Valerie menoleh ke jam di ruang kerjanya. Jam menunjukan pukul setengah empat. Ia janji dengan Arsen untuk bertemu di tempat yang disebut markas Valerie dan teman-temannya saat SMA.
"Valerie, ada yang mencari anda."
Valerie menghela napasnya sambil memasukan barang-barangnya ke tas, "Riana, bisa tolong di reschedule? Saya ada urusan."
"Urusan apa?"
Valerie terdiam sejenak. Suara itu, Valerie mendongak. Rafael, laki-laki yang ia tidak mau temukan lagi. Valerie mengambil tasnya dan mengabaikan Rafael. Rafael menangkap tangan Valerie, "Val."
Valerie memutar badannya, "Raf, udah. Kalau mau ngomongin tentang perusahaan bisa dijadwalkan dulu ke resepsionis. Aku bener-bener ada urusan penting."
Valerie berhenti ketika Rafael menunjukan ponselnya ke Valerie, "kalau bisa ditunda juga, aku ga bakal kesini sekarang."
Valerie membuka ponselnya dan mulai mengirim pesan ke Arsen.
Valerie
Sen, maaf besok aja.
Aku ada meeting
dadakan soalnya.Valerie sedikit khawatir karena pesannya hanya dibaca. Lalu ia merasa lega ketika Arsen menjawab.
Arsen
Gapapa, Val. Aku juga lagi bantuin mas arkan ngurusin gedung pernikahan. Besok jam lima aja gimana?Valerie
Oke makasih, senValerie mematikan ponselnya dan segera duduk di sofa bersama Rafael.
"Itu video kamu dapet darimana?"
"Nomer yang ga dikenal," Rafael meletakan ponselnya dimeja, "aku udah coba ngelacak, tapi orang ini jago jadi agak susah."
"Ga ada yang tau kan?"
Rafael menggeleng lalu mendengus kesal, "kok bisa sih ada yang videoin."
"Mana ku tau sih?" Valerie mengambil ponselnya kembali. Rafael menoleh, "ngapain?"
"Bilang ke Julian lah. Ini masalah bukan kita berdua doang, dia juga terlibat."
Rafael berdecik, "udah, bentar lagi nyampe."
Seorang laki-laki membuka pintu ruangan Valerie dengan tergesa-gesa dan menutup kembali dengan cepat, "VIDEONYA KESEBAR?"
Valerie dan Rafael hanya bisa memegang kepalanya.
Valerie memutarkan bola matanya, "kurang keceng, Jul. Bentar lagi tuh satu kantorku kedengeran semua."
Julian menyengir sambil menggaruk leher bagian belakang sebelum akhirnya duduk di sebelah Rafael.
"Jadi rencananya apa?"
Rafael dan Valerie saling bertatapan. Rafael hanya memejamkan matanya sambil menghembuskan napasnya.
"Baru liat lho seorang Rafael nyerah gitu aja," Valerie menyilangkan tangannya.
Rafael tertawa dengan meledek, "haha, lucu."
"Hey debat ga bakal nyelesain ini, coba liat videonya."
Rafael menyerahkan ponselnya ke Julian. Julian segera berkomentar, "duh mukaku paling keliatan."
Valerie terdiam, "Jul, di daerah itu ada cctv ga sih?"
Julian memegang dagunya sambil berpikir, "ada!" Julian mengeluarkan laptop dari tasnya dan mengetik sesuatu disana.
"27 April," Julian mendongak ke arah Valerie dan Rafael, "jam berapa sih?"
"Antara jam tujuh dan jam delapan," Rafael menutup matanya sambil memegangi dahinya, "coba liat jam setengah tujuh an juga."
"Oke dari jam setengah- shit."
Valerie membulatkan matanya, "Julian, bahasanya!"
"Cctv dimatiin, dari jam setengah tujuh sampe jam sembilan."
Rafael segera menelpon seseorang, "pak, bisa tolong bawakan laptop saya ke kantor Valvio."
Valerie terdiam, ia berdiri dan memperhatikan jendela kantornya.
"We're doomed, aren't we?" ujar Julian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Valerie
Short StoryApakah Valerie akan berhasil menyelamatkan reputasi dirinya beserta teman-temannya?