....
Aira langsung menelungkupkan wajahnya di atas meja, begitu ia menjatuhkan pantatnya di kursi kayu. Kelas masih lumayan sepi, hanya ada Rahma dan Feri yang sedang sibuk dengan ponselnya masing-masing. Ia memejamkan matanya yang sembab, lalu berusaha mencari-cari udara untuk bernafas melalui mulutnya, hidungnya sedang tak berfungsi dengan baik, tersumbat, hasil karyanya akibat menangis semalaman.
Mencoba tidur senyaman mungkin. Berhubung ini pukul setengah tujuh, masih ada sisa empat puluh lima menit lagi sebelum bel masuk pertama berbunyi.
Gadis itu menghabiskan malamnya dengan menangis, meratapi nasibnya yang nampak sangat kacau. Lalu baru jatuh tertidur pukul empat pagi tadi. Gila bukan, rekor lain selain ia ngebut belajar selama dua belas jam nonstop. Ditambah, gadis itu melewatkan sarapannya, demi menghindar dari mama dan papanya. Ia masih merasa takut dan marah secara bersamaan karena mendengar pertengkaran kedua orang tuanya semalam.Bruk!!!
Shit!!
Aira berjengit kaget. Akibat suara keras sebuah benda yang dijatuhkan dengan kasar di atas meja, membuat kepala sebelah kanannya nyeri karena getaran yang tak main-main.
"Eh, sorry, sorry.. Gue gak sengaja.." cowok yang tiba-tiba datang dengan panik itu menatap Aira memelas, memohon untuk dimaafkan.
Dasarnya Aira yang sedang malas bicara dan karena kantuknya yang masih saja menggelayuti matanya, ia hanya mengangguk dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi."Cari apa sih, panik banget, sampai ganggu tidur orang."
Arka masih sibuk mengecek laci meja yang sebenarnya kosong mlompong. Raut wajahnya tak nyaman, ia sangat tampak gelisah.
"Jimat, gue ilang.. berabe kalau ada yang nemuin terus bongkar aib gue.."
Arka, cowok itu menjatuhkan pantatnya dengan kasar di kursi samping Aira. Mendengus pasrah.
Sedangkan Aira, mengerutkan kening tampak berpikir, mencermati apa yang dimaksud Arka. Pikirannya sedang terbagi. Lalu, ingatan tentang blocknote cokelat kembali muncul ke ubun-ubun.
Upps!! Dia lupa, alih-alih berangkat pagi agar ia dapat menaruh blocknote milik Arka di laci meja dilupakan begitu saja, karena kekacauan otaknya sejak semalam.
Gadis itu perlahan merogoh tasnya, sambil sesekali mencuri lirikan ke arah Arka yang kini tengah sibuk dengan ponselnya. Mengeluarkan benda yang notabene merupakan 'jimat' kesayangan cowok itu.
Aira memang belum terlalu mengenal teman sebangkunya ini, gadis itu hanya tidak mau terlalu ikut campur (atau dianggap ikut campur lebih tepatnya) hidup orang lain. Ia memilih jalan yang aman, pura-pura tidak tahu apa-apa tentang sedikit rahasia cowok di sampingnya.
Arka yang tidak menyadari gelagat aneh Aira masih fokus berselancar menjelajahi layar ponselnya, mengecek beberapa aplikasi chatting yang belum ia buka sejak semalam. Banyak pesan yang sebenarnya lebih mirip spam, dan grup-grup chatting yang isinya jomblo kurang belaian, biro cari jodoh, grup ta'aruf yang entah sejak kapan Arka ikut bergabung di dalamnya.
Ah, ada satu pesan yang kini membuatnya tersenyum sumringah, ternyata gadis itu membalas chatnya, yang ia kirim dua hari lalu. Setelah bolak-balik mengecek, apakah gadis yang senyumannya bisa membuat tidur Arka tak pernah tenang ini masih mau membalas pesan-pesannya yang sepele. Ia terlalu rindu.
Setelah beberapa detik mengetik sesuatu, dan mengirim pesan balasan untuk gadis di seberang sana, Arka melirik sebentar ke arah samping kirinya. Diliriknya Aira yang sedang sibuk entah sedang apa. Lalu, matanya kini terbuka lebar, melotot hampir keluar dari tempatnya. Itu kan..
"Ra? Lo?"
Oh, God..
Aira tertangkap basah sedang memegang 'jimat' yang digadang-gadang Arka, tersenyum canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunset Over the Rain
Novela JuvenilAira terdiam, mengulang kembali rangkaian kata yang terkutip di lembar novel yang ia baca dalam hatinya, kemudian dia melengos, menatap kaca jendela yang mulai mengembun diciumi air hujan dari luar. Hatinya berdesir. Bergelung kembali ke masa lalu...