Senja

2.5K 105 71
                                    

Aline Marchatri– sering dipanggil Aline atau Ayin oleh orang tuanya. Wanita cerdas penyuka senja dan matcha (green tea).
Pemilik mata hazel yang di turunkan oleh ayahnya. Berkulit kuning langsat, dengan rambut wavy sebahu. Seorang gadis ramah dan periang. Walaupun sedikit jahil, Aline tetap gadis baik dan penurut.

Matahari terbenam dibulan maret menyisakan sebuah luka mendalam bagi seorang Aline. Kepergian matahari itu ikut menghantar kepergian ayah tercintanya pada sore itu.

"Ayah!" Teriaknya.

Aline menangis sejadi-jadinya. Ia merasakan gemetar hebat setelah melihat jenazah ayahnya yang sedikit hangus. Dia bahkan tahu bahwa ayahnya sudah tidak bernyawa sejak dibawa ke rumah sakit, namun ia masih tidak bisa menerima kenyataan dan susah memberitahu otaknya bahwa apa yang dikatakan oleh Tuhan–pergi untuk selamanya. Maka, kepergian itu tidak akan pernah kembali.

Dia tidak sadar bahwa dari tadi ia hanya tersenyum miris sambil memutar kembali memori yang sangat pahit baginya.
Melihat lurus menghadap jendela lalu melihat tetes-tetes hujan yang membentur kaca jendela.
Hujan bulan September, tepat hari ini ayahnya bertambah umur, seharusnya.

Aline berbisik lirih sambil mendoakan ayahnya,
"Ayah, maafin Ayin kalau hari ini Ayin, ibu dan Kak Kem ngga bisa berkunjung ke makam ayah untuk sekedar membersihkan makam ayah. Selamat ulang tahun ayah, Ayin, Kak Kemas dan ibu selalu sayang ayah."

Tanpa disadari air matanya menetes perlahan, tidak ada senja hari ini. Hanya ada kabut sendu yang kini berubah menjadi rindu.

Tokkk tokkkk tokkkk

Ada yang menggedor kamar Aline ketika Aline masih sibuk memutar memori yang pasti tidak akan pernah kembali lagi.

"Ay, dipanggil mama. Udah waktunya makan malem." Suara Kemas membangunkan Aline dari runtuhan puing-puing kenanganya bersama ayahnya semasa ayahnya masih hidup.

"Iya, kak. Sebentar lagi Ayin turun." Aline tidak menoleh ke arah kakaknya berada. Ia tetap menghadap jendela.

"Ay, kamu ingat, nggak? Ayah nggak suka ngeliat kamu terus-terusan ngelamun kayak gini. Buktikan ke ayah kalo kamu tuh gadis ayah yang kuat." Kemas mendekat lalu mengelus rambut adik kecilnya, memeluknya dari samping. Aline hanya menaruh kepalanya di dada bidang Kemas.

"Ayah bakal marah nggak kak, disana?"

"Tentu! Ayah pasti sangat murka."

"Kak." Aline menatap mata Kemas.
"Bantu Ayin. Kuatin Ayin. Jaga Ayin. Ayin janji bakal tunjukin ke ayah kalo Ayin kuat."

Kemas tersenyum, ia sangat tersentuh melihat kesungguhan dimata adiknya–Aline.
"Siap ibu bos! Tanpa kamu minta, kakak bakal jagain ibu dan kamu." Sambil menoel hidung Aline.

"Yaudah, ayo turun. Ibu udah lama nunggu, nanti makanannya dingin, lho!"

***

Aline mempunyai keluarga kecil yang sangat bahagia, ia mempunyai Kakak laki-laki idaman seperti Kemas. Yaaa, Kemas Ardrianta Janues. Dimana kakaknya itu akan melakukan apapun untuk membuat adik kecilnya bahagia walaupun sedikit jahil.
Kemas yang putih dengan mata coklat pekat milik ibunya, senyum manis dengan sedikit lesung pipi yang ada diwajahnya membuat siapapun akan meleleh melihatnya. Tubuh jangkungnya sangat sesuai.

Aline juga mempunyai ibu yang sangat luar biasa, seorang ibu rumah tangga yang sangat-sangat hebat. Ibu yang sangat menyayanginya. Seperti malaikat yang sengaja Tuhan beri untuknya.

Dan, Aline punya ayah super. Yang selalu memarahinya, namun selalu membuatnya nyaman. Selalu menolak permintaannya demi mengabulkan impian terbesarnya sendiri.

Tapi sangat disayangkan, ayahnya harus pergi meninggalkannya, meninggalkan ibu, dan juga kakaknya.
Ayahnya menyelamatkan seorang anak kecil yang masih hidup didalam sebuah mobil terbalik setelah kecelakaan terjadi. Orang tuanya meninggal ditempat. Tidak lama setelah ayahnya mengeluarkan anak kecil tersebut, mobil itu meledak. Ayah Aline masih sangat dekat dengan mobil itu, alhasil ayahnya ikut meledak bersama mobil dan membuat ayahnya meregang nyawa setelah berbuat baik.

Tuhan sangat menyayangi ayah Aline, itulah sebabnya mengapa Tuhan memanggil ayahnya dengan cepat. Ayah Aline adalah orang baik yang tidak pernah keberatan untuk berbuat kebaikan– dimanapun, kapanpun, dan kepada siapapun.

Tuhan pasti juga tidak ingin Aline tumbuh seperti anak gadis kebanyakan– hanya bergantung pada ayahnya.
Aline itu istimewa. Tuhan mendidik Aline langsung.

Elegi Senja dan JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang