Kaila mengurut dadanya, sebenar ingin ia meloloskan air mata yang tertahan tapi ia tidak ingin terlihat cengeng hanya karena hal sepele.
"Belum waktunya Kai, mungkin dia cuma lelah, beri waktu untuk dia berhasil sejenak," bisik hati kecilnya menguatkan.
Ditariknya nafas dalam-dalam, mencoba untuk tenang, dipandanginya Huda yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Tak ada yang aneh, tapi kata-kata ketusnya tadi??? apa itu semua disebabkan karena ia banyak kerjaan, apa dia... ah sudahlah." Batin Kaila sibuk menduga-duga, hingga tak menyadari Huda tak lagi ada di tempatnya.
Kaila menyusul Huda, yang ternyata tengah duduk di meja makan asyik menikmati sayur lodeh dan ikan asin kesukaannya dalam diam.
"Mas, kok nggak manggil Kaila, biasanya juga Kaila yang menyiapkan makan malam," tanya Kaila penuh tanda tanya.
"Nggak apa-apa, mas bisa ambil sendiri, kamu pasti lelah setelah seharian membuat kue," jawab Huda datar. Sepi, tak ada lagi perbincangan.
"Sabar... Sabar Kai," hibur hatinya yang mulai gerimis.
Maryati telah lebih dulu masuk ke dalam kamarnya. Tinggal berdua sebenarnya jadi momen yang sangat pas untuk merayakan ulang tahun Huda, tapi keinginan itu seolah menguap, Kaila merasa sia-sia.
Seusai makan malam Huda melangkahkan kakinya ke kamar, direbahkannya tubuh letihnya di atas kasur, ia gelisah tapi tak tahu kenapa sesekali bayang-bayang Cindy hadir dipelupuk matanya.
"Mas, mas sudah tidur," tanya Kaila sembari menggoyang-goyangkan tubuh Huda pelan. Huda berbalik menatap sang istri.
"Belum, ada apa dik?" ucap Huda singkat.
Kaila tersenyum kemudian menyerahkan sebuah kotak kado bergambar hati itu kepada Huda
"Selamat ulang tahun, Mas," ucap Kaila lirih di telinga Huda."Terima kasih dik." Lagi, Huda menjawab dingin sambil diterimanya kotak itu, dibuka dan diambilnya sebuah lens Hold dari dalam kotak kado beserta secarik kertas
Selamat Ulang Tahun My Hero, semoga sehat Selalu dan semakin sukses dalam karir dan juga keluarga. Aamiin...
From, your lovely
KailaNB : Semoga suka dan bermanfaat hadiah kecil dari ku juga semakin semangat bekerja pastinya.
Huda melipat kertas yang baru saja ia baca seolah hanya sebuah kewajiban, setelah itu sudah selesai tak ada komentar apapun, apalagi sebuah kecupan.
"Argh..." Kaila mendengus kesal, hatinya bergemuruh ingin rasanya ia letuskan semua keluar, tapi Kaila memilih meredamnya dan berharap esok pagi semua akan kembali baik-baik saja. Dengan perasaan kalut dan kantuk yang menyerang Kaila jatuh tertidur.
"Aduh... Sakit..." seru Huda, Kaila yang tengah terbuai mimpi terkejut mendengar teriakan Huda, diliriknya jam di dinding kamar, pukul dua dini hari.
"Kenapa Mas?" Tanya Kaila panik.
"Nggak tahu dik, kepalaku rasanya sakit," jawab Huda terbata sambil memegang kepalanya.
Kaila bersicepat bangkit dari tempat tidur meraih obat sakit kepala di dalam kotak obat dan mengangsurkannya pada Huda.
Huda pun buru-buru menelan pil pemberian Kaila, dan lima menit kemudian, anehnya sakit kepala itu hilang seolah dicabut dari tempatnya.
"Benar-benar manjur obat darimu dik," kata Huda sambil mengurut kepalanya kemudian digoyang-goyangkan ke kanan dan ke kiri, memastikan sakit sialan itu tak datang lagi.
Kaila mendesah lega, diikutinya gerak-gerik Huda, suaminya itu kembali merebahkan tubuhnya dan dalam hitungan detik kembali terlelap.
Perempuan dua puluh lima tahun itu terlihat lelah, ia memandang langit-langit kamar, di sana laiknya sebuah layar televisi semua peristiwa dari awal ia bertemu Huda, menikah hingga kejadian hari ini semua tergambar jelas.
Bulir bening kembali menemani hati Kaila yang tercabik, dalam tangis netranya tak sengaja tertumbuk pada sebuah mukena miliknya. Diseretnya langkah kaki mendekat, diambilnya mukena putih itu lantas diciuminya.
"Aku telah lama tak bersujud padaMu, mungkin ini teguran kecil yang pantas ku dapatkan," lirih Kaila bergumam, kemudian diambilnya air wudhu dan bermunajat pada Sang pemberi hidup.
***
Di sebuah rumah bergaya minimalis yang tampak megah dengan taman dipenuhi bunga-bunga yang tengah bermekaran, terdengar suara tawa-tawa bahagia lebih tepatnya puas."Terima kasih kak, usul kakak memang jitu!" Seru Cindy senang. Ratna mengangguk, hati kecilnya bersorak tak sabar menanti carut-marutnya rumah tangga mantan kekasihnya dengan bocah culun kemarin sore yang sok pintar di depannya.
"Panjang umur Kak, nih dia orangnya telepon," seru Cindy bersemangat.
Cindy : iya Kak nanti kita ketemu di cafe dekat rumah aku aja sekalian kita ngopi
Huda : oke sayang, nanti aku jemput."Dia minta ketemuan Kak, aku mau dandan dulu biar tampak paripurna di depannya," ujar Cindy dengan senyum di bibirnya.
"Ok deh good luck kalau gitu aku pergi dulu ya, bye..." Ratna pamit di akhiri dengan cium pipi kiri-kanan keduanya.
Huda dengan gagahnya menuju rumah Cindy, sebelum ke studio dia ingin menikmati sarapan berdua saja tanpa ada yang menggangu.
"Hai, sayang," ucap Huda seraya mencium kening Cindy, bak orang yang lagi kasmaran keduanya berpelukan menuju mobil.
Di dalam cafe belum terlalu banyak pengunjung, Huda dan Cindy memilih duduk di pojok dekat jendela sembari menikmati semilir angin dan lalu lalang kendaraan yang lewat.
"Mau pesan apa," tanya Huda
"Terserah Kak Huda aja," jawab Cindy sambil bergelayut manja di lengan kekar Huda.Huda akhirnya memesan dua gelas kopi mocha latte dan sepiring pisang goreng.
Huda menatap lama Cindy, seakan ia tak ingin jauh dari perempuan cantik bermata indah yang mengalihkan dunianya.
"Cin, kamu cantik," ujar Huda seraya menyibak anak rambut yang menutupi sebagian wajah Cindy.
Pipi Cindy seketika bersemu merah, ia menatap lekat manik mata Huda, lelaki itu kian tergila dengan sosok Cindy, di raihnya jemari diremas dan dikecupnya lembut punggung tangan perempuan yang telah membolak-balik hatinya itu.
"Aku ingin menjadikan mu model foto ku, bersedia kah?" Tanya Huda sembari menyeruput kopi pesannya.
"Cuma sebagai model mu, tak lebih?" jawab Cindy balik bertanya.
Huda meraih Cindy ke dalam pelukannya sembari berbisik
"Apa yang kamu inginkan sayang?" Cindy masih terdiam, dinikmatinya lama aroma tubuh Huda."Ah, tahu gitu tadi naik ojek, orang minta turun di depan toko bahan roti eh, diturunkan di sini," omel Kaila pada sopir angkutan umum.
Bau kopi menyeruak hidung Kaila. Diliriknya sebuah Cafe, tampak masih belum ramai pengunjung hingga mata Kaila menangkap dua sosok tengah asyik berpelukan.
"Mas Huda," pekik Kaila tak percaya. Dikuceknya kedua netra untuk memastikan kalau apa yang ia lihat salah.
"Oh, tidak... itu beneran kamu mas, kenapa kamu tega melakukannya," gumam Kaila perih.
Kaila pun memilih beranjak pulang dengan diiringi lantunan lagu yang sayup-sayup terdengar, diputar oleh pemilik cafe.
"I'll stand by you, I'll stand by you
Won't let nobody hurt you, i'll stand by you
....
....
KAMU SEDANG MEMBACA
Brownies Cinta
RomanceKetika Kaila dijodohkan ayahnya dengan Huda, seorang fotografer muda nan tampan, tanpa pikir panjang Kaila menerima. Akhirnya, pernikahan pun dilangsungkan, dan Kaila pun masuk dalam kehidupan Huda, dan ia pun tinggal bersama mertuanya yang telah be...