Kaila bersusah payah menahan bulir bening yang telah terkumpul di pelupuk matanya supaya tak meluncur keluar, ia tak mau Maryati curiga.
"Loh nduk, barang belanjaannya mana?"
"Toko langganan yang biasanya tutup Bu," jawab Kaila asal, tanpa berani menatap wajah Ibu mertuanya karena takut pertahanannya akan jebol.Buru-buru Kaila berlari ke kamar, disembunyikan rasa sedihnya pada sebuah bantal yang bisa meredam suara tangisnya.
"Ya Allah usia pernikahan kami baru seumur jagung, kenapa engkau berikan cobaan seperti ini?" pekik Kaila pilu.
Sepuluh menit berlalu, dadanya sudah terasa sedikit ringan, walau bayang-bayang Huda dan perempuan tak tahu di untung itu masih terus menghantuinya.
"Aku harus kuat, akan kuhadapi semuanya dengan kepala dingin," gumam Kaila, menghibur diri.
"Tok... Tok... Tok..." Sebuah ketukan di pintu mengagetkan Kaila, buru-buru dibersihkannya wajah dan disisirnya rambut yang acak-acakan.
Kepala Maryati menyembul dari balik pintu. Kaila tersenyum "Maaf Bu, baru selesai Shalat Duha," ucap Kaila terpaksa berbohong, seraya melirik jam di dinding kamarnya yang masih menunjukkan pukul sepuluh pagi.
***
Sebelum magrib Huda sudah sampai di rumah, dibalik wajah letihnya ia tampak berseri-seri, sesekali dari bibirnya terdengar senandung lirih,Aku jatuh cinta, 'tuk kesekian kali
Baru kali ini kurasakan cinta sesungguhnya
Tak seperti dulu...Deg... jantung Kaila berdegup kencang, sebenarnya ia ingin menanyakan pada suaminya perihal kejadian tadi pagi, tapi urung ia lakukan, karena belum punya cukup bukti. Ia khawatir kalau pertanyaan yang ia ajukan tiba-tiba, justru akan semakin memperkeruh suasana.
Kaila memilih lebih banyak diam sore ini sedangkan Huda, ia bersikap acuh tak acuh seoalah hidup di dunia sendiri. Seusai makan malam Huda mengambil tas ransel yang terletak di atas lemari.
Dahi Kaila berkerut, seingatnya Huda belum ada jadwal pemotretan ke luar Jakarta Minggu ini.
"Apa ada tugas mendadak dari kantor ya?" Batin Kaila 6 menerka-nerka berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi.
"Mas, mau kemana?"
Huda memandang Kaila sekilas sembari tangannya sibuk memasukkan beberapa potong pakaian."Ada tugas mendadak ke Bandung selama tiga hari," jawab Huda enteng.
Wajah Kaila berubah pias, bayang-bayang Huda bersama perempuan genit itu terus bermain di otaknya. Beberapa kali ia ucapkan asma Allah supaya bisa mengontrol diri.Akhirnya alih-alih ingin marah justru sebaliknya, cuma sebuah kalimat "Hati-hati" yang keluar dari mulut Kaila. Ya cuma itu, selebihnya tak ada Senda gurau, semua berubah begitu cepat. Kaila nelangsa.
Sehabis Subuh Huda memacu kendaraannya membelah kabut Jakarta. Hatinya berbunga-bunga hendak menemui candu nya.
Cindy menyambut Huda dengan busana tank top warna merah yang ia samarkan dengan sebuah jaket kulit dipadupadankan dengan bawahan rok mini berbahan jeans.
"Sudah siap berangkat tuan putri?" Tanya Huda seraya mengamit lengan Cindy. Mobil berjalan pelan meninggalkan Jakarta menuju ke arah Ciwidey, Bandung.
Ditengah perjalanan Cindy merajuk manja. "Sayang, kita cari sarapan yuk, perut aku lapar banget nih."
"Oke, tunggu sebentar ya," ucap Huda sembari matanya sibuk mencari tempat yang asyik buat mengisi perut, hingga manik matanya melihat sebuah gerobak bubur ayam yang tengah mangkal di pinggiran sawah. Ia pun menepikan kendaraan.
"Seru kan, di Jakarta mana ada yang kayak gini," tutur Huda, saat ia tengah duduk berhadap-hadapan dengan Cindy menunggu pesanan datang. Perempuan berleher jenjang itu memamerkan senyum menggoda.
Huda gemas melihatnya, ia pun tak tahan untuk membidikan kamera ke arah Cindy. Dari balik lensa diam-diam Huda kian terobsesi pada tiap lekuk tubuh dan semua yang ada pada pemilik mata indah itu.
Ratna Calling...
"Hmm... " gumam Cindy, ia buru-buru menyingkir saat Huda tengah asyik memandangi hasil jepretannya.Ratna : gimana?
Cindy : sejauh ini aman kak
Ratna : Bagus, selangkah lagi, buat dia semakin bertekuk lutut padamu
Cindy : Beres, eh... sudah dulu ya Kak dia kemari."Hei, ngapain di situ? Tuh, bubur ayamnya keburu dingin nanti," ucap Huda seraya merengkuh tubuh mungil itu ke dalam pelukannya. Setelah itu keduanya menikmati semangkuk bubur dalam diam dan saling memandang penuh hasrat.
Cindy tampak menikmati perjalanan pagi ini namun teguran Putri sahabatnya, sehari sebelum keberangkatannya berdua bersama Huda, tiba-tiba tergiang di telinganya.
"Akhir-akhir ini, aku lihat kamu sering banget jalan berdua Kak Huda, hati-hati Cin," ujar Putri mengingatkan.
"Ah, peduli amat ceramah mu Put," desis Cindy pelan, namun ternyata terdengar oleh Huda.
"Ada apa Cin kok ngomong sendiri?"
Cindy kaget tapi buru-buru pasang tampang innocent dan mengalihkan pembicaraan.
"Setengah jam lagi sampai, gimana kalau kita langsung ke kebun teh aja kata teman-teman ada balon udara di sana," ucap Cindy dengan mata berbinar.
Huda pun membawa kendaraannya memasuki kawasan Ciwidey menuju kebun teh, dan langsung mencoba wahana balon udara.
Dua sejoli yang tak biasa itu pun menaiki balon udara berwarna pelangi, terlihat ceria seperti hati mereka. Tawa, senda gurau dan pelukan mesra mewarnai kebersamaan.
Berbeda jauh dengan suasana hati Kaila yang tak menentu. Ia pun mencari informasi tentang Huda yang akhirnya ia dapatkan dari Putri. Perasaan Kaila yang tak enak mengantarkannya menyusul sang suami menuju Ciwidey.
Di dalam bus Kaila semakin gelisah, hati kecilnya menginginkan untuk segera menghubungi Huda via telepon tapi sisi hatinya yang lain menolak itu, alhasil Kaila hanya termangu memandangi ponsel di tangannya.
Sampai di terminal Kaila di sambut sebuah mobil angkutan umum berwarna kuning menuju Ciwidey, di sisi kanan dan kiri jalan tampak pepohonan, sawah semua menghijau dan Kaila menikmati udara sejuk yang ditawarkan dari jendela yang sedikit terbuka.
Sesampainya di kebun teh, Kaila menuju ke ruangan informasi untuk mengetahui tempat menginap atau villa yang banyak tersebar disekitar Ciwidey, setelah mengantongi beberapa nama tempat menginap Kaila memulai pencarian dengan meminta bantuan kepada pihak pengelola kebun teh serta para pengunjung dengan berbekal sebuah foto Huda.
Pucuk di cinta ulam pun tiba seorang petugas kebersihan melihat Huda dengan seorang wanita menuju sebuah villa. Darah Kaila pun mendidih tanpa buang waktu Kaila melangkahkan kakinya menuju sebuah Villa yang dimaksud.
Di depan bangunan yang kesemuanya berbahan kayu jati itu Kaila terdiam sesaat, ia memohon kekuatan pada sang Khalik.
Kemudian kakinya pun melangkah ke dalam, beruntung pintunya tak terkunci. Senyap, tak ada siapapun di ruang tamu. Kaila terus melangkah hingga pendengarannya menangkap suara-suara di dalam sebuah kamar.
Kaila pun menajamkan pendengarannya, suara itu, ia sangat mengenali pemiliknya dan untuk membuktikan kebenarannya ia bergegas membuka pintu kamar.
"MAS HUDA..."
Huda yang tengah berasyik- masyuk bergelung di dalam selimut bersama Cindy, sontak terkejut namun tak tahu harus berbuat apa, karena Cindy justru bergelayut manja di bahu Huda.
Kaila berlari menjauh, dengan derai air mata yang membanjir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brownies Cinta
RomanceKetika Kaila dijodohkan ayahnya dengan Huda, seorang fotografer muda nan tampan, tanpa pikir panjang Kaila menerima. Akhirnya, pernikahan pun dilangsungkan, dan Kaila pun masuk dalam kehidupan Huda, dan ia pun tinggal bersama mertuanya yang telah be...