6 - A Statement

311 22 0
                                    

Vita ke sekolah hari ini diantar Ranz dan Niana kembali. Vita menatap kedua orang itu secara bergantian.

"I'll try my best."

"I'll miss you, sissy." Niana memeluk erat Vita. Niana tak dapat menahan air matanya lagi. Walaupun baru beberapa hari kenal, tetap saja rasanya sudah kenal lama.

"I'll miss you, too." Vita menahan tangisnya. Kalau ia menangis sekarang, ia tak akan bisa berhenti meneteskan air mata.

"Sorry, but I have to go now." Vita menatap jam di tangannya yang jarum panjangnya sudah ke angka 9.

"Don't forget about me! If you forget me, I won't talk to you anymore." Niana menunjukkan wajah cemberutnya.

"I won't." Vita mengusap pelan kepala Niana. Ia menatap ke arah Ranz. Ranz hanya memberinya senyum seperti biasa.

"Bye! Safe flight! Tell me when you already arrive." Vita melambaikan tangannya dan berlari masuk ke sekolah.

Ranz menyesali perbuatannya. Bisa jadi Vita tidak bisa datang ke bandara. Harusnya Ranz memeluknya, atau apapun. Harusnya Ranz memberikan benda itu kepada Vita.
***
"Baik, anak-anak. Karena guru akan rapat, jadi kalian boleh pulang lebih cepat. Kalian sudah boleh pulang begitu bel-"

Tring...

Vita langsung mengambil tasnya dan berlari keluar kelas. Dia hampir telat. Belum lagi macetnya jalanan, pasti akan sangat memakan waktu.

Vita langsung memesan greb. Apapun itu yang dapat membawanya ke airport dengan cepat.

"Pak, jalannya cepetan, pak! Saya bisa ketinggalan pesawat, nih." Vita mulai gusar. Ia tak menyangka di hari biasa seperti ini, pun, Jakarta bisa sangat macet.

"Gabisa jalan ini, neng. Macet." Vita menyandarkan kepalanya kasar di sandaran kursi.

Sepuluh menit kemudian, jalanan mulai lancar. Untuk saat ini, Vita dapat bernafas lega. Baru saja ia senang, begitu sampai di terminal bandara, mobil tak bisa bergerak sama sekali.

"Pak, saya turun di sini aja, deh. Nih, uangnya." Vita langsung menyerahkan empat lembar uang lima puluh ribu dan berlari ke gerbang paling ujung, dimana banyak orang berkumpul.

Vita berusaha menerobos antrian. Ia beruntung memiliki postur tubuh yang langsing, membuatnya tidak sulit menyelip di antara keramaian.

"NIANA! RANZ!" suara Vita kalah dengan suara fans Ranz dan Niana yang memenuhi bandara.

"PAK YAN!!!" Pak Yan menoleh, membuat Ranz dan Niana ikut menoleh.

"Sissy! You make it!" Niana langsung berlari ke arah Vita dan memeluknya erat.

"Oh my God! You even still in your uniform. You must be very tired." ujar Niana prihatin.

"I'm okay. I was thinking I would be late." Vita melepas pelukan mereka.

"You're just in time!" Terlihat Elcid dan Nino berjalan mendekati Vita, diikuti Ranz di belakangnya.

"Hey! So you're here? Please send my greetings to your parents." ujar Nino dan Elcid.

"Sure."

"Okay, we'll leave you for a moment. Don't forget we have a plane to catch." Elcid dan Nino masuk duluan ke dalam bandara meninggalkan Niana, Ranz dan Pak Yan.

"I'll leave you with my bro. I think he has something special for you. I'll text you when I arrive." Niana mengecup sekilas pipi Vita, lalu masuk ke bandara diikuti Pak Yan.

Ranz berjalan mendekat. Ternyata Ranz lebih tinggi dari yang Vita kira. Buktinya Vita harus sedikit mendongak untuk memperhatikan wajah Ranz.

"Erm...So, I think it's a goodbye?" Entah kenapa Vita merasa sedikit kecewa, tapi ia mengangguk dan tersenyum kecil.

Ranz memberikan senyum biasanya kepada Vita dan berjalan menjauh. Vita menundukkan kepalanya, dadanya terasa sakit. Entah kenapa, tapi rasanya perih. Setaunya, ia tak pernah punya riwayat penyakit paru-paru atau jantung.

Grpp...

"Saya tidak tahu sejak kapan saya punya perasaan terhadap kamu. Saya selalu menjadi pecundang dan seringkali bersikap cuek kepada kamu. Tapi percayalah, saya benar-benar mencintai kamu. Kamu tidak tahu seberapa susahnya saya mempelajari bahasa asing ini hanya untuk menyatakan perasaan saya ke kamu. Untunglah kamu datang, kalau tidak saya benar-benar akan menyesali semuanya."

Ranz mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Sebuah kalung perak yang manis. Ranz memakaikan kalung itu kepada Vita.

"Saya baru tahu kamu bisa menyita segala waktu dan perhatian saya. Bahkan saya sampai mendiamkan Niana hanya untuk menghapalkan kalimat ini. Saya mau kamu menunggu saya sampai saya kembali, apa bisa?"

Vita terbengong-bengong sedari tadi. Ia masih sibuk berkutik dengan pikirannya. Apakah ini kenyataan, atau hanya ekspetasinya?

"You're really so cute when you're confuse. Saya pergi sebentar. Saya pasti akan kembali ke sini dalam waktu dekat. Saya mau kamu tahu kalau saya benar-benar mencintaimu. I'm really gonna say thanks to Sir Yan for teaching me all of these words." Ranz mengusap pelan kepala Vita dan tersenyum lebih lebar dari yang biasanya.

"Okay, I gotta go now. See you soon, boo." bisik Ranz tepat di telinga Vita. Membuat telinga Vita terasa panas seketika itu juga.

"Can I?"

"Huh?"

Cup!

Mata Vita membulat begitu merasakan bibir tipis Ranz di dahinya.

"See you soon." Ranz langsung berjalan masuk ke dalam ruangan sambil sesekali melirik ke belakang.

"Gila, beruntung banget tuh cewe!"

"Ahhh, Ranz gue udah gak available!"

"Tuh cewe pake pelet apa sih?"

"Cocok lah, ganteng sama cantik. Rela deh gue."

"Waa, berkurang dah daftar gebetan gue."

Vita hanya menatap kalung pemberian Ranz. Beruntung? Iya! Dia benar-benar beruntung.

Kuya...Ily! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang