❤ Chapter 27

1.9K 505 192
                                    

Biasanya orang yang abis dari perjalanan jauh tuh kalo udah sampe rumah tinggal capeknya aja dan harus istirahat. Tapi entah kenapa, sekeras apa pun gue berusaha memejamkan mata, gue tetap enggak bisa terlelap.


Apa lagi penyebab semua ini kalau bukan pertengkaran gue dan Jiwoo kemarin sore. Ini pertama kalinya Jiwoo jadi semarah itu ke gue. Bahkan sampai minta gue untuk enggak menghubungi dia dulu. 


Gue sadar atas kesalahan gue, tapi enggak menyangka kalau masalahnya akan jadi serunyam ini. Niat awal gue emang cuma berusaha bersikap ramah meskipun enggak bisa membalas perasaan Chaeyeon. Tapi niat baik itu malah disalahartikan sama Chaeyeon. 


Nah, begonya gue juga yang malah ikut arus atas usaha Chaeyeon ngedeketin gue. Bahkan gue enggak pernah menolak segala iktikad baik dia. Yang ngasih gue bekal makan siang, nemenin gue chatting pas lagi gabut malem-malem—tapi sumpah ini enggak sering.


Pada akhirnya gue pun tanpa sadar memberi Chaeyeon harapan. Percayalah, gue sama sekali enggak ada pengalaman nolak cewek. Mungkin sifat gue yang terlalu ramah ini yang bikin gue sempet membahayakan Jenny dulu. 


Meskipun enggak suka dimenelin sama dosen dan para tante, gue enggak pernah sekali pun menunjukkan penolakan secara langsung. Yang gue lakukan hanya cuek ke mereka sampai mereka jenuh sendiri. 


Ini masalahnya, kebanyakan dosen dan tante-tante itu bakal capek sendiri dan beralih ke target lainnya kalo dalam kurun waktu tertentu gue enggak menunjukkan tanda-tanda mau jalan sama mereka. 


Gue lupa kalo Chaeyeon adalah seorang gadis yang berpikir 'ditolak sekali doang bukan alasan untuk menyerah'.


Sumpah lo salah kalau bilang gue jahat. Gue enggak setitik pun ada niatan untuk mengkhianati Jiwoo. Sepanjang hari cuma dia yang gue pikirin, cuma dia yang gue kangenin. 


Dan ketika dia minta gue untuk enggak menghubunginya dulu, gue rasa itu wajar. Sebuah harga yang harus gue bayar setelah menyakiti hatinya.


"Buset itu mata apa areng, bengep amat?" Dongho mengomentari lingkaran hitam di mata gue yang teramat menjadi. Gimana enggak bengep semaleman gue galau sampe enggak bisa tidur.

"Mentang-mentang pulang ke Malang langsung ngelembur." sahut Donghan.

"Boro-boro ngelembur, gue lagi tengkar sama cewek gue."

"Loh, kok bisa?!"

"Dia ngira gue selingkuh sama Chaeyeon." tandas gue.

"Kan, cewek tuh emang sakti... tau segala-galanya. Kan udah gue bilang jangan macem-macem." Woodam bertitah.


Gue menghela napas dengan kasar. "Emang lo enggak coba ngejelasin kalo lo enggak ada hubungan apa-apa sama dia?"

"Ya... tapi semua tuduhannya bener. Nganterin Chaeyeon pulang iya, nerima bekal makan siangnya iya. Gue enggak mau bohong, kalo salah ya salah." gue merutuki diri sendiri yang begitu bodoh.

"Terus gimana? Lo mau ngegas Chaeyeon aja karena udah terlanjur ketahuan?" tanya Dongho.

"Ngawur, ya enggak lah! Gue minta tolong sama kalian semua jangan ngegodain gue lagi pas ada Chaeyeon. Cewek tuh seneng digituin!"

"Seniat itu lo mau ngejauhin Chaeyeon?" giliran Donghan bertanya.

"Iya, sebelum cobaannya makin gede kalo gue responin terus." ucap gue mantap.


Sampai tibalah jam makan siang, gue buru-buru keluar kantor lewat pintu belakang. Gue mau makan di warungnya emak dan menghindari Chaeyeon yang nganterin bekal makan siang. 


Gue udah bertekad untuk tidak memberi Chaeyeon harapan lagi. Gue enggak mau membuat Jiwoo kecewa lagi.



ibarat kalian jadi jiwoo nih, kalian bakal gimana dalam menyikapi daniel dan menanggapi jonghyun?

Struggle 2.0 • Daniel & JR [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang