8

5 1 0
                                    

"Always watch your back -X," Julian meletakan kertas itu di meja, "Xnya siapa coba?"

"Aku udah tanya Riana, ga ada yang tau siapa yang anterin," kata Valerie, "aku juga udah ngecek cctv, sekitar jam setengah dua sampai jam dua cctvnya ngelag."

Rafael terkejut, "berarti udah terencana gitu?"

"Rafael dikirimin video lewat sms, Valerie dikirim foto lewat surat, nanti pas bagian aku orangnya dateng langsung kali ya?"

Valerie memukul bagian belakang kepala Julian dengan pelan, "apaan sih?"

"Kita bener-bener butuh rencana," Valerie berhenti sejenak, "kita harus minta tolong."

Julian bingung, "Tolong ke siapa, Val?"

"Ga."

Valerie menatap Rafael, "kenapa?"

Rafael menjawab, "risky, apalagi masalahnya ini cuman melibatkan kita bertiga. Kalau kita kasih tau orang lain, cuman ada dua kemungkinan. Satu, bisa jadi ternyata dia orang yang ngirimin video dan foto. Dua, mereka ga salah apa-apa tiba-tiba terlibat sama kasus ini."

Valerie terdiam mendengar jawaban Rafael. Sedangkan,  Julian hanya mengangguk, "betul, tapi kalau cuman kita bertiga kayak gini ga akan cepet nangkep orang itu."

"Gini, satu orang yang punya banyak link. Siapa?"

"Aku tau," Rafael mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang.

"Arsen, bisa samperin aku ga. Aku share loc ya, mau minta tolong."

Rafael mematikan ponselnya. Valerie menatap Rafael tidak percaya, "itu tadi Arsen? Arsen Pratama?"

"Iya kenapa? Naksir kamu?"

"Itu temen smaku."

Julian ikut menambahkan, "yang inisialnya ada di markas kemaren ga sih?"

"Oh, aku kira beda Arsennya," ujar Rafael dengan nada yang datar.

"Berarti, Arsen deket ya sama Marvin."

Ucapan Julian membuat Valerie dan Rafael terdiam menoleh ke Julian, "kenapa pada ngeliatin aku?"

"Kalau bener Arsen itu x, kita kan jadinya bisa mantau. Satu lawan tiga," kata Rafael.

Valerie mengangguk, "bener itu, btw kenal Arsen darimana?"

"Rekan kerja, tadinya pengen nelpon kakaknya. Tapi inget dia mau nikah kan?"

Tak lama seseorang datang ke ruangan Valerie, yaitu Arsen.

"Maaf lama, agak macet," Arsen duduk di sebelah Valerie, "kamu kenal sama Rafael, Val?"

"Iya, oh iya ini Julian."

Arsen menjabat tangan Julian, "Arsen."

"Jadi minta tolong apa?"

Pertanyaan Arsen membuat Julian dan Rafael menoleh ke Valerie sampai Arsen ikut menoleh, "Val?"

"Inget ga? Yang aku mau cerita tapi ga bisa. Kejadian yang ngebuat aku pergi untuk sementara?" Valerie mengatur napasnya, "ini mencangkup hal itu."

Arsen bingung, "hm?"

"Janji kamu ga bakal bilang siapa-siapa?"

"Iya Valerie."

"Raf, tunjukin."

Rafael melihat ke layar ponselnya dan menunjukan video itu ke Arsen. Arsen menonton video tersebut dan terkejut. Ia berhenti sejenak.

"Sen.." Valerie yang mengetahui bahwa ekspresi Arsen berubah segera terdiam kembali.

Arsen tidak merespon apa-apa. Rafael mulai curiga dengan Arsen yang tidak merespon.

"Itu video cuman sepotong dari kejadian yang sebenarnya," jelas Julian.

"Kalau kamu pikir kita minta tolong bantuanmu dijalur hukum kamu salah ya," Rafael memasukan kembali ponselnya ke dalam saku, "kita minta tolong kamu untuk bantuin kita nemuin orang yang neror aku sama Valerie."

"Kamu dikirimin juga?"

Valerie mengangguk, ia menunjukan surat beserta foto kepada Arsen, "inget juga ga yang aku tanya hape Marvin dicopet? Pake hape Marvin itu, orangnya ngirim video ke Rafael."

Arsen menghela napasnya, "Kata Julian itu video cuman sepotong kan? Aslinya gimana ceritanya?"

"Intinya kita cuman membela diri kita sendiri," jawab Rafael.

"Kalau video dan foto ini kesebar, apalagi kalau dari video itu, seolah-olah kalian duluan," kemudian Arsen terdiam menatap kertas yang terdapat tulisan X, "tulisan tangannya familiar."

Valerie, Julian dan Rafael menoleh ke Arsen. Arsen menoleh ke Valerie, "kamu gatau ini tulisan siapa?"

Valerie menggeleng, "aku ga hafal tulisan orang."

"Tapi ga familiar Val?"

Valerie kembali menggeleng.

"Kenapa ga foto aja siapa tau bisa dibanding-bandingin,"

Valerie menoleh ke arah Rafael. Ia tau bahwa Rafael sedang mengetes Arsen.

"Jangan lah, kalau aku foto juga ya kesebar jatohnya."

Rafael merasa sedikit lega dengan jawaban itu, Valerie yang menyadari tatapan Rafael menyenggol lengannya, "biasa aja kali."

Rafael memutarkan bola matanya.

Valerie mulai tersenyum, "oke sekarang kita mulai ngomongin rencana kita ya."

ValerieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang