Perjuangan Belum Berakhir

34 0 0
                                    

Kaila menata kamar tidurnya, ia berencana merebahkan diri sebentar usai shalat Dzuhur, tubuh dan hatinya benar- benar letih.

Dipeluknya guling, dibenamkannya wajahnya dalam-dalam, ingin ia tumpahkan sejenak sesak di dada dalam tangis sunyi hingga jatuh tertidur.
***
Sementara itu di tempat lain.
"Hai, Kak... Kok nggak gabung sama yang lain." tegur Cindy salah satu model.
"Ini masih mau telepon orang rumah dulu, jawab Huda singkat untuk kemudian kembali menatap layar ponselnya, ditekannya nomor sang pemilik hati, serasa ada yang kurang bila sehari saja nggak mendengar suara Kaila.

Terdengar jawaban salam di ujung telepon .

"Kok suaranya sengau gitu dik, kamu sakit?" tanya Huda khawatir.
"Enggak mas, cuma agak flu dari kemarin," bohong Kaila, karena ia tak mungkin mengatakan habis menangis.
"Ya sudah, makan yang banyak jangan lupa minum obat. Besok mas pulang." Tutup Huda mengakhiri obrolan.

Seusai makan siang masih ada satu lagi sesi pemotretan terakhir dan kali ini mengambil lokasi di kawasan taman hutan rakyat yang lokasinya tak begitu jauh  dari pantai Carita.

Angin semilir nan sejuk, suasana yang teduh karena dikiri-kanan jalan ditumbuhi pepohonan rindang, selain itu terdapat bongkahan bebatuan memberi kesan alami, Suara-suara kicauan burung juga menambah semarak suasana. Huda menikmati perjalanan kali ini.

Setelah berjalan kurang lebih sejauh 5km yang memakan waktu sekitar 1 jam, rombongan sampai di sebuah rumah pohon, sembari beristirahat beberapa model mulai di make-up, Huda tak ketinggalan mempersiapkan kameranya.

Busana kaos casual dipadupadankan dengan celana jeans di tambah beberapa aksesoris seperti kacamata hitam dan topi menambah cantik kesepuluh model sampul sebuah majalah remaja itu.

"Cindy dan Putri kalian berdua masing-masing mengambil posisi duduk di atas rumah pohon," perintah Huda pada kedua modelnya. Kedua gadis cantik itu lantas berpose sesuai arahan Huda bergantian dengan kedelapan model lainnya dan sesi pemotretan di tutup dengan foto bersama semua model.

"Yeah, selesai," pekik hampir semua yang ada di situ rasa letih terbayar dengan kekompakan team, cuaca yang bersahabat dan on time.

Senja mulai turun Huda dan rombongan mulai meninggalkan lokasi.

"Seru ya Kak, pemotretan hari ini berjalan lancar, ini pengalaman baru buat aku," ucap Cindy, mencoba untuk membuka obrolan dengan Huda. Sementara Huda hanya mengangguk sekilas.

"Huh, susah banget sih ngedeketin Kak Huda, cakep-cakep sombong." gerutu Cindy dalam hati.

"Hey, ngapain muka di tekuk gitu, lagian kamu dari tadi aku lihat sok akrab banget sih sama Kak Huda? Ingat, dia udah punya istri loh." Putri berusaha mengingatkan sahabatnya itu.

Cindy hanya terdiam, dia sudah tahu tapi pura-pura amnesia dan nggak peduli dengan status Huda. Entah apa yang merasuki diri Cindy karena sejak pertama melihat Huda, ia seperti terobsesi.

"Aku harus bisa mendekatinya," gumam Cindy disertai dengan seringai jahatnya.
***
Setelah peristiwa Bu Maryati mengomentari bahwa masakannya kurang enak, Kaila mulai menata diri supaya tidak mudah baper. Kaila mulai rajin berselancar di dunia maya untuk mencari resep masakan yang sederhana, mudah dieksekusi dan meracik bumbu yang pas agar rasa tak mengecewakan, selain itu ia juga mencoba gabung di group-group kuliner, mencari sahabat dan ilmu yang bermanfaat.

Paginya Kaila sudah berkutat di dapur. Ia berencana membuat nasi goreng khusus untuk Ibu mertuanya. Nasi goreng untuk diet, tetap memakai bahan dasar nasi dengan tambahan sayur dan tanpa bumbu penyedap rasa cukup ditambah dengan sedikit kemiri untuk mendapatkan cita rasa gurih.

Pukul tujuh meja makan sudah rapi, sarapan telah tersaji lengkap dengan teh hangat.

"Kamu membuat sarapan apa pagi ini?" tanya Maryati usai lari pagi diseputaran kompleks perumahan.

"Nasi goreng khusus Bu tanpa bumbu penyedap cocok untuk Ibu," jawab Kaila hati-hati.

Maryati manggut-manggut sesaat sebelum berlalu ke dalam kamar hendak bertukar pakaian.

"Ayo sarapan sama-sama Kai, suami mu kapan pulang?" tanya Maryati ketika keduanya telah duduk di meja makan.

"Nanti sore Bu insyaallah sampai," kata Kaila sembari mengambilkan nasi goreng untuk sang Ibu mertua.

Senyap sesaat, Maryati tampak menikmati sarapannya hari ini, hingga Kaila segan untuk membuka suaranya.

Menit demi menit berlalu Kaila melirik piring Maryati, tinggal tersisa sedikit. Kaila ingin bersorak melihat itu tapi tentu saja hal itu tidak mungkin dilakukannya.

"Alhamdulillah, tidak ada komentar yess... usahaku sudah lumayan," pekik Kaila lirih.

Walau Ibu mertuanya tak memberikan penilaian apapun Kaila tak mau gegabah ia tetap berusaha sebaik mungkin seperti siang ini karena suaminya pulang ia hendak memasak makanan kesukaan Huda 'Opor ayam' dan 'sayur labu siam'

Sebelum magrib sebuah mobil memasuki halaman rumah Huda turun dengan menenteng dua tas.

"Wah, jadi membengkak ya bawaannya," ledek Kaila.

"Membengkak juga tapi kamu suka kan?" sahut Huda tak mau kalah, diraihnya pucuk kepala sang istri dan dikecupnya penuh sayang. Keduanya tertawa bahagia.

Diletakkannya tas oleh-oleh di ruang keluarga, setelah itu Huda berlalu ke halaman belakang menjumpai sang Ibu, sementara Kaila memasukan tas berisi baju-baju Huda ke dalam kamar.

"Nah... ini oleh-oleh buat Ibu sebuah daster dan sate bandeng empuk, aku jamin Ibu pasti suka," ucap Huda seraya menyerahkan bungkusan pada Maryati.

"Kaila, besok kamu masak sop ya, pakai lauk bandeng ini pasti enak," ujar Maryati seraya menyerahkan bandeng pada menantunya itu. Kaila mengangguk takzim.

"Oiya Mas mu Hariri dan Ratna istrinya dua bulan lagi akan datang, Mbakmu itu hamil anak kedua, dan dia memilih untuk pulang ke Jakarta di rumah orang tua nya," cerita Maryati saat tengah menikmati makan malam.

Kaila tersenyum, dia membayangkan pasti bakal seru nanti bisa ngerumpi bareng kakak iparnya yang cantik, keduanya sempat bertemu di hari pernikahannya dulu, tapi baru ngobrol sesaat.

"Eh, ngelamun aja ayo beres-beres meja makan terus..." kata Huda menggantung kalimatnya. Kaila tertawa melihat mimik wajah Huda.

"Apaan hayo, pikirannya ngeres aja, itu kamu mau oleh-olehnya nggak?" Tanya Huda setengah berbisik di telinga Kaila.

Desiran halus itu tiba-tiba menggelitik perutnya ia tak bisa menampik rasa kangen yang membuncah, bergegas diselesaikannya pekerjaan rumah untuk kemudian menyatukan rindu yang menggebu.

"Hmm... selama aku tinggal rumah baik-baik saja kan, Ibu gimana?" tanya Huda ketika keduanya duduk saling berhadapan memandangi bulan yang tampak benderang malam ini.

Kaila menjawab dengan anggukan yang menandakan semua baik-baik saja, ia tidak ingin merusak momen indah hanya dengan curhatan tak penting, bagi Kaila apa yang dialaminya cukup dirinya sendiri yang tahu.

Pelukan hangat Huda sangat menentramkan batinnya, keduanya saling bercumbu menyampaikan rasa yang tak terucapkan.

"Drrtt..." Ponsel Huda berbunyi nyaring berkali-kali, tak ada jawaban.

"Cindy calling."

"Damn," maki Cindy kesal.

Brownies CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang