Sayur asam tapi rasanya manis? Masakan mami banget. Katanya manusia itu harus terus berevolusi, inovatif, kreatif, jangan cuman berhenti di satu titik aja, monoton. Wejangan mami sampai berlaku di masakannya. Arka mendelik, saat sesuap kuah manis itu melintas, merosot melalui tenggorokannya.
"Mami yakin, ini sayur asem?" dengan wajah merah padam ia berusaha untuk menelan habis kuah itu, saking manisnya, ia pengen muntah. Maya mengangguk dengan pasti dan tersenyum bangga.
"Gimana? Suka? Enak kan?" alis ulatnya naik turun. Sesekali ia menarik hijabnya yang hampir merosot ke depan menutupi alisnya, karena ia terlalu semangat menggerakkan dahinya.
Arka hanya memandang maminya dengan tatapan kecewa dibuat-buat.
Maya mendengus. "yah, padahal mami masaknya dengan cinta ini, loh.. "
Lelaki bersurai hitam pekat itu hanya menanggapi dengan cengiran kecil. Merasa tak enak hati untuk tidak menghabiskan hidangan yang mami masak. Susah payah, menelannya, mubazir saja kalau sayur itu dibuang. Kasihan, banyak orang diluar sana tidak dapat merasakan rizki ini, menahan lapar seharian, dia harus tetap bersyukur masih diberi nikmat dari Allah.
"Papi ada telepon kamu hari ini, Dek?", Mami membuka suara di sela acara makannya. Pertanyaan yang sebenarnya sudah ada di pikirannya dari tadi.
Arka hanya menggeleng pelan, masih mengunyah makanan, mencoba menikmatinya, senikmat mungkin, deh.
"Baru ditinggal dua hari mi, udah kangen aja. Besok papi kan pulang."
"Siapa pula yang kangen, nggak lah.. " bantahnya, dengan wajah yang merona. Tak bisa dipungkiri memang, dirinya sebenarnya sudah rindu suaminya , 20 tahun menikah tidak menjadi alasan untuk tak bersikap bak pengantin baru, 'kan? Lagipula tidak ada yang melarang.
Arka yang mendengar itu, mencebik, tak percaya. Lantas kembali melanjutkan hajatnya.
"Gimana, sekolah kamu. Ada kendala? Buku-buku udah lengkap?"
"Biasa aja, Mi. Enggak ada kendala sama sekali, dan buku-buku masih belum dikasih sama sekolah, hari ini masih nyusun organisasi kelas, dan guru ada rapat. Mungkin besok."
Maya mengangguk, ia menyuapkan nasi dan menyesap sayur asam yang ada di mangkuk. Dahinya mengernyit.
"Kok rasanya aneh ya, Dek, "
Arka memutar bola matanya, "Baru tahu?"
Maya nyengir kuda, ia menggeser mangkuk berisi sayur luar biasa itu jauh-jauh. Ilfeel, juga.Menit-menit berlalu, setelah acara makan malam selesai, dan Arka membantu Maya membereskan meja makan, cowok itu naik ke atas, kembali ke kamarnya yang bernuansa abu-abu. Sekadar merebahkan tubuhnya di kasur mengamati langit-langit kamarnya yang berwarna putih pudar.
Pikirannya memutar memori ingatan di sekolah hari ini.Tentang wali kelas killer yang otoritter, bajunya yang kurang bahan ,sampai dia yang harus rela berbagi meja dengan siswa perempuan. Ck, ditambah jabatan ketua kelas yang sebenarnya bikin pening, padahal jabatan itu yang paling dihindarinya sejak Sekolah Dasar. Sampai detik ini pun dirinya sebenarnya enggan menerima, tapi apa boleh buat di depan wali kelas tadi, entah kenapa pikirannya buntu dan lidahnya kelu. Kok dia jadi kesal sendiri.Dia bangkit dan meraih tas hitam yang berada di atas meja belajar. Mencari-cari block Note sampul cokelat miliknya, namun beberapa saat setelah tangannya tak menemui benda tebal itu, lalu ia putuskan untuk mengeluarkan seluruh isi dari dalam tas. Benar saja buku tebal yang sedang ia cari tidak ada. Panik dia mengobrak-abrik semua sudut di dalam kamarnya lagi-lagi nihil block note itu tidak juga dia temukan.
Seingatnya sepulang sekolah tadi ia tak memegang benda itu, terakhir ia gunakan saat jam pertama masuk kelas, setelah itu langsung ia masukkan ke dalam tas. Gawat saja kalau seseorang menemukannya bahkan parahnya jika orang itu membaca isi block note milik Arka. Malulah, di dalamnya kan isinya 'nggak banget, omong-omong. Bisa turun harga dirinya kalau ada yang membaca dan kalau orang itu tega, bisa-bisa nyebarin dan jadiin isi blocknote-nya jadi bahan gosip harian.
Arka yang membayangkan itu meringis.
![](https://img.wattpad.com/cover/116375433-288-k225217.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunset Over the Rain
Teen FictionAira terdiam, mengulang kembali rangkaian kata yang terkutip di lembar novel yang ia baca dalam hatinya, kemudian dia melengos, menatap kaca jendela yang mulai mengembun diciumi air hujan dari luar. Hatinya berdesir. Bergelung kembali ke masa lalu...