Valerie, gadis itu menyeruputi cangkir yang berisi vanilla latte sambil memperhatikan jendela luar. Hujan, setiap ia melihat hujan selalu saja sama. Memori itu terus berputar dikepalanya.
"Terus aja kepikiran, Val." batin Valerie.
"Hi."
Valerie mendongak dan melihat Ghaitsa dan Widya, teman semasa smanya. Ketika Valerie berdiri Ghaitsa dan Widya memeluknya.
"Apa kabar?" Mendengar pertanyaan Ghaitsa.
"Baik."
"Maaf ya lama, nih salahin si Widya."
Widya menyengir, "ada acara tv yang aku suka jadi gatau jam, maaf."
Valerie tersenyum, "mau pesen apa?"
"Udah sih, udah mesen di depan tinggal dianterin kesini," Ghaitsa duduk di sebrang Valerie dengan Widya di sebelahnya.
"Gimana kabar kalian sama yang lain?"
Ghaitsa menahan senyumnya dengan menunjukan cincin ke arah Valerie.
"KAPAN?"
Valerie terkejut melihat reaksi Widya, "lho widya gatau?"
Widya menggeleng, "ini baru tau sekarang, kemaren ghaitsa abis jalan-jalan ama marvin."
"Iya pas jalan-jalan itu dia propose," Ghaitsa segera menyembunyikan cincinnya sambil menahan malu.
"Congrats."
"Gue kapan ya? Evran gue kodein ga peka," Widya mendengus kesal. Ghaitsa menyenggol lengan Widya, "bentar lagi palingan."
"Arsen gimana?"
Ghaitsa dan Widya terdiam lalu menatap Valerie. Valerie bingung, "what? Dia kenapa?"
Widya dan Ghaitsa bertatapan. Lalu Ghaitsa menghela napasnya.
"Arsen berubah, val. Semenjak kamu pergi ke perancis, dia bener-bener berusaha nyibukin diri. Sampe sering dia lupa sama kesehatannya sendiri."
Widya menatap Valerie, "ga sedikit cewek yang deketin Arsen tapi ditolak mentah-mentah."
"Kak Arkan sama Adrian sampe nanyain kamu ke aku," Ghaitsa menunjukan ruang pesan antara Ghaitsa dan Arkan, kakaknya Arsen kepada Valerie.
Mendengar situasi Arsen, Valerie terdiam. Ia merasa bersalah, benar-benar bersalah. Karena ia tau, Arsen berubah karena dirinya. Valerie mengembalikan ponsel Ghaitsa. Widya menggenggam tangan Valerie.
"Val, inget ini bukan salahmu."
"Kalian ceritain ke dia?"
Ghaitsa ikut menggenggam tangan Valerie, "bukan tempat kita buat ceritain itu ke dia, walaupun posisiku itu sebagai sepupunya dia dan sahabatmu."
"Kita ga bakal maksa, Val. It's okay," Widya berdiri dan memeluk Valerie. "Ih aku juga mau," Ghaitsa ikut memeluk Valerie.
Mereka bertiga melepas pelukan mereka saat pramusaji mengantarkan minuman pesanan Ghaitsa dan Widya.
Ponsel Valerie berdering, "sebentar ya."
Valerie berdiri dan mengangkat telponnya."Halo?"
"Valerie bisa kerumah sakit sekarang? Adikmu kecelakaan."
"HAH? Iya pah, Valerie kesana sekarang."
Valerie kembali ke teman-temannya, "maaf ya, aku harus ke rumah sakit."
"Eh iya gapapa, siapa yang sakit?" tanya Widya.
"Adikku, duluan ya."
Valerie berhenti saat Ghaitsa menepuk pundaknya, "jangan ngebut, hati-hati."
"Iya makasih."
Valerie berlari menuju mobilnya dan mulai mengendarai mobilnya tersebut. Sesampai di rumah sakit, ia berlari menuju kamar adiknya.
"Gimana, pah? Kok bisa?"
"Dia lagi sama temennya, terus ada orang yang ugal-ugalan. Papa udah liat cctvnya. Adekmu sama temennya luka ringan aja, " Papa Valerie menunjukan sebuah dokumen dari ponselnya, "papa, juga udah laporin ke om Adam."
Valerie menghela napasnya, "bagus lah."
"Masuk dulu gih, dia nyariin kamu tadi."
Valerie membuka pintunya dan melihat dua tempat tidur, disebelah kiri adalah adiknya, Violet. Sedangkan di sebelah kanan adalah laki-laki yang sangat familiar baginya.
Keduanya melihat ke arah Valerie dan secara bersamaan mereka berteriak, "kak valerie!"
Violet menoleh ke arah laki-laki disebrangnya, "lho adrian kamu kenal kak valerie?"
Valerie terdiam.
"Iya, kak vale-"
Omongan Adrian terputus karena seseorang masuk ke ruangan itu.
"Abang Arsen!"
Valerie berputar badan secara perlahan. Valerie dan Arsen sama-sama terkejut.
"Valerie?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Valerie
Short StoryApakah Valerie akan berhasil menyelamatkan reputasi dirinya beserta teman-temannya?