Jika memang aku.

338 24 2
                                    

Aline masih sibuk perang batin. Dia bingung, bukankah tidak seharusnya ini terjadi?

Jika aku membenci matahari tenggelam pada saat ayahku pergi, mengapa sekarang Tuhan mempertemukanku dengan Jingga?
-batin Aline berkata.

"Ay?" Jingga sudah berada tepat 20 centi di hadapannya.

"I–iya?"

"Will you be mine?" ucap Jingga sambil menyodorkan Setangkai mawar dan coklat serta coklat greentea kepada Aline.

"Aku emang nggak suka di tolak, tapi kali ini kamu tentuin pilihan hati kamu. Aku nggak bisa maksain." Jingga mengambil kesempatan bicara panjang lebar saat melihat Aline hanya kaku, diam seribu bahasa.

"Hatimu milikmu. Kamu lah pemiliknya. Mau ngerasa senang atau nggak itu pilihanmu. Kamu lah yang nentuin," ucap Jingga teduh. Aline seperti pernah mendengar kata-kata barusan, tapi dimana?

"Ay, denger apa kata hatimu."

"Tapi, kenapa hati aku harus milih kamu?" tanya Aline polos.

"Tidak perlu mengelak takdir, jika memang 'aku' ya aku. Kenapa harus yang lain?"

Aline membungkam, tidak habis fikir mengapa hati kecilnya tidak menolak? Mengapa justru memberi cela pada Jingga?

"Ay, senja di ciptain buat nemenin sore kamu. Jingga di ciptain buat kamu tatap. Aku diciptain untuk kamu tatap sebagai temen hidup kamu. Aku bakal ngajarin kamu arti keikhlasan." Jingga melanjutkan pidato teduhnya.

Jingga masih menatap Aline yang tidak bergerak dari tadi.
"So, the answer is?" kali ini Jingga senyum dengan sangat hangat.

Aline hanya menangguk tersipu malu.

"Jawab dong," protes Jingga.

"Yaaa, I will." senyum Aline mengembang.

"And then, they lived happily ever after." Keenan si pengacau yang sedang berada di samping Yuwina memecah keadaan dengan menirukan seseorang yang baru saja membaca cerita dongeng Cinderella.

"Emang nggak ada gunanya lo idup, bang," terhenti sejenak.
"Sat." lanjut Arion menjitak kepala Keenan dengan ganas dan sang empu hanya meringis kesakitan.

"Lagian lo nge gangguin aja!" tambah Aldo.

Jingga menatap malas teman-temannya itu. Ia memberi kode pada Maura untuk pulang dan berterima kasih pada Maura.

Aline masih tersipu malu, melihat sekelilingnya yang digrumuni siswa-siswi dari berbagai ekskul yang memiiki jadwal hari ini.
Wajahnya bersemu merah menerima hadiah dari Jingga tadi, Aline sangat suka mawar putih.

Tiba-tiba, dari samping Jingga, ada yang melempar telor kewajah Jingga.

"Woy! Ngapain lo lempar gue telor?!"
"Mana bau lagi!" seru Jingga.

"Hheehe, abisnya ini garing banget, kalian berdua cuma pandang-pandangan. Nggak afdhol kalo nggak lempar yang bau-bau!" cerocos Keenan membela diri.

Yaaa, yang melemparkan telor kewajah Jingga tidak lain Keenan.

"Tapi kan ini bukan bagian dri rencana kita!" protes Jingga.

Aline menatap secara bergantian wajah dari beberapa orang di depannya; Kemas dan Nadya, Keenan dan Yuwina, Arion, Aldo, dan Rafa. "Rencana?"

"Iya, rencana." ucap Yuwina cengengesan.

"Jadi? Lo tau?" tanya Aline dengan tatapan garang dan hanya dibalas anggukan oleh Yuwina.

"Lagian kan si Jingga nggak ulang tahun, bego!" Kini Kemas yang angkat bicara, bercandanya Keen memang kadang kelewat batas.

"Udah-udah, jangan ribut, nggak pa-pa gue mah! Yang penting Aline udah nerima gue!" Sorak gembira Jingga.

Elegi Senja dan JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang