Pak Prapto menyaksikan anaknya Kaila, diantarkan seorang temannya, laki-laki bernama Adnan. Mereka sama-sama guru bimbel "Bina Cipta" lama mereka berteman. Setiap kali sang ayah menyaksikan putrinya diantar oleh banyak teman pria berganti-ganti, Pak Prapto senewen, dan akhirnya menasehati Kaila
"Kaila... duduk sini sebentar," ucap pak Prapto, sesaat setelah Kaila memasuki ruang tamu, Kaila yang baru pulang menampakan wajah enggan.
"Nanti saja ya Ayah, Kaila capek," Jawab Kaila singkat lantas bergegas menuju ruang makan, mengambil segelas air putih dan meletakkannya di meja sejurus kemudian meraih setoples kacang goreng dan menikmatinya dalam diam. Prapto hanya geleng-geleng kepala menyaksikan adat putrinya.
"Anak jaman sekarang kalau di ajak bicara orang tua, ada saja alasannya," gumam Prapto pikirannya tak tenang. Ingin masuk kamar namun diurungkannya niatnya.
Pak Prapto berbalik berdiri tegak di ambang pintu kamarnya. Memerhatikan anak perempuan satu-satunya. Wajah Kaila berseri-seri, entah karena apa, karena lelaki yang baru mengantarkannya pulang atau karena hal lain yang pasti Pak Prapto seakan tahu perubahan rona wajah putrinya.
"Siapa lagi?" tanya Prapto sambil berjalan mendekati Kaila.
"Teman Ayah."
"Teman?" ujar Prapto resah "Kemarin teman yang datang tempo hari juga teman terus yang ini teman lagi. Kapan kamu punya pacar?""Walaupun dia suka nganterin aku pulang belum tentu dia pacar aku kan Yah?"
"Tapi sampai kapan?" Prapto kembali memerhatikan putrinya. "Kapan kamu kepikiran mau nikah?""Ayah..." sontak Kaila terkejut.
"Kai, kamu itu sudah cukup umur, sudah 25 tahun. Ayah nggak mau kamu nggak serius dengan teman-teman pria mu."
"Kok Ayah mendadak protes?" tanya Kaila masih membela diri.Pak Prapto beberapa kali menghela nafas kemudian diraihnya kepala Kaila dibelainya rambut putrinya yang panjang hingga sebahu itu.
"Kai, itu semua karena Ayah jengah malu sama tetangga yang selalu membicarakan tentangmu. Kamu putri Ayah satu-satunya," ujar Prapto dengan sabar.
Kaila memandang Ayahnya. Sejak kepergian Ibunya memang Ayahlah yang mengurus semua dan bertanggung jawab atas dirinya.
"Sampai kapan mau seperti itu?" ujar Prapto lagi. "Besok akan ayah perkenalkan dengan anak lelaki teman Ayah, dan kamu harus pulang cepat. Ayah yakin ini pilihan terbaik untukmu."
"Tapi Ayah?" potong Kaila.
"Masih mengharapkan laki-laki yang mengantarmu tadi?"
"Dia punya nama Ayah, namanya Adnan."
"Ayah tak peduli siapa namanya. Ayah tak ingin laki-laki itu kamu kecewakan karena kamu yang bimbang dan terus gonta-ganti teman pria. Besok setelah acara perkenalan itu kamu pasti akan mempertimbangkan kehendak Ayah ini.""Jadi Ayah hendak menjodohkan ku?" tanya Anin lagi, berharap apa yang dilakukan sang Ayah tidak sungguh-sungguh.
"Kamu kira Ayah mau ngapain?" Balas Prapto. "Intinya kamu tidak akan kecewa karena ia mempunyai bibit, bebet, bobot yang baik."
Anin hanya tertunduk lesu karena ia tak kan mungkin bisa melawan kemauan Ayahnya. Ia pun melangkah gontai menuju kamar setelah Prapto menyudahi perbincangan dan meminta Anin untuk segera beristirahat.
Di dalam kamar Anin merenung memikirkan kata-kata Ayahnya tadi, sembari memandang lukisan laut yang menempel di dinding kamarnya itu, tampak indah di temani bulan yang menggantung di kegelapan malam, pekat namun tenang berbeda jauh dengan keadaan hatinya saat ini yang tengah carut-marut.
"Oh... Tuhan beri hamba mu ini petunjuk," bisik Anin lirih.
***
Kaila bergegas meninggalkan tempat bimbel seusai mengajar satu mata pelajaran, ia tak ingin mengecewakan ayah dan juga seseorang 'tamu khusus' yang datang untuk menemui dirinya hari ini."Kai, buru-buru amat mau aku antar nggak seperti biasa," ucap Adnan penuh harap.
"Sory Nan, aku buru-buru, terima kasih tawarannya lain kali deh, tuh aku sudah di jemput." tampak sebuah sepeda motor berjalan mendekati mereka. Pengemudinya menyapa ramah kemudian menyerahkan sebuah helm kepada Kaila dan tak butuh waktu lama ojek online itupun melaju membelah keramaian kota, sementara Adnan sejenak terpaku di tempatnya.Tepat pukul tujuh.
"Assalamualaikum," sebuah suara memecah keheningan malam dan juga jantung Kaila yang tiba-tiba berdetak lebih cepat."Wa'alaikumsalam," jawab Prapto seraya mempersilahkan masuk. Seusai berbasa-basi sebentar tamu yang berjumlah dua orang itu pun duduk. Prapto berlalu ke dalam sebentar untuk memanggil sang putri. Kaila yang sejak tadi menguping pembicaraan telah siap dengan nampan berisi jajan dan tiga cangkir teh hangat, ia berjalan anggun mengenakan rok terusan batik bernuansa hijau.
"Nah, ayo Monggo Nak Huda... Nak Hariri di cicipi dulu ini pisang gorengnya." Di sela-sela menikmati camilan gorengan itu Prapto menanyakan kabar sang Ibu.
"Alhamdulillah, Ibu sehat Om dan maksud kedatangan kami kemari adalah ingin melamar putri Om, Kaila untuk adik kami Huda," ucap Hariri lugas.
Pak Prapto sejenak menoleh kepada Kaila untuk meminta persetujuan tampak Kaila mengangguk sekilas dan itu sudah cukup menjadi sebuah jawab.
Malam itu Kaila gelisah tak dapat memejamkan mata, ia terus terngiang kejadian beberapa jam yang lalu.
"Ya Allah, hal gila apa yang sudah aku lakukan? bahkan informasi secuil pun tentang Huda aku tak tahu, arghh..." Kaila bangkit dari tempat tidurnya, ia berniat bermunajat kepada Allah memohon petunjuk yang terbaik.
Persiapan pernikahan hanya memakan waktu sekitar waktu tiga bulan dan rentang waktu itu dipergunakan oleh Huda dan Kaila untuk sedikit mengenal satu sama lain. Cara komunikasi keduanya pun cukup unik yakni hanya melalui ponsel baik telepon video call maupun pesan whatsapp keduanya sepakat untuk tidak bertemu secara fisik hingga hari H pernikahan.
Seperti siang itu seusai melakukan beberapa sesi pemotretan terakhir yang terlanjur ia sanggupi sebelum cuti seminggu jelang hari pernikahannya esok, Huda meraih ponselnya.
Huda
Hai sedang apa? Aku sedang minum ini nih kamu mau?Sebuah pesan whatsapp masuk membuyarkan lamunan Kaila. Kaila membalas dengan emoticon tertawa tampak Huda dengan mimik muka lucu tengah menikmati es kepal milo. Dalam hati Kaila mengakui sejak kehadiran Huda hidupnya jadi lebih berwarna.
"Neng, siang-siang ngelamun pamali calon pengantin tuh seharusnya banyak senyum bukannya manyun, entar kesambet baru rasa."
"Ih, Nov ngagetin aja kalau mau masuk tuh ketuk pintu dulu kali," ucap Kaila sewot.
"Idih... bawel amat itu mbak-mbak dari salon udah datang, hari ini kan jadwal buat perawatan biar besok kinclong cyiin..." goda Nova sahabat karib Kaila itu seraya mencubit gemas pipi Kaila.Kaila menggaruk kepalanya yang tak gatal lalu bergegas menemui si mbak yang ternyata sudah berdiri di depan pintu kamar.
Keesokan paginya ruang tamu telah di sulap sedemikian rupa untuk menjadi salah satu saksi bisu bertautnya dua hati anak manusia. Para undangan telah berdatangan demikian pula dengan para saksi dan Pak Prapto selaku wali nikah dari Kaila.
"Saya terima nikah dan kawinnya 'Kaila Aulia binti Prapto Sudrajat' dengan mas kawin seperangkat alat salat di bayar tunai," ucap Huda lantang dalam satu tarikan nafas.
Sontak semua yang hadir berteriak. "Sah... sah..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Brownies Cinta
RomanceKetika Kaila dijodohkan ayahnya dengan Huda, seorang fotografer muda nan tampan, tanpa pikir panjang Kaila menerima. Akhirnya, pernikahan pun dilangsungkan, dan Kaila pun masuk dalam kehidupan Huda, dan ia pun tinggal bersama mertuanya yang telah be...