Taufan: Nama Yang Engkau Sebut (3/3)

1.5K 117 26
                                    

"Kamu ini! Cobalah berpikir positif sedikit!"

"Cih! Sombong sekali!"

"Ayo kita buktikan, siapa yang lemah!"

"Kamu hebat! Nggak perlu kuasa baru segala."

"Kamu bantu Yaya, dan kamu bantu Atok. Aku ... bantu nonton TV. Hahaha ..."

Benak Taufan mendadak dipenuhi kata-kata Halilintar yang pernah didengarnya. Yang ditujukan padanya maupun Gempa. Sementara, detak jantungnya terus berpacu. Begitu kencangnya hingga terasa sakit.

Sungguh, bagi Taufan, Halilintar adalah kakak yang layak dijadikan panutan. Walau sesekali sifat pemarahnya muncul. Atau menunjukkan selera humor yang kadang menyebalkan. Namun, Halilintar selalu ada untuknya dan Gempa. Memberikan nasehat atau pujian. Menegur atau mendukung.

Melindungi.

"Aaakh!"

Taufan tersentak. Di hadapannya kini, tangan raksasa Robot Mukalakus tengah mencengkeram tubuh Halilintar. Menggenggamnya cukup kuat hingga pemuda itu berteriak kesakitan.

"HALI!" Taufan berseru cemas.

Kali ini, Taufan memaksakan tubuhnya untuk bergerak. Entah apa karena tekad yang kuat, atau memang pengaruh serangan listrik telah pudar, dia bisa bergerak lagi. Kemudian bangkit berdiri.

"Kalau jadi kau, aku tidak akan bergerak sembarangan."

Sebuah suara serak-serak basah mendadak terdengar, menghalangi niat Taufan untuk kembali bertarung. Suara yang familier itu menyentak Taufan, sebelum dia melihat sosok sang pemilik suara. Alien hijau berkepala kotak, dengan dua antena mencuat di atas kepalanya. Dia baru saja datang dengan pesawat angkasa miliknya.

"Adu Du?!"

Taufan menyerukan sebuah nama tanpa ragu. Meskipun sosok hijau itu sudah agak berubah dari yang terakhir dilihatnya. Ralat, mungkin tidak terlalu berubah, tetapi yang jelas badannya lebih tinggi daripada tiga tahun silam.

"Ternyata benar kau!" Taufan melanjutkan ucapannya. "Huh! Kupikir kau sudah menyerah untuk menguasai Bumi!"

"Mana mungkin seperti itu?" Bukan Adu Du, tetapi robot ungu di sampingnya—Probe—yang menjawab. "Iya, 'kan, Incik Boss?"

"Apa mau kalian?!" sentak Taufan.

"Apa mau kami? Huahahahaha ...!" Tawa jahat khas Adu Du membahana di tempat itu. "Mukalakus! Genggam dia lebih kuat lagi!"

Grek.

"Aaargh!"

Perintah dilaksanakan, sehingga Halilintar harus kembali berteriak kesakitan.

"Berhenti!" Taufan berseru lagi.

Adu Du tersenyum sinis. Sementara, Mukalakus melonggarkan genggamannya kembali. Taufan melihat tubuh Halilintar melemas, dengan kepala tertunduk dan napas tersengal.

"Lepaskan dia!" sentak Taufan.

"Tentu," Adu Du menyahut tenang. "Tapi ... ada syaratnya."

"Syarat?"

"Halilintar akan jadi tawananku." Seringai licik menghiasi wajah Adu Du. "Dan kebebasannya hanya bisa ditukar dengan resep rahasia cokelat Tok Aba, serta Ochobot."

"Apa?!" Taufan mengepalkan tangan.

"Jangan harap!" Halilintar ikut berseru. "Kau takkan mendapatkan apa-apa, Adu Du!"

Layaknya Cahaya KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang