2

21 2 0
                                    

Suasana kafe saat itu ramai, tapi Valerie dan Arsen sangat canggung. Entah telah berapa lama mereka hanya diam.

"Apa kabar?"

Valerie sedikut terkejut, "baik, kamu?"

Arsen hanya mengangguk. Mereka berdua kembali hening. Sudah banyak skenario yang Valerie bayangkan jika bertemu Arsen tetapi tidak satupun skenario itu digunakan saat ini.

"Val, kamu bisa ga sih jujur sama aku kenapa putus kontak dengan semuanya? Semuanya khawatir Val. Bayangin, tiga tahun menghilang gitu aja. Perpisahan juga ga jelas cuman ngomong maaf doang."

"Sen-"

"Satu detik pun Val, aku ga bisa ngelupain kamu."

Valerie terdiam.

"Kalau kamu mau nanya kok bisa Adrian kenal Violet, aku gatau."

"Aku gamau nanya itu, aku mau jelasin semuanya ke kamu. Ga bisa disini, ga bisa sekarang."

"Sampe kapan?"

Valerie melihat ponselnya, "lusa di markas kita dulu, jam empat."

Arsen mengangguk, "oke."

"Arsen, aku mau minta maaf."

Arsen menatap Valerie, "aku udah maafin saat kamu bilang maaf sebelum kamu pergi."

Valerie kembali menatap Arsen. Tatapan Arsen ga berubah, tetap sama. Walaupun Valerie sudah pernah meninggalkannya tanpa sebab. Saat itu juga, Valerie mengeluarkan air matanya. Dengan cepat Arsen berdiri dan duduk di sebelah Valerie untuk memeluknya.

"Ya ampun nangis," Arsen mengusap air matanya, "kita masih di rumah sakit lho ini. Kalau ayahmu liat nanti dikiranya diapa-apain lagi sama aku."

Valerie berusaha mengontrol tangisannya, "kangen banget."

"Iya sama, tuh diliatin anak kecil. Dia aja ga cengeng, masa kamu cengeng."

Valerie memukul pelan pundak Arsen, "diem ih."

Arsen tertawa, "yaudah yuk balik lagi ke atas, kasian adek kita nungguin."

Arsen menggandeng tangan Valerie. Mereka berdua menaiki lift menuju kamar adik mereka. Sebuah lagu terdengar di lift itu.

And you throw your head back laughing like a little kid
I think it's strange that you think I'm funny 'cause he never did

Arsen dan Valerie menyadarinya. Arsen tersenyum ke arah Valerie, "taylor swift nih, masih suka kan?"

"Masih kok."

I've been spending the last eight months thinking all love ever does
Is break and burn and end
But on a Wednesday in a café I watched it begin again

Saat sampai di lantai yang mereka tuju, mereka berjalan ke kamar adik mereka.

"Yak balikan dah," kata Adrian.

Arsen mengacak-acak rambut Adrian, "iri aja."

"Jadi selama ini Adrian adeknya kak Arsen. Kok lebih nyebelin Adrian sih?"

"Untung aja nih kita lagi sakit, kalau engga gelut yuk."

"Dih cemen beraninya ama cewek."

Valerie dan Arsen bertatapan dan tertawa.

"Tau ga sih kalian tuh kayak Marvin sama Widya, dulu. Berantem terus kerjaannya," kata Valerie.

"Sampe sekarang," Arsen mengoreksi Valerie, "kasian Ghaitsa sering kewalahan misahinnya."

"Oh iya kak, aku udah boleh pulang belom sih?" Violet menoleh ke arah Valerie, "tugasku masih ada takut diburu deadline."

"Nanti kakak bantuin deh ya gapapa."

Pintu kamar terbuka dan terlihat papa Arsen dan papa Valerie sedang berbincang.

"Lho, Arsen kapan datengnya?" Papa Arsen terkejut melihat Arsen.

"Tadi pa-" Arsen menahan mulut Adrian, "baru sih pah."

"Oh yaudah, kalian berdua baru bisa pulang besok. Dokternya masih mau ngecek perkembangan kalian. Papa sama papanya Valerie mau ngomongin kerja sama perusahaan," papanya Arsen menepuk pundak Arsen, "kalian kalau mau pulang-pulang aja ya."

"Sen, titip Valerie."

"Siap om."

Valerie menatap papanya dan papanya mengedipkan matanya satu ke arah Valerie. Valerie menghela napasnya.

"Abang, aku mau pizza."

Arsen membuka ponselnya, "oke." Lalu, ia menoleh ke Violet dan Valerie, "kalian mau?"

"Ga-" omongan Valerie terpotong oleh Violet, "mau kak."

Valerie menyenggol pelan pundak Violet. Violet menahan tawanya.

Valerie mendekati Arsen, "berapa, sen biar aku aja."

"Apaan sih, udah langsung ke bayar juga."

"Bagi dua deh."

"Gausah et."

"Hish."

"Kak Valerie beli lagi yang sama jadi biar impas deh," usul Adrian.

Arsen menjitak pelan Adrian, "itu mah kamu yang mau."

Adrian terkekeh.

"Kakak,"

Valerie berjalan mendekati Violet, "kenapa?"

Violet memberikan sebuah kotak kecil ke Valerie, "sebagai hadiah selamat datang."

"Ya ampun kamu itu jalan-jalan beliin ini?" Valerie membuka kotak tersebut dan terlihat sebuah gelang yang berwarna putih dengan liontin angsa dengan mutiara berwarna hitam.

Violet menyengir sambil menunjukan gelang berwarna hitam dengan liontin angsa dengan mutiara berwarna putih, "iya kita samaan."

"Makasih yaa," Valerie memeluk adiknya.

Setelah itu mereka berempat mengobrol. Mulai dari masalah kuliah, sesi curhat dan lain sebagainya.

"Eh pizzanya udah dateng bentar ya. Jangan mulai cerita tanpa aku."

"Ga janji ya, sen."

Arsen menatap Valerie dan Valerie tertawa, "yaudah sana cepetan ambil pizzanya."

"Iyaa."

ValerieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang