melangkah maju mendekati Zean. Tanpa aba-aba satu pukulan tepat di wajah Zean membuat Zean tersenyum menang. Sedangkan Ardan masih menatapnya tajam.

"Lo jangan sekali-kali sentuh Tasya dengan tangan kotor lo itu!!" Desis Ardan menarik kerah baju Zean.

"Kalo gue nggak mau lo mau apa? Ha?!! Tonjok gue? Sini tonjok!! Gue nggak takut sama banci kaya lo!!" Jawab Zean remeh yang semakin membuat Ardan naik darah.

Satu pukulan lagi yang Ardan layangkan akan mengenai sebelum sebuah tangan menarik tangannya dan membawanya menjauh.

"Lepasin gue Ngga!!!" Ucap Ardan murka.

"Tahan emosi lo!! Dia saudara lo njing. Jangan buat diri lo malu!!" Bentak Angga pada Ardan.

Ardan menatap Angga sebentar sebelum mengalihkan lagi tatapannya pada Zean. Mata coklat terang itu menatap Zean tajam.

"BANGSAT LO ZE!!!" teriak Ardan sebelum meninggalkan gazebo kantin.

~Reinardan~

Sekarang hanya ada mereka. Ardan, Angga, dan Bobi. Mereka sedang berada di gudang sekolah. Entah ada apa dengan Angga, dia menyeret Ardan ke gudang. Sedangkan Ardan tidak menolak juga tidak menerima perlakuan Angga tapi dia sadar dia salah.

Nafas Ardan masih memburu, tangannya masih mengepal kuat dan matanya masih memancarkan kemarahannya.

Angga menghela nafas lelah. Ia sudah terlalu sering mengingatkan Ardan tetapi sekarang Ardan tak ada bedanya dengan Zean.

"Udah?" Tanya Angga akhirnya.

Ardan masih diam, tak menjawab pertanyaan Angga. Bahkan untuk mengarahkan matanya pada Angga dia enggan. Bukan tak mau tapi dia Ardan tau jika dia salah. Dia tidak seharusnya terpancing oleh ucapan Zean.

"Dan?" Tanya Angga lagi yang masih menatap Ardan.

"Iya gue tau gue salah!! Tapi lo denger sendirikan apa yang tadi Zean bilang?!" Jawab Ardan penuh penekanan.

"Tapi nggak seharusnya lo ngotorin tangan lo Dan" ucap Angga tenang.

"Lo nggak tau gimana rasanya ada di posisi gue" lirih Ardan menatap sepatunya.

"Lo yang nggak tau gimana caranya ngendaliin emosi lo" jawab Angga.

"Ngga udah" ucap Bobi menengahi, menatap Angga menyiratkan untuk diam.

Semua kembali hening, Angga diam membiarkan Ardan mengontrol emosinya dan juga merenungkan apa yang telah ia lakukan. Sedangkan Bobi yang sudah muak dengan keheningan ini mulai angkat bicara.

"Nggak seharusnya lo nglakuin itu ke sepupu lo sendiri Dan!! dan nggak seharusnya lo lepas kontrol kaya gitu apalagi ngotorin tangan lo. Lo udah taukan gimana sifat Zean? Tapi kenapa lo masih bisa kebawa emosi. Jujur gue kecewa sama lo tapi gue juga tau gimana di posisi lo. Tapi seharusnya sebelum lo ngotorin tangan lo, lo seharusnya mikir dulu!! Lo masih ingetkan apa prinsip kita? Kita main nggak pake otot tapi pake otak. Sekarang lo kemanain prinsip kita?" Ucap Bobi panjang lebar.

Ardan hanya diam. Dia sangat-sangat bersalah terhadap Zean. Tapi mengingat ucapan Zean saat itu membuat Ardan tak bisa lagi menahan kesabarannya.

"Apa jangan-jangan lo masih sayang sama Tasya?" Tanya Angga yang membuat Ardan langsung mendongak menatap Angga kesal.

"Pliss deh Ngga! Jangan libatin perasaan gue ke masalah ini! Gue tu cuma nggak suka kalo Zean bertindak seenaknya sama perempuan" ucap Ardan kesal.

"Udah-udah sekarang mending kita balik kelas aja, yang penting sekarang lo tau apa yang lo lakuin itu salah dan nggak seharusnya lo kaya gitu sama Zean!" Ucap Bobi dan mengajak kedua sahabatnya untuk ke kelas.

~Reinardan~


Haiiiii....
Ketemu lagi sama Ardan. Maaf ya Reinanya diskip dulu karna ini partnya emang khusus munculin tokoh baru yang pernah ada di part tiga.
Gimana ceritanya part ini? Ngfeel nggak? Kalau nggak comment dong, kurangnya dimana, bisa kasih saran. Semua kritik dan saran diterima. Nanti aku bakal pilah-pilah lagi dan benerin cerita aku.
Kasih vote sama commentnya kalian ya ya ya, biar aku semangat nulis. Makasih udah baca part ini..
Lopeee yuuuuu....

ReinardanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang