Part 14

406 45 19
                                    

"Ce, anu..."
"Lo, nggak marahkan tadi berangkat sekolah gue bareng Jingga?" tanya Aline hati-hati.

Yuwina tersenyum tulus,
"Nggak pa-pa, Al! Santai!" jawabnya.

Menit berganti jam, tidak terasa sekolah dan pelajaran hari ini telah selesai. Waktunya mereka pulang dan beristirahat dirumah masing-masing.

"Hi!" suara dingin diambang pintu kelas membuat Yuwina dan Aline menoleh.
Yuwina tersenyum, Aline tau pasti; mereka pasti akan pergi.

"Yuwina, gue anter Aline pulang, ya?" Aline membelalakkan mata bulatnya. Jingga tidak pernah berhenti mencari masalah, pikirnya.

"No! Gue mau pulang sama kak Kemas aja." tolak Aline.

"Kakak lo udah pulang bareng Nadya."

Aline menatap Yuwina, meringis dan menggeleng-gelengkan kepalanya tanda ia tidak ingin. Yuwina hanya senyum dan mengangukkan kepalanya pada Aline.

"Gue nggak mau!" tegas Aline cemberut.

"Yaudah kalo lo nggak mau, koko gue udah di depan,"
"Gue pulang, terus lo sendiri deh!" ucap Yuwina.

"Gue bisa naik Uber, Go-car atau Grab kok!" ucap Aline sambil mengobrak-abrik isi tasnya, mencari dompet berharganya. Sementara itu Yuwina pergi meninggalkan Jingga dan Aline berdua.

"Kenapa sih lo selalu ngejauhin gue? Nolak ajakkan gue?"
Jingga tersinggung dengan penolakan Aline yang keukeuh.
"Lo nggak suka sama gue?" tanya Jingga berjalan ke arah Aline.

"Bu-bukan gitu! Gue bukan nggak suka sama lo—" ucapan Aline terputus.

"Berarti lo suka sama gue?" tanya Jingga dengan mantapnya.

"Ih bukan gitu,"
"Yang suka sama lo itu Yuwina." Aline salah tingkah saat ini. Apa yang harus Aline jawab?

"Gimana sama kamu? Kamu nggak suka?"
Jingga mengganti kata lo-gue dengan aku-kamu yang membuat Aline terlihat lebih salah tingkah.

Jika difikir-fikir, Aline memang tertarik pada laki-laki yang mengintrogasinya saat ini.
Setiap hari laki-laki itu sungguh baik padanya, dari awal perkenalan mereka hingga sekarang.
Memang, Jingga suka mencari masalah jika bersama Aline, tapi Jingga menjadi berbeda juga-lah ketika bersama Aline.

Jingga yang terlihat cuek dan cool itu akan berubah menjadi Jingga yang tengil, suka mencari masalah, dan usil ketika bersama Aline. Jangan lupa, Jingga juga bisa berubah jadi sangat posesif. Yang tidak berubah hanya keras kepalanya dan sifat memaksanya saja.

"Hey." ucap Jingga sambil menyentuh pundak Aline yang membuat Aline sadar dari lamunannya.

"Ya?"

"Kamu suka nggak?"
"Kalo nggak, aku tau caranya mundur dan berhenti."

"Maksud kamu?" Aline tidak bisa mencerna maksud dari perkataan laki-laki yang berada didepannya ini.

"Aku cuma mastiin, kamu suka aku atau nggak," ucap Jingga lembut.
"Kamu nggak tahu? Selama ini apa yang aku lakuin sama kamu itu nunjukin kalo aku itu peduli dan sayang sama kamu."

Aline hanya mematung, bagaimana jika Yuwina tahu?

"Maaf, aku nggak mau ngelukain sahabat aku demi perasaan semu."

"Semu apanya?"

"Ya, semu. Nggak bakal bertahan lama. Semuanya bakal memudar bersamaan sama waktu. Waktu bisa merubah segalanya."

"Maaf," suara Jingga melemah. Dia harus jujur.
"Sebenarnya Yuwina udah jadian sama Keenan."

Aline kaget dan diam. Aline benar-benar bingung apa maksud dari semua ini.

"Ay, jangan marah sama Yuwina. Ini semua salahku. Kalau nggak kayak gini, gimana cara aku biar tetep deket sama kamu, hm?"

"Ak—" ucapan Aline terputus–lagi.

"Kali ini aku nggak mau maksa kamu sama sekali, tapi tolong percaya dan yakin sama apa yang aku rasaain. Aku nggak mungkin melangkah sejauh ini kalau perasaan aku semu seperti yang kamu bilang."

"....." Aline masih terdiam. Apa yang harus ia lakukan saat ini? Aline tidak tahu.

"Semuanya balik ke diri kamu sendiri, aku nggak mau maksain perasaan kamu. Yang aku mau cuma kamu liat aku."

Aline menatap laki-laki didepannya saat ini, semua yang ia katakan tadi– tidak ada letak kebohongan dimata coklat pekat laki-laki ini.

"Dikit." Aline tiba-tiba berkata sambil meringis.

"Dikit?" tanya Jingga dengan alis yang naik sebelah.

"Iya, dikit. Aku suka kamu, tapi dikit." Aline tetap meringis, salah tingkah.

"Nggak pa-pa!" ucap Jingga yang ditatap bingung oleh Aline. Kenapa tidak apa-apa?
"Dikit kan? Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit kan?" kini Jingga menyeringai dengan smirk khasnya.

Aline hanya tersenyum, ada-ada saja makhluk bernama Jingga ini!

"Jadi, nggak nganterin aku pulang?"

"Wah, jadi dong!"
"Sekarang pake aku-kamu ya ngomongnya!" Jingga menggoda Aline.

"Ish. Kan kamu yang duluan." ucap Aline malas.

"Yaudah, ayok pulang!"

Elegi Senja dan JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang