Chapter 5: Kesedihan Dibalik Kejahatan

286 13 3
                                    

A/n: Teman-teman, aku rencananya ingin menulis buku lagi setelah buku ini. Dan mungkin akan ada buku yang segera dibuat. Tidak tahu kapan. Mohon sabar, ya!

Selamat membaca...

Aichi's POV

Rasanya sakit. Semuanya... rasanya sakit. Mereka menendang perutku dengan lutut mereka lalu aku berteriak kesakitan dan aku merasakan salivaku tersemprot keluar dari mulutku. Mereka bahkan tidak memberiku sebuah kesempatan untuk mengatur nafasku yang sedang terengah-engah. Salah satu dari mereka mendorong leherku ke dinding lalu aku merintih karena kepalaku sakit saat kepalaku menabrak dinding.

"Bagaimana bisa tidak ada yang memilihmu, hah?!"

Aku tidak bisa menjawab apa-apa. Sebaliknya, aku hanya memandang dia dengan takut sambil mengatur nafas. Dia menjadi jengkel karena aku tidak menjawab lalu dia memukulku di perut dengan tangannya yang lain. Aku hampir berteriak sambil mengatur nafasku yang kini bertambah berat.

"Kau kira aku tidak akan tahu tentang ini?" Katanya. "Kau kira aku tidak akan kecewa karena semua ini?" Katanya lalu melepaskan leherku. "Sebaiknya kau jangan mencoba untuk mempermalukanku lagi, mengerti?" Aku mengangguk lalu dia memukul wajahku dan aku terjatuh ke tanah.

"Ayo, Kai! Jangan membuang waktumu dengan si pecundang ini!" Kata temannya yang lain.

"Ya. Ayo!" Kata Kai lalu dia pergi meninggalkanku dengan teman-temannya. Tapi sebelum pergi, salah satu temannya menendang debu ke mukaku. Untunglah, aku masih memakai kacamataku yang pecah jadi debunya tidak mengenai mataku. Setelah mereka menghilang, aku mengambil tasku di tanah dan berusaha untuk berdiri. Aku merintih saat aku memaksakan diriku untuk berdiri.

Aku mendengar sesuatu tapi mengabaikannya lalu aku meninggalkan sekolah. Tapi aku tidak menyadari ada sepasang mata memandangku. Aku berjalan ke sebuah taman dimana aku bisa memandang sebuah kolam lalu aku mulai bernyanyi.

Aichi: // Jika aku kuat, lalu kenapa ku merasa lemah? //

Aichi: // Aku kuat seperti batu walau itu tak cukup. //

Aichi: // Ku tak bisa melawan dan menjadi bebas. // *mentup mata*

Aichi: // *aku melihat ke atas* Ku kira tanganku bisa mengga... pai bintang di langit. // *lalu aku melihat ke bawah sementara poni rambutku menutupi wajahku.*

Aichi: // *aku memandang ke arah kolam* Percayakah... ? *lalu aku memandang ke arah anak-anak yang sedang bermain bersama-sama dengan teman mereka*. Bahwa ku ingin menjadi orang lain. Tapi tak bisa. // *lagi, aku memandang ke arah kolam*

Aichi: // Aku hanya ingin menjadi orang yang kuinginkan. // *air mataku jatuh dari pipiku ke kolam*

Aichi: // *Aku duduk di kursi taman* Hari-hari ku disuruh. Jangan kalah. Jangan gagal. // *aku melepaskan kacamataku.*

Aichi: // Tapi aku tak bisa karena kelemahanku. //

Aichi: // Dan sekarang ku dirantai. Tak akan ada yang mendengarku. // *aku melihat ke arah langit sambil mencoba menggapai langit*

Aichi: // *langit seperti semakin menjauh dariku saat aku mencoba menggapainya* Ku semakin jauh dari cahaya. Dan aku jatuh. //

Aichi: // Percayakah... ? Bahwa ku ingin menjadi orang lain. // *aku memandang kacamataku yang telah pecah dimana aku bisa melihat pantulan-pantulan diriku*

Aichi: // Tapi tak bisa. // *angin bertiup-tiup ke arahku sementara mataku mulai berair. Tanpa sadar, seseorang memandang ke arahku dengan mata yang menunjukkan keprihatinnya.*

Aichi: // Aku hanya ingin menjadi orang yang ku inginkan. // *air mataku jatuh tapi ku menghapusnya*

Aichi: // *aku menghela nafas dan melihat ke langit* Menjadi orang yang ku inginkan. //

"Aichi!" Aku mendengar seseorang memanggilku lalu aku menoleh. Aku melihat Kourin dan melebarkan mataku dengan terkejut. Aku dengan cepat berlari meninggalkannya. "Hei, tunggu! Aichi!" Aku lari dengan secepat mungkin. Bahkan aku tidak peduli jika aku harus menabrak seseorang. Akhirnya, aku mendengar tapak kakinya semakin menjauh sementara aku sedang berada di gang kecil. Saat aku keluar dari gang kecil itu, aku jatuh ke tanah karena sebuah batu.

Kourin mencoba untuk membantuku tapi aku menolak. Aku mendorong tangannya untuk menjauh dariku. "Sudahlah! Aku tidak butuh bantuanmu. Aku sendiri bisa berdiri." Kataku sambil mencoba untuk berdiri. Tapi sayangnya, luka-luka dan lecet-lecet di tubuhku membuatku sulit untuk berdiri lalu aku mengatur nafasku yang kini memberat. Lalu mengapa aku bisa berdiri barusan tadi? Mungkin karena luka-luka telah terinfeksi sekarang.

"Kau tidak bisa. Tolonglah, biarkan saja aku menolongmu! Rumahku dekat jadi kita bisa mengobati luka-lukamu itu."

"Diam! Aku tidak butuh sebuah bantuan dirimu." Aku teriak dengan kasar tapi dia memaksa. Dia membantuku berdiri dan membawaku ke rumahnya. Aku tidak bisa melawannya karena aku sudah terlalu lemah sekarang.

Normal POV

Kaourin dan Aichi tiba di rumah Kourin. Kourin mengatakan kepada Takuto -kakak laki-lakinya- dan kakak perempuannya bahwa dia harus mengobati lukanya Aichi. "Oke, baiklah. Kurasa kau harus menghantarkannya ke kamarmu. Dia butuh istirahat." Kata Suiko, kakak Kourin sementara Kourin menganggukkan kepalanya lalu melakukan apa yang dikatakan Suiko.

A/n: Mohon maaf, ya kalau updatenya lamaaa sekali. Aku terkadang tidak ada mood untuk menulis cerita ini. Mohon dimaklumi, ya!😂. Ngomong-ngomong, Selamat hari raya Idul Adha, ya. Daaah~

Menjadi Orang Yang KuinginkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang