5

9 2 0
                                    

Valerie sedaritadi berjalan mondar mandir sambil menggigiti jarinya. Julian sedang fokus dengan laptopnya.

Rafael berdiri menghampiri Valerie, "Val, tenang dulu."

"Tau ga sih, ini terbesit dipikiranku," Valerie menatap Rafael, "should we tell our parents?"

Sebelum Rafael menjawab, Julian beteriak, "yes, ketemu!"

Valerie dan Rafael berjalan mendekati Julian. Benar saja, dari laptop Julian terdapat titik koordinat dari nomer yang mengirimkan video ke Rafael.

"Untung masih di daerah sini, ayo," ajak Rafael.

Tanpa basa basi mereka mengambil semua barang mereka untuk menuju ke titik koordinat yang dimaksud. Sesampai di lokasi, Valerie terkejut. Tempat itu adalah markasnya dan teman-temannya saat sma.

Valerie yang duduk di belakang mendekati Julian yang sedang memangku laptopnya, "ga salah Jul?"

Julian menggeleng, "ini buktinya."

"Yaudah kita turun semua, untuk nyari," Rafael mematikan mobilnya dan keluar dari mobil. Diikuti oleh Julian dan Valerie dengan menyalakan lampu dari ponselnya masing-masing.

Mereka bertiga segera mengelilingi tempat itu.

"Ini kayaknya markas orang deh, liat ada inisialnya."

Valerie dan Rafael segera menghampiri Julian yang membaca suatu tulisan di dinding.

"GWEVAM? Apa coba?" tanya Julian.

"Ini tuh markasku dulu pas sma. Tempat dimana kalau lagi pengen cabut, cabut bareng bareng." Valerie menunjuk satu persatu huruf yang ada di dinding itu, "G itu Ghaitsa, W itu Widya, E itu Evran, V itu aku, A itu Arsen dan M itu Marvin."

"Bisa ga sih itu salah satu dari mereka?"

Valerie menatap tajam kepada Rafael, "apaan sih, mereka aja gatau aku kemana hari itu."

Rafael mengangkat kedua bahunya, "ya siapa tau."

Julian pun menyinari bawah dinding tersebut, "ada yang mau gali itu?"

Rafael menoleh ke Valerie, "kamu pernah ngubur sesuatu.

Valerie menggeleng, dengan cepat Julian mengantungi ponselnya untuk menggali tanah itu. Tak lama Julian menemukan sebuah plastik berisi ponsel. Ia mulai menyalakannya dan melihat nomer ponsel itu tanpa mengeluarkan ponsel dari plastik.

"Ini hapenya, tapi memorinya dihapus. Cuman ada nomernya doang," Julian menunjukan layar ponsel tersebut ke arah Valerie dan Rafael. Rafael mencocokan nomer yang mengiriminya pesan denga nomer pada ponsel itu dan hasilnya sama. Ponsel itulah yang mengirimi pesan ke Rafael.

"Berarti bukti dia ngirimin video ke aku kehapus juga?"

Julian mengangguk, "bener-bener bersih ini ponselnya."

Julian mendongak ke arah Valerie dan Rafael, "gimana kalau kita cari tau sidik jarinya?"

Valerie dan Rafael mengangguk.

Valerie mengusulkan untuk kembali ke kantornya, Rafael dan Julian menyetujui usul Valerie.

Sesampai di kantor Valerie, Valerie mengambil tempat serbuk alumunium milik adik sepupunya dan meletakannya diatas meja.

"Kok punya ini?" Rafael mengambil serbuk itu dan mengamatinya.

Valerie mengambil kotak serbuk itu dan meletakannya kembali ke meja, "maenannya adek sepupuku, gatau dah serbuk alumunium beneran apa engga." Valerie menoleh ke Julian, "coba pake ini, jangan sampe sidik jarimu ada."

Julian mengeluarkan satu plastik kecil dan memakaikannya di tangan kanan. Dengan perlahan ia mengeluarkan ponsel yang ia temukan tadi dan meletakannya diatas meja.

"Val, minjem brush."

Valerie mengambil brush make up dari tas dan menyodorkannya ke Julian. Julian pun mulai menggosok brush ke kotak serbuk kemudian menggosokannya ke layar ponsel.

Rafael memutarkan bola matanya, "ga mungkin segamp-"

"Ketemu!"

Rafael dan Valerie memperhatikan baik-baik ponsel tersebut. Benar saja di layar ponsel tersebut terdapat sidik jari.

"Raf, tolong itu selotip sama kertas."

Rafael mengambil selotip dan kertas di meja belakang Valerie dan meletakannya di meja. Dengan pelan Julian mengambil selotip dan melekatkannya ke salah satu sidik jari. Kemudian ia tempelkan ke kertas.

"Nanti aku minta tolong kakak sepupuku untuk baca sidik jari ini, Julian meletakan kertas sidik jari di dompetnya, "sekarang kita balik dulu deh ke rumah masing-masing, udah malem. Besok pagi aku samperin."

Rafael dan Valerie melotot ke arah Julian.

"Jul, ya polisi bisa tau lah!" Valerie menaikan nada suaranya.

"Gampang."

"Julian, aku berharap kamu ga melakukan hal yang bodoh," Rafael menepuk pundak Julian.

Julian tertawa, "santai, et dah. Percaya aja sama aku."

Valerie mengalah, "fine, kalian pulang gih udah malem."

"Gamau sama aku aja? Udah malem."

Mendengar tawaran Rafael, Julian hanya bisa berdeham kecil sebelum pergi dari ruangan,"Val, duluan!"

Valerie menjawab Julian, "iya hati-hati."

Tatapan Valerie kembali bertemu Rafael, "Yakin?"

"Iya udah gih sana."

"Setidaknya aku anterin ke mobil dah."

Valerie mengambil tasnya, "gabakal nyerah ya?"

Rafael terdiam.

"Yaudah, ayo. Sampe mobil aja tapi."

"Iya."

ValerieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang