24

1.5K 135 27
                                    

Pagi itu, di ruangan kerjanya. Vino terus memikirkan kata-kata Shani saat mereka sedang sarapan.

"Kak, aku seneng deh. Semalam baru aja telfonan mereka masih gitu-gitu aja. Tapi pagi ini, kak Melody nelfon lagi. Dan kakak tau gak? kak Melody sama Dyo udah baikan dan Dyo mau nikahin kak Melody begitu sampai di jogja dan dapat restu dari kedua orang tua mereka. Aku seneng banget dengernya." Ucapan Shani kembali terngiang.

"Masa Dyo udah mau nikahin Melody sih? Gue aja sama Shani baru tunangan kok dia udah main nikahin aja." Vino terus berbicara pada pantulan dirinya pada dinding kaca ruang kerjanya yang langsung mengarah pada jalanan dan gedung-gedung tinggi.

"Apa gue juga harus nikahin Shani ya? Kalau status tunangan masih bisa di rebut orang lain. Kalau Shani di rebut orang, gue sama siapa dong? Masa gue nunggu dan nyari lagi? Sempet tua dong gue. Dan gak mungkin ada lagi perempuan yang seperti Shani." Vino terus mengoceh tidak jelas di dalam ruangannya hingga tak menyadari kehadiran Shani yang sejak tadi memperhatikannya, karena posisi nya saat itu membelakangi pintu masuk.

"Yang gue tau bidadari cuma ada 7" ucap Vino sambil mengangkat tangannya di depan wajah lalu menghitung.

"Bidadari paling cantik yang pertama Shani, dan itu udah gue temuin tapi belum gue milikin. Kalau dia pergi ninggalin gue, terus bidadari yang lain sudah nemuin orang yang tepat. Gue gak dapet bidadari lagi dong kalau gitu." Vino menghitung jumlah bidadari dengan jari-jarinya dan di Negara mana kemungkinan bidadari itu tinggal. Dan akhirnya Vino mengacak-acak rambutnya sendiri karena frustasi dengan fikirannya sendiri.

"Mungkin aja kan bidadari lebih dari 7. Dan masih ada lagi yang tinggal di Indonesia terutama di Jakarta." sahut Shani.

"Bisa jadi sih, tapi nanti kalau gak secantik bidadari gue gimana? Kalau yang lain gak selucu dan semanis bidadari gue yang sekarang, bisa nyesel gue." rancau Vino kembali mengacak-acak rambutnya. Bahkan ia masih tak menyadari Shani yang sedari tadi memperhatikan dan menjawab ucapannya. Shani masih berusaha menahan tawanya karena tingkah dan khayalan konyol Vino tentang dirinya.

"Kamu lucu banget sih kak" batin Shani.

Karena tak tahan, Shani pun mendekat ke arah Vino yang masih sibuk dengan pikirannya lalu memeluknya dari belakang.

"Kamu itu ngapain sih kak?" tanya Shani lembut. Shani bisa merasakan tubuh Vino menegak karena terkejut.

"I-indira?" ucap Vino memastikan, meski ia tau kalau orang yang memeluknya kini adalah Shani.

Shani melepaskan pelukannya pada Vino lalu membalik tubuh Vino agar menghadap pada dirinya.

"Kamu pantes aja kerjaannya selalu numpuk gitu kak, ternyata kerjaan kamu gini? Ngehayal gak jelas, hm?" ucap Shani sambil merapikan rambut Vino yang berantakan karena ulahnya sendiri.

"Ka-mu sejak ka-pan di sini? U-udah berapa lama?" tanya Vino gugup bercampur malu karena melakukan tingkah konyol di depan Shani.

"Cukup lama untuk ngeliat kakak ngehitung bidadari yang ada di bumi." jawab Shani sambil terkekeh geli mengingat tingkah dan ekspresi lucu dari kekasihnya itu.

"Astaga, malu-maluin" gumam Vino.

"Kak.."

"Iya?"

Shani mengusap lembut wajah Vino, ditatapnya dalam mata tajam namun terlihat teduh milik kekasihnya itu.

"Kamu bener-bener mau nikahin aku?" tanya Shani.

"Iya, dan itupun kalau kamu siap. Karena aku gak mau maksa kamu. Lagipula banyak hal yang harus aku pertimbangkan dulu sebelum benar-benar menikahi kamu." jawab Vino sambil menggenggam tangan Shani yang berada di pipinya.

Rahasia Sebuah Cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang