Aira dan Rahasia

90 2 0
                                    

Aira memarkirkan mobilnya di sisi jalan kecil. Dekat dengan pekarangan yang ditumbuhi sukar belukar liar. Gadis itu menghembuskan napas grogi. Meraih empat buah paperbag, dan keluar dari dalam mobil dengan jantung yang dag dig dug tak karuan. Berkali-kali melirik ke kanan dan ke kiri, sepi. Di jam empat sore, langit nampak hitam berselimut awan pekat, tanda-tanda hujan akan turun tepat pada waktunya, seperti biasa.

Lalu gadis itu berjalan, melangkah tak pasti memasuki halaman depan sebuah rumah sederhana bercat kuning pudar.

Dilihatnya seorang wanita bekerudung panjang tengah menyapu di teras. Wanita itu masih belum menyadari keberadaan Aira.

"Assalamualaikum, bunda,"

Wanita itu mendongak, beberapa detik menatap Aira dengan bingung, lalu air wajahnya berubah ceria.

"Wa'alaikumsallam. Aira? Loh kok tumben kesini? Ada apa?' wanita itu menyandarkan sapunya di dinding dekat pintu, lalu berjalan setengah berlari ke arah Aira yang berjalan lambat, "masuk-masuk, mau hujan loh ini, nak. Kenapa repot-repot kesini, ada apa memangnya?"

"Enggak ada apa-apa kok, Bun. Tadi Aira kebetulan lewat daerah sini, jadi pengen mampir," gadis itu mengikuti langkah wanita itu ke dalam rumah. Memasuki ruang tamu dengan furniture meja dan kursi seadanya. Di dalam ruang itu pun temboknya di cat berwarna kuning, namun tampak lebih cerah daripada yang di luar. Tergantung beberapa foto ber-pigura hitam, kebanyakan foto seorang gadis manis dan foto bunda. Lalu juga ada rak kaca yang khusus untuk menaruh piala dan piagam penghargaan, yang jumlahnyaa cukup banyak.

"Mau diambilin minum apa? Kamu pasti haus ya?" Aira langsung mencekal lengan bunda halus, lalu menggeleng disertai dengan senyuman, "'Gak usah, Bun. Aira cuma mau sebentar aja kesini. Takut kemaleman," tolak gadis itu, ia lalu meletakan paperbag yang dibawanya ke atas meja.

"Aira, ke sini cuma mau kasih titipan dari teman Aira buat Amanda dan juga bunda," Bunda menatap paperbag itu dengan bingung,

"Teman yang mana sampai-sampai mau repot ngasih barang sebanyak ini? Buat bunda lagi," wanita itu duduk di kursi yang berada di hadapan Aira, lalu menilik ke dalam paperbag, matanya melebar dan mengalihkan pandangannya ke Aira yang menampakan wajah lelah.

"Aira, sayang," wanita itu menatap iba ke arah Aira, lalu meraih tangan gadis itu lembut, menyalurkan kehangatan di sana. Aira malah menunduk dalam diam, mendesah pelan.

"Bunda tahu. Barang-barang yang selama ini Aira kasih ke bunda sama Amanda, bukan dari teman yang Aira maksud, 'kan? Semua ini dari Aira sendiri, bunda benar 'kan?"

Aira masih bergeming, gadis itu menunduk, tak berani menatap wajah wanita di hadapannya.

"Nak, bunda tahu. Bunda sangat tahu. Aira gak perlu melakukan semua ini ke bunda dan Amanda. Kami sudah hidup dengan nyaman, Aira gak perlu merasa bersalah tentang sesuatu hal yang bahkan gak Aira lakukan. Bunda 'gak mau Aira kepikiran sama masalah ini, dan menghukum diri sendiri dengan rasa bersalah terus menerus. Bunda gak mau melibatkan Amanda, kamu dan Alfa ke dalam kekacauan yang kami buat,"

Aira kini berani menatap wanita yang berwajah sendu itu. mata Aira memanas, dadanya bergemuruh. Ia tidak tahu ingin bilang apa. Kata-kata bunda berhasil membuat kenangan itu mengaga hebat. Ia merasa payah dan gak berguna, cuma bisa merepotkan orang lain yang tak bersalah.

"Aira gak merasa bersalah,Bun. Tapi, Aira hanya melakukan apa yang dirasa pantas untuk Aira lakukan. Itu saja,"

"Yasudah. Bawa kembali barang-barang ini, bunda merasa gak pantas menerima itu semua," disodorkannya paperbag itu.
Aira hanya tersenyum, "Aira ikhlas ngasih itu. Mungkin Amanda akan butuh itu suatu saat. Aira cuma pengen Manda pakek itu di pesta danau nanti. Mungkin akan cocok,"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sunset Over the RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang